SEMBRONO berpendapat Kota Surabaya Zona hijau Covid-19, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini [kanan] memanen kecaman dan kritikan yang merepotkan Dinas Kesehatan pemkot Surabaya untuk melakukan revisi pendapat.

Tidak faham konsep penetapan status zonasi Covid-19 suatu daerah. Ataukah memang sengaja melemparkan pendapat berarti ganda, dengan tujuan untuk mengkilapkan karier politiknya. Namun, pendapat Tri Rismaharani yang ngotot mengklaim Kota Surabaya masuk zona hijau Covid-19, justru memanen kecaman. Tidak hanya datang dari Satgas Covid-19 Nasional dan epidemiologi saja. Tapi juga datang dari anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan. Sehingga Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya harus kalang kabut melakukan revisi. Yang mengundang senyum sinis di peta nasional.

by Prima Sp Vardhana/ bongkah.id

ads

WALI Kota Surabaya Tri Rismaharini kembali berstatement kontroversi. Yang membuat bingung masyarakat Kota Pahlawan. Alumni ITS itu ngotot menyebut Kota Surabaya sudah zona hijau Covid-19. Faktanya dalam peta resmi Satuan Tugas Covid-19 Jawa Timur masih berwarna merah. Daerah yang masih terkategori memiliki resiko penularan sangat tinggi. Status dan warnanya di peta Jawa timur sama dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang Gresik, Kota Malang, Kota Batu dan Kota Mojokerto.

Tak pelak lagi, klaim Risma itu menuai polemik. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menolak memberikan pernyataan terkait klaim Risma tersebut. Mantan Menteri Sosial ini hanya menegaskan, penetapan status zona suatu daerah terkait penularan Covid-19 ditentukan oleh pemerintah pusat. Ditetapkan oleh Satgas Covid-19 Nasional. Bukan oleh pemerintah provinsi. Apalagi pemerintah kabupaten atau kota.

“Yang menentukan status zona sebuah daerah itu bukan pemkot, pemkab, atau pemprov. Status zona terkait penularan dan penanggulangan Covid-19 merupakan kewenangan Satgas Covid-19 Nasional. Penentuan status zona itu ada perhitungannya. Bukan ditetapkan secara instant dan dadakan,” kata Khofifah saat ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya.

Status zona sebuah daerah, menurut alumni Fisip Unair ini, setiap Selasa malam selalu dirilis oleh Satgas Covid-19 Nasional melalui sistem informasi Bersatu Lawan Covid-19 atau (BLC). Pemprov Jatim biasanya juga ikut mengunggah dari BLC untuk update zonasi peta. Karena itu, pemerintah daerah hendaknya tidak mencampuri hak Satgas Covid-19 Pusat dalam menetapkan status zonasi daerah. Lebih baik diam jika tidak faham dan tidak mengerti sistem dan proses penetapan status zonasi sebuah daerah, terkait penularan Covid-19 di daerahnya.

Sementara Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan pembagian zona risiko wilayah secara resmi hanya dilakukan di tingkat pusat. Bukan dilakukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten, atau kota. Penetapan itu berdasar pengumpulan data zona risiko Covid-19 di tiap kabupaten/kota. Yang dikumpulkan Kementerian Kesehatan.

Data itu selanjutnya diintegrasikan di situs resmi penanganan Covid-19 di Indonesia. Selanjutnya penentuan zona risiko tersebutini didasari pada 15 indikator. Yang dibagi lagi berdasarkan kajian epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

“Zonasi nasional secara resmi hanya dilakukan Satgas Covid-19. Data itu bisa diakses di www.covid19.go.id. Dalam situs resmi itu terlihat secara nasional seluruh data dari kabupaten/kota terintegrasi jadi satu. Silakan akses data ini untuk menjadi acuan bersama,” kata Wiku dalam konferensi pers melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (6/8/2020) siang.

Klaim Risma itu juga dibantah pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo. Windhu menyayangkan pernyataan tersebut. Pernyataan itu berpotensi disalahpahami masyarakat. Selain itu, cenderung menyesatkan.

“Saya tahu (Risma mengklaim Surabaya zona hijau Covid-19) dasarnya memang dari Rt (rate of transmission) yang dikeluarkan Kemenkes. Tapi data itu cuma sehari. Rt kalau belum 14 hari berturut-turut, belum termasuk zona hijau,” kata Windhu saat dikonfirmasi.

Windhu menjelaskan, tingkat penularan atau Rt Covid-19 di Kota Surabaya saat ini masih fluktuatif. Terkadang, angka tingkat penularan Covid-19 berada di atas angka 1 dan beberapa kali di bawah angka 1.

Agar suatu daerah berstatus zona hijau Covid-19, ditegaskan, angka tingkat penularan Covid-19 di daerah tersebut harus jauh berada di bawah angka 1. Harus berlangsung selama 14 hari berturut-turut. Dia pun menyindir klaim Risma yang menyebut Surabaya sebagai zona hijau Covid-19, dengan sebutan hijau semangka.

“Hijau di Kota Surabaya adalah hijau semangka. Jadi hijaunya di kulit tapi sesungguhnya dalamnya merah. Itu nanti malah menyesatkan, masyarakat akan keluyuran dan justru berbahaya,” ujarnya.

Windhu menilai, Risma terlalu terburu-buru mengklaim Surabaya masuk zona hijau. Ia mengingatkan tingginya angka tingkat kematian (fatality rate) akibat Covid-19 di Surabaya. Angka fatality rate di Surabaya, dua kali dari angka nasional.

“Surabaya masih tinggi, 8,9 persen. Sementara nasional kurang dari 4,5 persen. Sedangkan WHO targetnya 2 persen. Jadi tingkat keamanan di Surabaya masih jauh dari harapan. Tingkat penularan Covid-19 di Surabaya masih tinggi,” ujarnya. (bersambung)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini