bongkah.id — Selama tiga hari, 3–5 Desember 2025, para kades Sidoarjo memasuki lingkungan yang jauh dari zona nyaman mereka.
Mereka menjalani pelatihan di Puslat Rindam V/Brawijaya Malang. Tak ada kursi empuk, tak ada ruang rapat berpendingin udara.
Yang menanti mereka adalah lapangan luas, aba-aba tegas instruktur, serta serangkaian agenda pelatihan yang menuntut kedisiplinan tinggi.
Melalui program Retret Desa Beraksi, mereka bukan hanya belajar administrasi atau regulasi, tetapi menjalani sebuah proses pembentukan karakter, yakni perpaduan antara disiplin militer, pembekalan hukum, hingga penguatan etika publik.
Di bawah arahan pelatih TNI Rindam V/Brawijaya, dan dibekali materi dari Polresta, Kejaksaan, hingga KPK, retret ini menjadi sebuah ruang refleksi sekaligus penguatan integritas bagi para pemimpin desa.
Program ini merupakan bagian dari inisiatif Desa Beraksi (Desa Bersih dan Anti Korupsi) yang diinisiasi Pemkab Sidoarjo.

Mengawali Langkah dari Barak
Retret resmi dibuka Bupati Sidoarjo, H. Subandi, pada Rabu (3/12/2025).
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa penguatan integritas harus dimulai dari desa sebagai unit pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan pelayanan publik.
“Program ini selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi yang menekankan pentingnya pencegahan melalui penguatan tata kelola dan partisipasi masyarakat,” ujar Subandi.
Menurutnya, tata kelola yang bersih dan akuntabel tidak mungkin terwujud tanpa kesadaran penuh para pemimpin desa, termasuk keberanian untuk membuka proses pemerintahan kepada masyarakat.
Tak Sekadar Slogan
Bupati Subandi menegaskan bahwa Desa Beraksi tidak boleh berhenti sebagai slogan. Integritas, katanya, adalah kewajiban moral sekaligus administratif yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
Retret ini, menurutnya, menjadi ruang penting untuk memperbarui cara pandang dan cara kerja para pemimpin desa.
Menata Masa Depan
Tiga hari pelatihan mungkin terasa singkat, namun atmosfer barak, kedisiplinan latihan, dan dialog-dialog intensif dengan para pemangku hukum meninggalkan kesan mendalam.
Bagi sebagian kades, momen ini menjadi pengingat bahwa amanah yang mereka emban bukan sekadar jabatan, tetapi tanggung jawab untuk menjaga uang rakyat, memastikan pelayanan publik berjalan baik, dan menciptakan desa yang lebih berdaya.
Retret ini menjadi ikhtiar membangun pondasi moral dan profesional bagi para pemimpin desa. Dari tempat yang sederhana yakni barak latihan militer, diharapkan lahir pemimpin-pemimpin desa yang mampu menjaga integritas dan memimpin dengan hati, logika, dan keberanian. (anto/wid)


























