ILUSTRASI. Oknum Kepala Sekolah SMK Swasta di Surabaya, AF dilaporkan muridnya AR dan orang tuanya S ke Polrestabes Surabaya, atas dugaan kasus pelecehan seksual dan pencabulan yang terjadi akhir Desember 2019 di ruang kepala sekolah pada waktu masa liburan akhir tahun.

Bongkah.id – Dinding-dinding pondok pesantren seharusnya menjadi pelindung, namun bagi Bintang (bukan nama sebenarnya) 16 tahun, tempat itu justru menjadi saksi bisu serangkaian kekerasan yang dilakukan oleh MDTF (23) seorang pengurus. Modus yang digunakan MDTF untuk mencabuli sesama jenis ini sungguh licik, mengandalkan paksaan dan iming-iming uang, menciptakan trauma mendalam yang baru terungkap setelah bertahun-tahun.

Modus pencabulan itu, menurut informasi yang didapat D, dilakukan MDTF dengan berbagai cara yang menjerat korban. “Kalau informasinya, ada yang kadang korban ini diminta memijat pelaku, kemudian dicabuli,” ungkap D, sumber terpercaya di wilayah Kesamben, menggambarkan betapa rentannya posisi Bintang di bawah kekuasaan pelaku.

ads

Namun, kelicikan MDTF tak berhenti di situ. Ada kalanya, ia memanfaatkan momen ketika Bintang tak berdaya. “Kadang saat tidur korban didekati kemudian dicabuli, tapi yang pasti korban memang tidak berani melawan karena ya memang pelaku kan pembinanya,” tambah D, menyoroti betapa kuatnya pengaruh pelaku sebagai seorang pembina.

Tidak hanya mengandalkan paksaan, MDTF juga berupaya membungkam korban dengan iming-iming material. “Infonya sempat diberi uang Rp 10 ribu sama pelaku,” tambah D, sebuah detail yang menunjukkan betapa kejamnya manipulasi yang dilakukan.

Dengan modus-modus ini, perbuatan MDTF disebut D berjalan sangat mulus dan tak terdeteksi selama bertahun-tahun.

“Infonya sejak tahun 2023, jadi pelaku ini pengurus asrama korban, yang memaksa korbannya itu dipaksa untuk berbuat cabul sejenis dengan pelaku,” lontar D, mengungkapkan rentang waktu penderitaan yang dialami Bintang.

Bahkan, aksi bejat itu kerap dilakukan di tempat yang seharusnya menjadi ruang paling pribadi dan aman bagi Bintang. “Informasi yang saya dapat kadang dilakukan waktu malam saat kamar sepi,” imbuh D, menjelaskan betapa leluasanya pelaku beraksi.

Akhirnya, tirai kelam yang menyelimuti kasus ini terkuak setelah Bintang memberanikan diri. Korban menceritakan semua yang dialaminya kepada orang tuanya, sebuah langkah berani yang menjadi titik balik. Laporan pun dilayangkan ke pihak kepolisian, memicu proses hukum yang kini menyeret MDTF ke meja hijau.

Kini, MDTF harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Untuk kasusnya sudah ditahap duakan, dan sudah dilimpahkan ke PN Jombang untuk disidangkan,” terang Kasi Pidum Kejari Jombang Andhie Wicaksono.

Ia dijerat Pasal 82 ayat (2) Perpu Nomor I Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebuah pasal yang menegaskan keseriusan pelanggaran yang dilakukannya.

Kasus ini, seperti dijelaskan D, sumber terpercaya di Kecamatan Kesamben, adalah kasus pencabulan sesama jenis, di mana pelaku dan korban sama-sama laki-laki. “Jadi kasusnya itu sesama jenis, pelaku dan korban sama-sama laki-laki,” terang D.

Terbongkarnya kasus ini sendiri, menurut D, terjadi pada Maret 2025 lalu. “Pertengahan Maret kok ditangkapnya itu kalau tidak salah,” ujarnya, menandai berakhirnya penantian panjang keadilan bagi Bintang. (Ima/sip)

59

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini