PENUTUPAN total Bundaran Waru, Surabayan, oleh Polda Jatim melahirkan kemacetan total. Pun hujan kecaman masyarakat. Ini karena kebijakan penutupan total tersebut diterapkan tanpa sosialisasi.

bongkah.id  – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur melakukan penutupan total kawasan Bundaran Waru. Depan Mal City of Tomorrow (CITO) Surabaya. Penutupan diagendakan mulai tanggal 7 hingga 20 Juli 2021.

Kebijakan itu untuk mengurangi mobilitas warga yang hendak memasuki Kota Surabaya. Pun menanggulangi dan memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. Ironisnya kebijakan mulia itu dilakukan tanpa sosialisasi, sehingga sangat merugikan masyarakat pengguna lalu-lintas.

“Bundaran Waru ini pintu utama untuk masuk Kota Surabaya. Tempat ini adalah akses utama. Masuknya kendaraan dan orang. Dengan menutup Bundaran Waru, maka mobilitas warga akan terhenti,” kata Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur Kombes Pol Latif Usman saat berada di Bundaran Waru arah Kota Surabaya, Rabu (7/7/2021).

Menurut dia, keputusan menutup Bundaran Waru tersebut berdasarkan hasil analisa dan evaluasi (anev) dalam beberapa hari dilakukannya penyekatan. Dari hasil anev tersebut diputuskan dilakukan penutupan, dengan melakukan pemilahan pengendara yang hendak masuk secara ketat.

“Hasil evaluasi sudah ada penurunan hari pertama dan kedua. Mulai penyekatan pada hari kelima dilakukan pemilahan, ternyata masih padat sekali. Karena itu, ditetapkan untuk penutupan total selama 24 jam,” ujarnya.

Penutupan Bundaran Waru Surabaya itu dalam penerapannya, dikatakan, berlaku untuk seluruh kendaraan. Roda dua maupun empat dilarang masuk. Nopol L dan W juga dilarang masuk. Kebijakan memutarbalik pengendara akan dilakukan petugas, senyampang mereka tidak memiliki urgency (kepentingan tertentu). Demikian pula, tak dilengkapi berkas-berkas pendukung seperti surat tes usap dan vaksin.

“Kalau penting, silakan pengendara mencari jalur alternatif lain untuk masuk Kota Surabaya. Yang tidak berkepentingan, lebih baik di rumah saja selama masa PPKM Darurat ini,” katanya.

Diakui, salah satu pertimbangan penutupan jalur Bundaran Waru Surabaya, akibat mobilitas warga yang masih tinggi. Ini karena jalur tersebut merupakan titik tumpu pengendara dari sejumlah daerah, yang hendak memasuki kota Surabaya dari sisi selatan.

Tak dipungkiri, bahwa dirinya sangat maklum dengan keluhan dari masyarakat. Namun, Polda Jatim mengambil kebijakan tersebut, karena lebih mementingkan keselamatan dan kesehatan masyarakat selama menerapkan aturan PPKM darurat.

“Kita dimarahi warga, ya sudah. Yang penting, kita melaksanakan aturan. Menjaga agar Covid-19 tidak menyebar, dan mobilitas masyarakat bisa turun,” tutur dia.

Sebagaimana diketahui, penutupan kawasan Bundaran Waru Surabaya mulai Rabu (7/7) itu berlaku mulai pukul 09.00 WIB. Ratusan water barrier warna oranye dibentangkan menutup jalan. Selama penutupan, pengendara motor dan mobil tak diperkenankan melintas. Kendaraan pelat L dan W yang sebelumnya diperkenankan masuk, kini tak diizinkan, kecuali mobil ambulans dan swab hunter.

Puluhan petugas gabungan dari Polri dan TNI dengan senjata lengkap, hingga dinas perhubungan disiagakan. Tugas mereka menghalau pengendara yang masih nekat melintas. Pelaksanaan ini berlangsung selama 24 jam. Setiap hari akan dilakukan evaluasi. Saat volume mobilitas masyarakat sudah berkurang, maka kebijakan pemilahan sesuai Instruksi MendagriNomor 15 Tahun 2021 akan diterapkan.

KEMACETAN MENGULAR

Akibat kebijakan penutupan Bundaran Waru, Surabaya, yang tanpa sosialisasi itu, membuat ratusan kendaraan terjebak dalam kemacetan panjang. Semua pengendara mengaku sangat kecewa atas kebijakan yang dilakukan Polda Jatim itu, tanpa melakukan sosialisasi. Sehingga mereka merasa sangat dirugikan.

“Tujuan Polda Jatim menutup total Bundaran Waru, Surabaya, itu sangat baik. Memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Namun, tujuan baik itu jangan dinodai dengan proses penerapan yang sembrono. Tanpa didahului sosialisai. Apakah Polda Jatim mau bertanggungjawab jika karyawan yang telat masuk itu ditegor, bahkan dipecat oleh perusahaannya,” kata seorang pengendara motor berpelat nopol L, Rohman disela-sela barisan kendaraan yang terjebak kemacetan.

Senada dengan Rohman, Alan warga Surabaya yang berdomisili di Waru, Sidoarjo juga mengaku geram dengan penutupan jalan yang tanpa sosialisasi itu. Dia yang hendak berangkat bekerja jadi bingung menuju tempat kerjanya.

“Seharusnya yang ditertibkan kantornya bukan jalannya. Kalau kantor libur pasti tidak akan ada orang yang keluyuran masuk Kota Surabaya seperti ini,” katanya dengan otot leher menonjol.

Keluhan senada yang mengecam kebijakan penutupan Bundaran Waru tanpa sosialisasi itu, juga disampaikan para pengendara lain. Menurut mereka, masyarakat sangat mendukung kebijakan Polda Jatim untuk mengurangi mobilitas masyarakat dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Namun, dengan penerapannya yang tanpa sosialisasi itu, maka masyarakat mengaku sangat diragukan.

“Polda Jatim kalau mau menutup Bundaran Waru itu sosialisaikan minimal tiga hari sebelumnya, sehingga para pemakai jalan ini sejak dari rumah pada hari ini sudah merancang jalur alternatif yang akan dilewati. Jika diputuskan dadakan seperti ini, bukan kemuskilan kebijakan ini lahir secara dadakan tanpa direncanakan sebelumnya,” kata seorang tenaga kesehatan di RSUD Dr. Soetomo. (bid-02)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here