Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan memvonis wartawan M Asrul 3 bulan penjara atas kasus yang berkaitan dengan laporan jurnalistik (berita) yang ditulisnya. Foto inset: M Asrul di dalam bui.

Bongkah.id – Vonis 3 bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan, kepada wartawan Muhammad Asrul, Selasa (23/11/2021), menuai kritikan keras dari Dewan Pers. Putusan tersebut dinilai sebagai bentuk penyimpangan terhadap prinsip Kemerdekaan Pers di Indonesia.

Dewan Pers merasa sangat prihatin dan menyesalkan pemidanaan seorang wartawan karena karya jurnalistiknya.  Sebab, seharusnya permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan diselesaikan melalui mekanisme UU Nomor 40/1999 tentang Pers.

ads

“Kasus pemberitaan atau karya jurnalistik dengan menggunakan undang-undang lain di luar UU Pers adalah sebuah penyimpangan terhadap komitmen untuk menjaga prinsip-prinsip kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Ketua dewan Pers Mohammad Nuh melalui keterangan tertulis, yang diterima redaksi, Senin (29/11/2021).

Nuh menilai, Perkara yang menyangkut jurnalistik yang dilakukan oleh seorang wartawan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Kasus yang berkaitan dengan jusnalistik, imbuhnya, merupakan lex specialis legi generali dari Undang-undang lainnya terhadap kasus-kasus yang menyangkut pemberitaan atau karya jurnalistik.

“Wartawan atau perusahaan pers bukanlah pihak yang kebal hukum. Namun apabila yang dipermasalahkan dari wartawan atau perusahaan pers adalah kinerja jurnalistiknya, semestinya proses penyelesaiannya berdasarkan UU Pers Nomor 40/1999. Penyelesaian perkara melalui mekanisme hukum lain pasti bakal menurunkan indeks demokrasi,” tandasnya.

Muhammad Asrul dijerat pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Palopo, lebih ringan dari tuntutan dari jaksa.

Pemidanaan tersebut lantaran dia memberitakan dugaan korupsi yang dilakukan Farid Judas Karim. Dalam laporan jurnalistiknya, Asrul menulis tiga berita terkait korupsi itu pada April 2019.

Yakni berjudul “Putra Mahkota Palopo Diduga ‘Dalang’ Korupsi PLTMH dan Keripik Zaro Rp11 M’, “Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas”, dan “Jilid II Korupsi jalan Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik Untuk Farid Judas?”.

Dewan Pers juga memberi advokasi kepada Muhammad Asrul. Antara lain dengan menghadirkan saksi ahli saat proses penyidikan.

Saksi ahli pers pada intinya menyatakan bahwa kasus yang menimpa Asrul  merupakan pelanggaran kode etik jurnalistik. Di mana mekanisme penyelesaian perkara tersebut seharusnya melalui Dewan Pers.

“Dewan Pers tidak berhenti untuk selalu mengingatkan kepada seluruh perusahaan pers agar menaati Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers, khususnya menyangkut kewajiban perusahaan pers untuk memiliki badan hukum Indonesia, memiliki penanggung jawab bersertifikat wartawan utama, memiliki wartawan bersertifikat, terdaftar di Dewan Pers, dan menaati Kode Etik Jurnalistik,” tegas Nuh. (bid)

2

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini