Wilayah Kota Surabaya di peta sebaran virus corona yang dirilis www.infocovid19.jatimprov.go.id menunjukkan warna hitam (merah tua) sejak Selasa (2/6/2020).

Bongkah.id – Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara mendadak menetapkan Kota Surabaya kategori zona hitam penyebaran virus corona. Penyematan status ‘warna’ zona baru itu dipertanyakan Pemerintah Kota Surabaya karena tidak ada landasan ilmiahnya.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser merasa aneh dengan pelabelan zona hitam yang dimunculkan Pemprov Jatim. Sebab, menurutnya, pemberian warna tak bisa dilakukan sesuka hati tanpa indikator ilmiah.

ads

“Makanya kita jadi bertanya-tanya, kenapa Surabaya dikasih itu (warna hitam). Seharusnya dikasih alasan-alasan di Provinsi Jatim,” tandas Fikser, Rabu (3/6/2020).

Diketahui, dalam penetapan peta sebaran virus corona, pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengelompokkan tiga kategori berdasar zonasi. Zona hijau untuk daerah yang belum terdapat pasien dalam pengawasan (PDP), kuning berarti belum ada kasus positif Covid-19 dan merah menunjukkan daerah tersebut sudah ada warga yang terjangkit.

“Nah, kalau ini (zona hitam) apa. Tidak ada penjelasan secara ilmiah. Tiba-tiba muncul zona hitam, mereka (Pemprov Jatim) yang menetukan, bukan kita,” ujar Fikser.

Karena itu, Pemkot Surabaya meminta Pemprov Jatim menjelaskan alasan rasional dan ilmiah dibalik pelabelan zona hitam yang tiba-tiba muncul.

“Kalau alasannya karena jumlah kasusnya banyak, sekarang pertanyaan saya, Jakarta yang angkanya di atas Surabaya, ada enggak warnanya hitam?,” cetus Fikser.

Dikutip dari laman lawancovid-19.surabaya.go.id, sampai Rabu (3/06/2020), jumlah kasus positif di Surabaya tembus 2.049 kasus. Sementara jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 7.623 kasus setelah ada tambahan 82 kasus hari ini.

Adapun kasus terkonfirmasi positif di Jatim hari ini kembali mencatatkan lonjakan kasus tertinggi di Indonesia. Ada tambahan 183 kasus positif, totalnya menjadi 5.318.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Jatim Benny Sampirwanto membenarkan jika pelabelan warna baru pada sebaran Covid-19 di Kota Surabaya karena tingginya lonjakan kasus positif. Namun ia menegaskan bahwa warnanya bukan hitam melainkan merah tua.

“Semakin banyak confirmed (positif), warna tampilan sebuah daerah semakin merah tua,” jelasnya, Rabu (3/6/2020).

Benny menjelaskan, degradasi tampilan warna COVID-19 kab/kota di Jatim di website infocovid19.jatimprov.go.id akan berubah setiap saat sesuai jumlah penambahan. Secara teknis, lanjut Benny, degradasi antar warna di website infocovid19.jatimprov.go.id, memiliki kelipatan pangkat dua kuadrat.

Menurutnya, penambahan angka terkonfirmasi menjadikan sistem secara otomatis mengubah warna sebuah daerah menjadi semakin menua dan menyesuaikan tabel gradasi warna.

“Jika tidak ada kasus konfirmasi namun ada ODP, maka warnanya biru kehijauan. Apabila ada PDP, maka warnanya oranye dan jika terdapat kasus konfirmasi COVID-19 maka warnanya merah. Semakin banyak kasus konfirmasi, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna merah tua,” kata Benny.

Ini Penjelasan Logis Zona Hitam

Penjelasan Kepala Dinas Kominfo Jatim soal warna zona baru itu dibenarkan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman. Menurutnya, warna yang tampak seperti hitam pada peta sebaran Covid-19 di Kota Surabaya sesungguhnya adalah berwarna merah yang berarti darurat.

“Sebetulnya yang aslinya itu bukan warna hitam, aslinya warna merah. Jadi ketika angka kasus baru di atas 2.000-an, maka daerah itu akan berwarna merah. Sudah lebih dari zona bahaya yakni merah. Jadi tampak seperti hitam,” kata Dicky, Rabu (3/6/2020).

Dicky menilai, masalah pelabelan zona ini seharusnya tak perlu terlalu diributkan. Ia menilai, sebaiknya hal ini dapat menjadi alarm bagi Pemkot dan warga Kota Surabaya agar elebih waspada dan serius lagi dalam upaya penanganan Covid-19.

“Karena bila tidak, bukan mustahil dalam waktu 2-3 minggu ke depan, situasi di Surabaya akan menjadi chaos,” jelas dia.

Ia berpesan agar segera dilakukan peningkatan jumlah testing dan melacak populasi yang dianggap berisiko tinggi. Misalnya, terhadap orang lanjut usia, orang sakit, anak-anak, dan juga terhadap ibu hamil. (bid)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini