bongkah.id – Rumah Sakit saat ini sedang mengalami masa sulit. Bertarung dengan pandemi Covid-19. Karena itu, jangan dituduh rumah sakit ingin memperkaya diri dari pasien Covid-19.
Demikian statemen Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih saat dihubungi melalui telepon, Minggu (4/10/2020).
Pernyataan Daeng tersebut untuk merespons tudingan Kepala Staf Presiden Moeldoko, yang mengatakan banyak rumah sakit mencari keuntungan dari kematian pasien Covid-19. Salah satunya dengan memaksa pasien mengaku kena corona.
Rumah sakit saat ini, ditegaskan, justru kesulitan beroperasional. Banyak klaim pembayaran pasien Covid-19 yang belum dibayarkan Kementerian Kesehatan. Sementara pasien non Covid-19 juga menurun. Kondisi itu membuat biaya operasional rumah sakit ikut berkurang.
Menurut dia, Pemerintah hendaknya bertindak bijaksana dalam berstatemen. Jangan menuduh RS memperkaya diri. Saat ini semua itu rumah sakit ambruk. Sebab fokus membantu saudara kita yang terpapar Covid. Sementara pasien umum tidak berani ke rumah sakit.
“Permasalahan ini harus klir. Kasihan manajemen rumah sakit. Klaim masih belum dibayar. Pemasukan dari pasien umum mengalami kemerosotan. Beban pelayanan untuk Covid luar biasa. Status itu membuat rumah sakit kelimpungan,” katanya.
Karena itu, dia mempertanyakan, mekanisme pemalsuan data pasien Covid-19 yang dimaksud Moeldoko. Pasalnya sangat sulit untuk memalsukan data pasien Covid-19. Ini karena harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
Selain itu, rumah sakit selalu mengikuti petunjuk teknis (juknis). Untuk pembayaran klaim pasien Covid-19 yang diatur Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Pedoman tersebut diatur dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang juknis klaim penggantian biaya pelayanan pasien penyakit infeksi emerging tertentu bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19.
Dalam juknis tersebut, ditambahkan, hanya biaya perawatan Covid-19 yang ditanggung pemerintah, meski pasien tersebut merupakan komorbid, komplikasi, atau co-insidens. Sementara biaya perawatan untuk merawat gejala komorbid, komplikasi, dan co-insindens di luar pembiayaan Covid-19. Tanggungan biaya ini dibayarkan oleh asuransi kepesertaan pasien. Atau dibayarkan mandiri oleh keluarga.
Berdasar pada semua persyaratan klaim pasien Covid-19 yang diatur Kemenkes, ditegaskan Daeng, sesungguhnya amat sulit meng-Covid-kan pasien umum agar klaim dari pemerintah dapat cair. Pertama, pasien positif atau negatif, harus dibuktikan dengan hasil laboratorium. Selanjutnya ada verifikator dari BPJS di rumah sakit. Tugas verikator tersebut memberikan keputusan terkait persetujuan klaim.
“Sudah pasti verifikator sangat ketat. Karena itu, sampai sekarang klaim terbayar itu sangat kecil. Jika ada RS yang mempositifkan pasien, saya sebenarnya agak meraba-raba bagaimana caranya. Ini karena RS menerapkan pedoman Kemenkes dalam melakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Kendati demikian, ditegaskan, bahwa PB IDI sangat mendukung dilakukannya proses hukum terhadap oknum yang sengaja meng-Covid-kan pasien demi keuntungan pribadi. Ketegasan itu harus dilakukan, sehingga tidak ada rumah sakit yang dirugikan akibat perilaku seorang oknum pekerja rumah sakit.
“Intinya kalau ada oknum, ya ayo kita tindak secara hukum, kita selesaikan. Tapi sejauh ini rumah sakit melakukan pemeriksaan dan perawat, yang menggunakan pedoman dari Kemenkes,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indoensia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi juga merespon tudingan Moeldoko, bahwa rumah sakit dan tenaga medis mencari untung saat pandemi Covid-19. Menurutny,a rumah sakit selama ini telah mengikuti pedoman dari Kemenkes terkait klaim pasien Covid-19. Karena itu, tudingan tersebut sangat berlebihan. Pun menyinggung rasa pengabdian tulus iklas yang telah diberikan rumah sakit, terhadap para pasien Covid-19 di Indonesia. Harapannya tudingan tersebut tidak meruntuhkan semangat kemanusiaan yang dimiliki dokter, dan para perawat di rumah sakit.
“Asosiasi menjamin semua anggotanya senantiasa berusaha keras, dengan sekuat tenaga dan ridho-Nya, untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Semoga tudingan dari Pak Moeldoko sebagai Kepala Staf Keprisidenan itu tidak menyinggung rasa kemanusian tim dokter, nakes, dan manajemen rumah sakit di Indonesia,” katanya. (rim)