RELAWAN pemenangan Cawali Surabaya Machfud Arifin, David Andreasmito (kanan) usai melaporkan tiga akun medsos yang memfitnah dirinya.

bongkah.id – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri selama ini sangat populer dalam menangani cuitan pengurus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Kesaktian itu kini mendapat ujian lewat laporan drg David Andreasmito di Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, Senin (26/10/2020). Pengusaha alat kesehatan (Alkes) itu melaporakan beberapa akun medsos, yang dinilai memfitnah dirinya dan calon wali kota (Cawali) Surabaya Machfud Arifin.

Beberapa akun medsos yang dilaporkan itu adalah akun instagram @di._.rante, akun twitter @digeeembokFC dan akun facebook Rahmayanti Maya Dokter Mey. Ketiga akun tersebut memfitnah pelapor sebagai beking cawali Surabaya Machfud Arifin, yang mantan Kapolda Jatim. Akun-akun itu, kata dia, disangkakan dengan Pasal 27 ayat 3 jo 45 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

ads

“Saya melaporkan akun instagram dengan nama @di._.rante, akun twitter @digeeembokFC dan akun facebook Rahmayanti Maya Dokter Mey ke Polda Jatim,” kata David Andreasmito di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.

Menurut dia, beberapa akun media sosial tersebut telah memfitnah dirinya. Dia disebut “menjadi backing Calon Wali Kota Surabaya Machfud Arifin“, “calon wali kota hutang jasa ke mafia alkes“, dan “hutang jasa dibalas proyek“. Beberapa keterangan yang merusak citra dan pembunuhan karakter terhadap dirinya sebagai warga negara Indonesia. Pun sebagai pengusaha alat-alat kesehatan.

Dalam cuitan para akud medsos itu, ditambahkan, selalu dilampiri foto dirinya dan cawali Machfud Arifin dengan keterangan “Calon Walkot Surabaya Dibekingi Mafia Alkes”, “Machfud Arifin siapkan karpet merah untuk mafia alkes”, “Mafia alkes siap rampok APBD Surabaya”, dan beragam foto dan caption yang menyerang secara personal. Pun menjurus pada fitnah.

“Semua cuitan para akun medsos itu merupakan bagian dari black campaign untuk merusak citra Pak Machfud Arifin yang maju Pilwali Surabaya 2020. Tampilan foto dengan keterang memfitnah itu menjurus ke fitnah. Karena itu, saya laporkan ke Polda Jatim demi penegakan hukum dan keadilan di Indonesia,” ujarnya.

Selain menebarkan fitnah, dikatakan, beberapa akun medsos itu telah melakukan penyebaran hoax, adu domba, mengganggu ketentraman warga Surabaya, dan meresahkan warga Surabaya dalam menghadapi Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.

Ditambahkan, selama ini dirinya sering difitnah. Namun, kali ini dirinya tidak bisa tinggal diam. Sebab fitnah tersebut dikaitkan dengan Pilkada Surabaya 2020. Fitnah tersebut merupakan black campaign. Fitnah tersebut disebarkan sebagaimana meghadang pencalonan Bupati Anas saat maju Pilgub Jatim 2018.

“Saya menduga ada pihak-pihak yang ingin menyerang dan mencari-cari kesalahan Pak MA. Namun tidak bisa menemukan, karena Pak MA orang yang lurus saat berkarier di Polri, peduli pada warga Surabaya khususnya dan Jatim umumnya. Karena itu, saya yang diserang sebagai bahan kampanye hitam, hanya karena saya menjadi relawan pemenangan Pak MA. Ini kotor dan keji,” katanya.

Demi mengamankan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 ini, pria yang karib dipanggil David ini meminta, Polri segera mengungkap dan menangkap pelaku penyebar hoaks, fitnah dan mengganggu ketentraman warga Surabaya. Diyakini proses itu dapat dilakukan dengan mudah, karena selama ini Polri telah membuktikan diri mampu mengungkap dan menangkap para penyebar hoax di Indonesia. Demikian pula saat menangani cuitan akun medsos, yang menebarkan kebencian dan perseteruan terkait penolakan UU Cipta Kerja.

