
bongkah.id – Indonesia cukup sering menjadi korban peretesan hacker. Sampai kini belum satu pun yang terungkap. Pencuri dan pembelinya belum ada yang tertangkap. Ironisnya pembangunan data center atau Pusat Data Nasional (PDN) justru didanai asing, Prancis dan Korea Selatan. Fakta kontoversi itu yang digunakan Komisi I DPR RI meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menjelaskan skema kerja pembangunan data center tersebut.
Untuk diketahui, Kemenkominfo rencananya akan membangun PDN di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tempatnya di tanah seluas 20 hektare dekat bekas tambang batu bara
“Menkominfo Johnny G. Plate harus menjelaskan skema kerja sama pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) yang didanai Perancis dan Korsel. Penjelasan harus dipaparkan mulai dari tata kelola data. Sejauh mana keterlibatan pihak asing dalam pembangunan data. Demikian pula kerugian dan keuntungan yang akan didapatkan Indonesia terhadap sistem pertahanan dan data rahasia negara,” kata Anggota Komisi I DPR RI Abdul Karding saat dihubungi ponselnya, Kamis (27/8/2020).
Klarifikasi yang harus dilakukan Johnny G. Plate sebagai Menkominfo, menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, harus detil dan kompleks. Tidak hanya memaparkan isi kontrak kerja sama pembangun PDN tersebut. Namun, harus mengungkap skema kerjasamanya seperti apa. Sejauh mana keterlibatan investasi asing yang diajak kerja sama. Sebatas negara Perancis dan Korsel sebagaimana yang ditulis media. Ataukah ada negara asing lain yang terlibat, tapi tidak disebutkan. Diwakili oleh Perancis dan Korsel saja.
Demilikian pula, proses awal kerjasama terjadi. Sudahkah melibatkan intelejen untuk mendapatkan kebenaran negara asing yang terlibat. Sehingga kerjasamaitu tidak merugikan Indonesia. Data nasional menjadi bancakan negara asing. Paparan terpenting adalah sistem pengelolaan datanya. Indonesia menjadi pengelola utama PDN. Ataukah sekadar tuan rumah yang hanya berfungsi sebagai konsumen penitip data. Sedangkan pengelola utama PDN ditangan asing. Yang secara politik berpotensi merugikan keamanan, pertahanan, dan rahasia negara.
Karena itu, Karding berharap, pengelolaan utama atas PDN itu di tangan Indonesia. Tidak hanya integrasi datanya. Termasuk teknologi dari data center. Bukan dikelola negara asing. Yang beresiko terjadinya kebocoran rahasia negara. Rahasia pertahanan dan keamanan NKRI.
“Sebaliknya jika pengelola utama di tangan negara asing, Komisi I akan mengusulkan kerjasama itu dibatalkan. Tidak perlu dilanjutkan. Kebocoran data di PDN pasti terjadi, karena negara asing memiliki akses masuk ke sistem dan menambang data,” ujar suami dari Desiani Puspitaningtias ini.
BIBIT POTENSIAL
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta pada 30 Januari silam telah mempertanyakan, langkah Kemenkominfo yang membangun PDN dengan bantuan dana asing. Menurutnya, langkah tersebut berpotensi membuka penambangan data nasional oleh asing.
“Mengapa untuk bangun data center, yang merupakan infrastrukfur vital pemerintah, harus dengan dana asing? Semua data pemerintah akan ada dalam pusat data tersebut. Wajar timbul kekhawatiran ada campur tangan asing di situ,” kata Sukamta saat itu.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berkata, pelibatan Perancis dalam pembiayaan pembangunan PDN merupakan bukti Indonesia tidak bisa mandiri. Sementara tanggungjawab pemerintah adalah menjaga kedaulatan negara secara utuh.
Tak dipungkiri, kerja sama pembangunan PDN tersebut sangat mengkhawatirkan, kalau saja Perancis fungsinya nanti tak sekadar investor. Namun terlibat langsung dalam pengelolaan sistem dari spesifikasi teknis dan implementasi.
“Indonesia sebenarnya memiliki banyak pemain lokal yang kompeten untuk dilibatkan dalam pembangunan PDN tersebut. Para pemain lokal saat ini sudah diakui secara global. Banyak yang berkarier di Silicon Valley di selatan San Fransisco Bay Area, California Amerika Serikat. Fakta itu harus jadi pertimbangan pemerintah, bahwa Indonesia kaya bibit-bibit kompeten yang dapat dimanfaatkan negara. Bukan terus-terusan bergantung dari asing dan aseng,” ujarnya.
JARINGAN PEMERINTAH
Sebagai informasi, dalam diskusi virtual yang berlangsung pada 25 Agustus lalu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel A. Pangerapan mengabarkan, pemerintah akan membangun Government Cloud. Proyek ini bagian dari langkah transformasi digital pemerintah.
Samuel mengatakan, saat ini ada 2.700 data center dan room server. Dari jumlah itu, hanya 3 persen yang dinyatakan layak sebagai data center. Sisanya hanya merupakan room server yang sangat minimalis.
Selain itu, Samuel mengaku, pihaknya menyiapkan jaringan pemerintah yang tidak pernah didesain. Padahal, jaringan itu sangat diperlukan ketika memasuki ruang digital. Tanpa teknologi jaringan yang bagus, sangat rentan terhadap serangan siber. Karena itu, jaringan pemerintah tersebut didesain.
Lebih lanjut, Samuel mengaku, pemerintah sudah memutuskan membangun dua data center besar. Berdasarkan presentasi, biaya pembangunan dua data center itu bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) negara Perancis dan Korea Selatan.
“Pembahasan saat ini yang berlaku, apakah cuku dua negara saja. Ataukah diperlukan lebih dari dua negara tersebut,” tambahnya.
Data center itu, diakui, nantinya akan terkoneksi dengan data center yang sudah ada. Misalnya data di BPPT, Dukcapil Kemendagri, hingga Kementerian Keuangan. Semua data tersebut nantinya akan dioperasikan menjadi satu layanan cloud yang tersambungkan.
Status Cloud itu, menurut dia, dibangun oleh Kominfo dengan APBN. Untuk sistem keamanan dipegang oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Sementara data center (PDN) akan dikelola Kominfo, dengan usulan dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) berupa Balai Besar Infrastruktur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). (rim)