GUBERNUR Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa [kiri] tegaskan, bahwa penentu status zonasi daerah merupakan wewenang Satgas Covid-19 Nasional. Bukan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.

Tidak faham konsep penetapan status zonasi Covid-19 suatu daerah. Ataukah memang sengaja melemparkan pendapat berarti ganda, dengan tujuan untuk mengkilapkan karier politiknya. Namun, pendapat Tri Rismaharani yang ngotot mengklaim Kota Surabaya masuk zona hijau Covid-19, justru memanen kecaman. Tidak hanya datang dari Satgas Covid-19 Nasional dan epidemiologi saja. Tapi juga datang dari anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan. Sehingga Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya harus kalang kabut melakukan revisi. Yang mengundang senyum sinis di peta nasional.

by Prima Sp Vardhana/ bongkah.id

ads

KARENA itu, Windhu meminta Risma dan Pemkot Surabaya tidak memberikan harapan palsu kepada masyarakat Surabaya, terkait kondisi penularan Covid-19. Saat pernyataan Risma disalahpahami, maka masyarakat akan berperilaku seolah-olah tidak sedang dalam pandemi Covid-19. Jika itu terjadi. Dapat dipastikan angka penularan Covid-19 di Surabaya akan makin tinggi.

Sebagaimana diketahui, saat menggelar video conference (vidcon) dengan para pedagang serta perwakilan masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Gunung Anyar, Sabtu (1/8/2020) lalu, Risma membahas penurunan penyebaran Covid-19 di Kota Pahlawan, khususnya di kawasan Gunung Anyar. Menurutnya, kondisi Surabaya saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya.

Hal itu diungkapkannya berdasar data dari Kemenkes, bahwa wilayah Surabaya tingkat penularannya sudah menurun. Sebaliknya tingkat kesembuhan kian meningkat. Risma bahkan tak ragu menyebut Surabaya sebagai zona hijau Covid-19.

Dengan status Surabaya sudah masuk zona hijau, Risma menilai, wilayah Gunung Anyar yang sebelumnya dilakukan pemblokiran lokal ke arah Pondok Candra, akan dibuka. Hal itu penting dilakukan. Supaya masyarakat dapat mengaktifkan kembali usahanya. Ia juga berharap warga hendaknya lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Dengan guyuran kecaman yang datang bergiliran atas klaim Risma yang sembrono tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita mengklarifikasi, bahwa yang dimaksud dengan hijau adalah Rt bukan zona. Menurutnya, selama dua pekan terakhir, angka reproduksi efektif (Rt) Covid-19 di Kota Pahlawan terkendali.

Dari semula RT Covid-19 Surabaya berwarna merah, kemudian berangsur kuning, dan dalam dua pekan terakhir berubah menjadi hijau. Febria menjelaskan, warna hijau tersebut karena selama 14 hari terakhir, tepatnya mulai 21 Juli-3 Agustus, Rt di Surabaya kurang dari angka satu. Artinya, penularan Covid-19 di Surabaya sudah dapat dikendalikan.

“Ingat lho yaa, saya tidak bicara zona. Tetapi bicara Rt yang sudah hijau dengan penularan kasus sudah dapat dikendalikan. Teorinya, penyakit kemungkinan akan hilang dari populasi. Jadi, sekali lagi angka Rt di Surabaya sudah berwarna hijau,” katanya.

Dalam menentukan Rt itu, menurutnya, terdapat tiga simbol warna yang digunakan untuk menggambarkan angka penularan kasus. Warna merah. Artinya angka penularan di atas satu, dan penyakit akan semakin menyebar dan jadi wabah di populasi.

Sedangkan yang kedua, warna kuning. Artinya penularan sama dengan satu dan penyakit akan konstan ada. Tidak bertambah dan tidak berkurang di populasi, sehingga menjadi endemis. Yang ketiga, warna hijau. Artinya nilai penularan di bawah satu dan penyakit dapat terkendali.

“Nah, Surabaya sudah warna hijau dan artinya penyakit sudah terkendali,” ujarnya.

Angka Rt Covid-19 Surabaya, diakui, dihitung dengan dasar data onset. Mulai 26 Februari hingga 3 Agustus 2020. Setara dengan 160 hari. Pada 21 Maret–23 Mei yang bertepatan pada PSBB tahap satu dan dua, RT Surabaya berwarna merah. Kemudian pada 24–25 Mei membaik menjadi kuning. Berikutnya, pada 26 Mei–4 Juni berubah menjadi warna hijau. Selanjutnya pada 5–6 Juni 2020 berubah menjadi kuning lagi. Dan, pada 7 Juni berwarna merah.

“Lalu 8–10 Juni masuk warna kuning. Pada 11-12 Juni berwarna merah. Kemudian 13-15 Juni kembali berwarna kuning. Terus begitu, berubah-ubah sangat dinamis. Tetapi yang paling lama warna hijau ini adalah dua minggu terakhir, semoga bisa konsisten,” ujar Febria.

Terkait polemik yang disulut kengototan Risma, bahwa Kota Surabaya sudah status zona hijau Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen meminta, hendaknya kepala daerah memperbaiki komunikasi publiknya. Tidak hobi berpentapat kontroversi. Juga, pendapat yang memiliki arti ganda. Kebiasaan itu merupakan karakter buruk. Yang merugikan rakyat.

“Ini hal serius yang harus segera ditangani. Informasi publik yang komprehensif dengan manajemen yang baik, tentu saja sebuah keharusan agar kita bisa melewati pandemi ini dengan selamat,” kata politikus PDI Perjuangan tersebut.

Seharusnya, pemerintah daerah (pemda), pemerintah provinsi (pemprov), dan pusat memberikan informasi satu pintu. Yang melibatkan pakar-pakar kesehatan terkait, sehingga tidak tumpang tindih informasi. Di antara pandemi di Indonesia, selain penularan virus corona, juga pandemi penyesatan informasi dan tumpang-tindih data kesehatan yang membingungkan rakyat.

“Terkait perkembangan informasi Covid-19 dan pandemi, pemerintah seharusnya menata sistem informasi agar akurat dan mudah diakses publik. Prinsipnya satu. Jika tidak faham, gak usah berpendapat. Titik,” kata Nabil. END

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini