Bongkah.id – Ratusan orang menggeruduk Kantor Polres Jombang, Jawa Timur, Senin (14/3/2022). Mereka mendesak polisi menangkap Moch Subchi Azal Tsani, putra kiai pengasuh pondok pesantren ternama yang menjadi tersangka kasus pencabulan dan kekerasan seksual terhadap beberapa santriwati.
Subchi sudah 1 bulan menjadi buronan atau daftar pencarian orang (DPO) Polda Jawa Timur. Namun hingga sekarang, polisi belum berhasil meringkus tersangka.
Dalam unjuk rasa tersebut, FRMJ mengusung dua tuntutan. Pertama memintan Kapolda Jatim menegakkan hukum dan keadilan. Kedua, meminta Kapolda Jatim segera menangkap MSA yang sudah ditetapkan menjadi DPO atas dugaan tindak pidana pasal 285 KUHP dan pasal 294 KUHP tentang pencabulan dan persetubuhan.
“Kami meminta agar kepolisian berani bertindak tegas dalam penegakan hukum tidak pandang bulu terhadap siapapun, equality before the law, semua sama dimata hukum dan tidak ada manusia kuat melawan hukum,” ujar salah satu tokoh masyarakat peserta unjuk rasa, Wibisono, di depan Mapolres Jombang, Senin (14/3/2022).
Dalam unjuk rasa tersebut, massa yang menamakan diri Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) membentangkan poster dengan berbagai tulisan bernuansa desakan. Antara lain ‘Negara Tidak Boleh Kalah’, ‘Hukum Harus Ditegakkan’, ‘Tegakkan Hukum di Jombang’, ‘Polisi Harus Punya Nyali’. Kemudian, ‘Usut Tuntas Kasus Subekhi’, serta ‘Santri Belajar Ngaji, Bukan Dicabuli Anak Kiai’.
“Kita menegaskan kepada kepolisian utamanya Polda Jatim untuk segera menangkap, karena sudah lama, proses sudah dilakukan. Sudah P21 di Kejaksaan ini adalah sudah penanganan kejaksaan jadi kepolisian tinggal melanjutkan P21 untuk menyerahkan tersangka ke kejaksaan,” kata Koordiantor aksi, Joko Fattah Rochim, di sela-sela aksi demo.
Subchi atau MSA, pria asal Desa Losari, Kecamatan Ploso, dilaporkan pada 29 Oktober 2019 oleh korban yang berinisial NA, salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah. Belakangan terkuak korban tidak hanya satu melainkan beberapa orang.
Para santriwati itu diduga dicabuli dan dilecehkan MSA di salah satu lokasi padepokan milik pondok yang ada di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan. Modusnya dengan menjalankan ritual kemben untuk transfer ilmu.
Tersangka dijerat pasal 285 KUHP dan pasal 294 KUHP ayat 2. Pasal pertama berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Sedangkan Pasal 294 ayat (2) KUHP mengatur mengenai perbuatan cabul di lingkungan kerja (dilakukan oleh pegawai negeri dan orang dalam satu lingkungan kerja/institusi).
Polda Jawa Timur menetapkan MSA sebagai DPO usai gugatan praperadilan tersangka ditolak Pengadilan Negeri Surabaya dan PN Jombang, pada Januari 2022 lalu. Alasan ditetapkan MSA sebagai buronan karena sang putra kiai itu tidak kooperatif.
Bahkan tersangka sempat melawan hukum dengan cara menghalangi polisi saat melakukan upayan jemput paksa yang bersangkutan di kediamannya, lingkungan ponpes asuhan ayahnya, di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Jombang. Upaya penangkapan itu berdasar surat perintah membawa tersangka nomor SP.M/20.B/I/RES.1.24/2022/Ditreskrimum tanggal 11 Januari 2022.
“Hingga saat ini yang bersagkutan belum juga ditangkap sejak satu bulan lalu ditetapkan menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang). Kami mendesak polisi agar segera menangkap MSA. Karena jika dibiarkan bisa menjadi prseden buruk di muka hukum,” tandas Fattah.
Sementara Kabag Ops Polres Jombang, M Puji mengaku sudah menemui para pedemo. Selanjutnya, pihaknya akan menyampaikan aspirasi massa ke Polda Jatim.
“Karena yang menangani kasus ini adalah Polda Jatim,” ujarnya. (bid)