Berdasa kampanye hitam dan hoax yang disebarkan beberapa akun medsos yang dilaporkan maupun yang belum dilaporkan, David meminta warga Surabaya untuk tidak percaya pada berita hoax tersebut. Dia tegaskan, hubungannya dengan cawali Surabaya Machfud Arifin hanya sebatas sebagai relawan pemenangan. Tidak punya hubungan khusus.

Diakui, dirinya memilih menjadi relawan cawali Syrabaya Machfud Arifin, karena ingin menjadi saksi terjadi perubahan terhadap sistem pemerintahan Pemkot Surabaya. Yang selama ini hanya indah dalam kemasan media, tapi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat Surabaya.

BUKTI KEGAGALAN RISMA

Pendapat David tersebut ada benarnya jika dikaitkan dengan keputusan seorang warga Surabaya, Yaidah (51) yang terpaksa mengurus akta kematian anaknya ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia nekat ke Jakarta setelah mengurus lebih dari sebulan di Dispendukcapil Surabaya tak kunjung jadi. Bahkan diombang-ambingkan oleh pihak kelurahan dan dispendukcapil.

Warga Perum Lembah Harapan, Lidah Wetan, Lakarsantri itu mengatakan, awalnya ia mengurus akta kematian anak keduanya, Septian Nur Mu’aziz (23), yang meninggal pada Juli 2020. Ia kemudian berinisiasi mengurus ke kelurahan Lidah Wetan, Lakarsantri. Sesampai di kelurahan, ia disuruh mengurus surat keterangan meninggal ke rumah sakit. Namun saat surat akan diserahkan, kelurahan di-lockdown sebab ada petugasnya yang meninggal akibat Covid-19.

Kendati demikian, Yaidah mengaku tanggal 25 Agustus, seluruh berkas persyaratan untuk pengajuan akta kematian telah diserahkan. Dari kelurahan, berkas tersebut kemudian dikirim ke Dispendukcapil. Namun, sampai berhari-hari ditunggu, rupanya akta kematian itu tak kunjung datang. Bahkan ia mengaku sempat bolak-balik menanyakan ke pihak kelurahan. Adapun alasannya karena data untuk almarhum anaknya belum bisa diakses.

Akhirnya, pada 21 September, Yaidah mendatangi Dispendukcapil Surabaya di Siola dengan membawa berkas yang diserahkan ke kelurahan. Tapi apa daya di sana ia juga menemui jawaban yang sama. Akta belum bisa diakses.

Tak hanya itu, Yaidah juga merasa diperlakukan kurang ramah oleh sejumlah petugas di Dispendukcapil Surabaya di Siola. Di sana ia merasa dipermainkan dengan disuruh kembali ke kelurahan.

Alhasil, Yaidah semakin emosi mendengar itu. Padahal ia sudah menunggu selama berjam-jam. Petugas itu kemudian menerangkan, bahwa data kematian anaknya tak bisa diakses karena ada tanda petik atas di nama anaknya. Dan hal itu harus menunggu konsultasi dari Kemendagri terlebih dahulu.

Merasa putus asa, Yaidah kemudian memutuskan untuk pergi ke Kemendagri di Jakarta. Ia kemudian pamit ke suaminya dan pergi dengan kereta seorang diri.

“Akhirnya saya izin suami mau nekat berangkat ke Jakarta. Saya dari Senen naik ojek online ke Kemendagri pusat, ternyata salah. bukan di situ, kalau masalah akta kematian, kelahiran dan lain-lain masalah catatan sipil itu itu di Dirjen Dukcapil di Jakarta Selatan,” tukas Yaidah. (rim)

3

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini