by Viryan Aziz (viryangopi.id)/ Komisioner KPU
TANGGAL 4-6 September 2020 terdapat ratusan ribu warga dalam bentuk kerumunan massa saat pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) pilkada serentak 2020. Tersebar di 243 dari 270 atau 90% daerah penyelenggara pilkada yang membersamai 315 dari 735 bapaslon yang diterima pendaftarannya oleh KPU.
Kerumunan tersebut mencerminkan cara pandang kontestasi dengan cara lama masih melekat pada bapaslon dan tim sukses. Selain itu tentu sense of crisis atau komitmen bapaslon dan tim suksesnya terhadap protokol kesehatan Covid-19 dipertanyakan.
Seketika tuntutan penundaan pilkada hadir kembali. Ruang optimis surut menjadi pesimis karena sebagian peserta pemilihan sebagai salah satu aktor utama pilkada tidak memberi teladan baik. Bila tahap awal pencalonan saja seperti ini, bagaimana nanti dimasa kampanye?. Pertanyaan kunci ini hadir di banyak forum webinar belakangan ini.
Sebenarnya usulan penundaan pilkada telah hadir sejak Mei 2020 ketika tahapan pilkada akan dilanjut kembali. Namun KPU menjawab dengan adaptasi teknis penyelenggaraan secara cepat dan efektif. Konfirmasi efektifitas adaptasi pada tiga tahapan pertama pilkada yang telah berjalan.
Pertama, pelantikan badan adhoc dan bimtek yang berjalan di 46.745 desa/kelurahan. Sebagian diantaranya dilakukan secara daring; kedua, verifikasi faktual syarat dukungan pasangan calon. Ada 4,3 Juta pemilih yang didatangi jajaran badan adhoc dari rumah ke rumah; ketiga, pencocokan dan penelitian (coklit) data 105 Juta potensi pemilih setara dengan 46 Juta keluarga pemilih yg tersebar di 309 kabupaten/kota se Indonesia.
Ketiga tahap yang telah berjalan sampai hari ini tidak ada laporan petugas lapangan terinfeksi Covid-19. Kondisi ini berhasil meyakinkan banyak pihak bahwa bila tahapan penyelenggaraan pilkada serentak dilakukan dengan disiplin, akan terhindar dari paparan Covid-19.
Lebih jauh lagi dibanyak daerah, kehadiran petugas lapangan menggunakan APD (masker, pelindung wajah dan sarung tangan) memberi contoh langsung dimasyarakat bawah. Jajaran petugas lapangan KPU yang telah mendapat edukasi tentang protokol kesehatan Covid-19 turut mengedukasi lingkungan sekitarnya. Mereka dapat pula disebut sebagai agen perlawanan Covid-19.
PERPPU LAGI
Komitmen KPU tersebut sebagai bentuk upaya maksimal adaptasi teknis penyelenggaraan terhadap protokol kesehatan Covid-19. Namun upaya adaptasi KPU dibatasi oleh regulasi UU Pemilihan yang belum dilakukan adaptasi. Kerumunan yang terjadi pada tiga hari pendaftaran bapaslon bagian dari kendala regulasi. Tahapan berikutnya dimungkinkan hal serupa dapat terjadi kembali.
Mendesak dilakukan adaptasi dalam UU Pemilihan yang menjamin pelaksanaan tahapan pemilihan disiplin protokol kesehatan Covid-19. Adaptasi tersebut hanya bisa dilakukan dalam bentuk perppu pilkada lagi. Saya sampaikan hal ini pertama kali hari sabtu pagi, 12 september 2020. Saat itu webinar dilaksanakan Teman-teman LeSPK di Jogja.
Sebenarnya wacana adaptasi UU Pemilihan muncul sejak pemerintah mau mengeluarkan perppu pertama dibulan April-Mei 2020. Namun pilihan saat itu konservatif sebatas penundaan dan melanjutkan tahapan. Saat itu saya memandang perppu pertama dapat menjadi breakthrough pilkada (https://viryangopi.id/?p=326) yang salah satunya perihal pengaturan kampanye tradisional.
Untuk kondisi saat ini, kerumunan massal pada tiga hari pendaftaran menjadi lampu merah atau kondisi darurat yang genting untuk pemerintah menimbang mengeluarkan perppu pilkada kedua. Belajar dari pengalaman sebelumnya, sebaiknya perppu yang dikeluarkan tidak hanya sebatas fokus pada aspek kampanye saja.
Perlu juga memeriksa dan memastikan seluruh tahapan yang sedang dan akan berjalan sebagai kesatuan proses yang disiplin protokol kesehatan covid-19. Selain tahapan kampanye juga masa tenang, pemungutan suara, rekapitulasi dan penetapan hasil serta pengaturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19. Kebutuhan pengaturan mendesak berupa sanksi untuk setiap orang yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 seperti kerumunan dan bagi paslonnya. Perppu pilkada kedua seyogyanya dapat menjadi perppu pamungkas sebagai dasar hukum pengaturan teknis sampai penyelenggaraan pilkada selesai yang menjamin tidak hadirnya klaster baru penyebaran Covid-19.
Kebutuhan perppu penting dan bila ditempuh upaya ini oleh pemerintah, tidak keluar dalam waktu lama. Saat ini KPU sedang menyusun Peraturan KPU Kampanye yang kemudian dikutip secara tidak utuh oleh sejumlah media perihal KPU membolehkan kampanye dalam bentuk konser musik.
Selain menjamin penerapan prinsip Kesehatan dan keselamatan, ajang pilkada berpeluang menjadi sarana perlawanan Covid-19 secara nyata. Bila disiplin protokol Kesehatan Covid-19 terjadi diseluruh tahapan, bukan tidak mungkin tanggal 9 Desember 2020 nanti menjadi puncak perlawanan Covid-19. Lebih 100 Juta warga Indonesia datang ke TPS dengan kesadaran tinggi menerapkan protokol Covid-19. Menolak untuk berkerumun, disiplin menjaga jarak dan menggunakan masker. Semoga…END
*** Opini ini dikutip dari blog pribadi penulis. Redaksi bongkah.id sebagai editor naskah untuk menyesuaikan ejaan bahasa indonesia yang benar.