by Prima Sp Vardhana/bongkah.id
TEMUAN PKS terkait pasal selundupan dalam UU Cipta Kerja yang dibagikan Mensesneg Pratikno, sempat dibantah Pihak Istana. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan menyatakan, belum pernah mendengar revisi tersebut. Tidak ada perubahan UU Cipta Kerja usai disahkan. DPR dan pemerintah telah menyetujui UU Cipta Kerja secara bersama-sama.
“Diajukan revisi ke mana? Saya baru dengar ada revisi. Setelah disahkan DPR, tentunya substansi dan isi RUU tidak dapat diubah lagi,” katanya.
Sementara anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto membeberkan, bahwa pihak Istana sempat mengajukan revisi draf UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke pemerintah pada 14 Oktober lalu. Jumlahnya 158 item. Revisi ini yang mengakibatkan jumlah halaman UU Cipta Kerja menjadi berubah-ubah.
“Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf UU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam 88 halaman, berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020. Usulan revisi itu membuat dokumen UU dari 812 halaman menjadi 1.187 halaman,” katanya.
Untuk membuktikan temuannya tentang adanya pasal selundupan yang diusulkan pihak Istana, Mulyanto menyertakan sebuah tangkapan layar mengenai naskah UU yang disahkan oleh DPR. Demikian pula naskah RUU setelah direvisi atas usul Istana. Tertulis di judul tersebut, Usulan Perbaikan Berdasarkan Recall tanggal 16 Oktober 2020.
Menurut dia, perubahan draf final UU Cipta Kerja itu diduga berasal dari usulan Mensesneg. Dugaan itu diungkapkan, setelah pihak Istana membantah dugaan pasal selundupan di naskah final UU Cipta Kerja.
“Mungkin sebaiknya tanya ke Setneg tentang usulan revisi tersebut. Buktinya foto tangkapan layar yang saat ini sudah beredar di publik itu,” katanya lewat pesan singkat, Rabu (21/10).
Menurut dia, sampai saat ini fraksi PKS masih mengkaji perbedaan dua draf final. Draf 905 halaman yang disahkan DPR, dengan draf 812 halaman yang dikirim ke Presiden Joko Widodo. Demikian pula draf 1.187 halaman yang dibagikan Menteri Pratikno pada MUI dan PP Muhammadiyah. Dia berjanji akan membeberkan hasil temuan itu ke publik. PKS menargetkan kajian selesai pada pekan ini.
“Mudah-mudahan dalam minggu ini kajian beberapa draf final UU Cipta Kerja itu selesai. Nanti akan kami sampaikan hasilnya ke Baleg. Selain itu, kami buka ke publik,” ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin menjamin tidak ada pasal selundupan di dalam draf final RUU Cipta Kerja yang berjumlah 812 halaman, meskipun sempat beredar 4 versi draf dengan jumlah halaman berbeda. DPR tidak mungkin berani menyeludupkan pasal atau ayat ke dalam sebuah regulasi, karena hal tersebut termasuk tindak pidana.
“Saya jamin, sesuai sumpah jabatan saya dan seluruh rekan di sini. Kami tentunya tidak berani dan tak akan masukan pasal selundupan, apalagi dilakukan setelah undang-undang itu disahkan. Perilaku itu merupakan tindak pidana,” kata Aziz dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (13/10).
Kendati demikian, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas memaparkan, sempat terjadi simplifikasi atau penyederhanaan dalam proses edit draf UU Cipta Kerja itu. Perubahan terjadi terkait dengan Pasal 79, Pasal 88 A, dan Pasal 154 di klaster ketenagakerjaan. Pasal-pasal tersebut dalam rapat Panja UU Ciptaker di Baleg sudah diputuskan. Dikembalikan sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 161 hingga 172 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Terkait klaster ketenagakerjaan pada ayat di Pasal 79, Pasal 88 A dan Pasal 154, sebenarnya tidak mengubah substansi. Keputusan Panja mengembalikan kepada UU existing. Jadi, ketentuan Pasal 161 sampai dengan pasal 172 UU Ketenagakerjaan di tingkat Panja itu, kita putuskan kembali ke existing,” katanya.
Sementara pada saat dilakukan editing di dalam, dikatakan, terjadi disimplifikasi. Akhirnya dikembalikan ke posisinya, bahwa semua ketentuan Pasal 161 sampai dengan Pasal 172 itu dicantumkan di dalam Pasal 154 UU Cipta Kerja. EnD