
Bongkah.id – Gejolak di internal Partai Demokrat kian mengemuka. Empat faksi yang selama ini mengendap disebut mulai bergandeng tangan melakukan pegerakan terbuka untuk skenario melengserkan Agus Harimurti Yudhoyono dari tahta Ketua Umum.
Sebagaimana yang diungkapkan politisi senior PD, Yus Sudarso, faksi-faksi tersebut merupakan gerbong empat tokoh sentral Demokrat di masa lalu. Keempat kubu datang dari pendukung Ketum PD pertama Prof Subur Budi Santoso, barisan ketum kedua Hadi Utomo, simpatisan ketum hasil Kongres Bandung 2010 Anas Urbaningrum serta pendukung Marzuki Alie, mantan Sekretaris Jenderal di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

Keempat faksi tersebut berkumpul untuk membahas gejolak di internal Partai Demokrat. Menurut Sudarso, mereka berkumpul atas inisiatif sendiri tanpa komando karena memikirkan masa depan partai dan bergabung lantaran memiliki persamaan tujuan.
“Jadi tanpa ada rekayasa, kawan-kawan ini bertemu dalam satu titik pemikiran, bagaimana Partai Demokrat ke depan. Jadi sesungguhnya, ini adalah bagian dari internal partai,” tutur Sudarso saat konferensi pers bersama tokoh dari empat faksi di Restoran Dapur Sunda Mal Bellagio, Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Sudarso pun menyinggung soal jasa mereka mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden. Karena jasa itu, menurutnya, tidak ada yang salah jika keempat faksi tersebut juga ingin memilih pemimpin masa depan.
“Apa salahnya kami, seperti para pendiri di saat awal, menjemput Pak SBY untuk mengantarkan beliau ke pimpinan RI tahun 2004, hari ini menjemput tokoh ke depan. Apa salahnya Pak Moeldoko, tidak sukanya seperti senior-senior kami sebelumnya menjemput Bapak SBY, dan demikian apa salahnya Pak Jokowi di dalam persoalan ini, sebagaimana pernyataan dari pak Moeldoko kemarin,” tandasnya.
Karena itu, pihaknya tidak mempermasalahkan jika para tokoh itu memikirkan dan melakukan pergerakan demi masa depan kepemimpinan PD. Sepanjang masih dilakukan secara konstitusional.
“Biarkan saja air mengalir. Karena semua ada mekanisme. Jadi siapapun tidak boleh menabrak anggaran rumah dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang sudah ada, gitu, dari pihak manapun,” cetus Sudarso.
Yus Sudarso menerangkan keempat faksi ini memang menghendaki Moeldoko menjadi pemimpin partai. Sebab, imbuhnya, banyak kader yang ingin menggelar kongres luar biasa (KLB) ketika AHY menjabat sebagai Ketum PD.
“Sepengetahuan saya adalah bercak-bercak (KLB untuk mengganti AHY) itu sudah timbul pada saat kongres Maret (2020) itu, gitu. Ya, bahwa partai, tantangan partai ke depan semakin berat. Jadi dari kawan-kawan melihat figur yang pas untuk dicreate adalah Pak Moeldoko.,” ungkapnya.
Namun, Sudarso mengaku mayoritas kader PD masih sangat menghormati pendiri partai, SBY dan menyayangi putra mahkotanya, AHY. Ia melihat sosok AHY memiliki jalan politik ke depan yang cerah.
“Kalau Demokrat punya presiden, pastinya Mas AHY sekala prioritas menjadi menteri kami. Dan 10 tahun ke depan beliau lebih matang untuk kita gadang menjadi pemimpin bangsa ini,” tukasnya.
Gejolak di internal PD menyeruak ke permukaan setelah AHY mengungkapkan adanya beberapa pihak yang berupaya merebut paksa tahtanya. Pihak yang datang dari internal dan eksternal partai itu sudah menghubungi para pemimpin dan tokoh partainya di daerah untuk merencanakan kongres luar biasa.
“Sepuluh hari lalu kami menerima laporan dan aduan dari banyak pimpinan dan kader Partai Demokrat baik pusat, daerah maupun cabang tentang adanya gerakan dan manuver politik oleh segelintir kader dan mantan kader Demokrat. Serta melibatkan pihak luar atau eksternal partai, yang dilakukan secara sistematis,” kata kata Agus dalam keterangan pers di kantor Partai Demokrat, Jakarta, Senin (1/2/2021).
Baca: Demokrat Tuding Pejabat Dekat Jokowi Berupaya Kudeta AHY, Ketua DPC Diimingi Rp 100 Juta
Menurutnya, ajakan dan komunikasi itu dilakukan dengan paksa lewat telepon maupun pertemuan langsung. ‘Kudeta’ itu disebut akan menjadi jalan menjadi capres di Pemilu 2024.
“Ajakan dan permintaan dukungan untuk mengganti ‘dengan paksa’ Ketum PD tersebut, dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung. Dalam komunikasi mereka, pengambilalihan posisi Ketum PD akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang,” tandasnya.
Iuran DPC-DPD Rezim AHY Diungkit
Menanggapi isu kudeta AHY ini, politisi senior PD Ahmad Yahya membandingkan kepemimpinan putra sulung SBY itu dengan para ketum PD yang sebelumnya menjabat. Ia menyebut, selama AHY menakhodai Demokrat, banyak keluhan dan aduan dari para kader di daerah.
“Keluhan terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono selama ini, satu kami selaku pendiri senior mendapat aduan bahwa DPP meminta dan memungut iuran dari setiap fraksi di DPD dan fraksi di DPC, sehingga menjadi dan menambah beban partai Demokrat di daerah,” ungkap Yahya, saat konferensi pers di Restoran Dapur Sunda Mal Bellagio, Jaksel, Selasa (2/2/2021).
Menurutnya, pungutan seperti itu tidak pernah terjadi di era kepemimpinan Ketua Umum Prof Budi Santoso, Hadi Utomo (alm), maupun Anas Urbaningrum. Yahya juga menyebut ada kader PD yang mengeluhkan proses penentuan pasangan calon kepala daerah, seperti saat Pilkada 2020 lalu.
“Proses penentuan pasangan calon kepala daerah di provinsi/kabupaten/kota yang diusulkan oleh Partai Demokrat pada kepemimpinan Ketua Umum sebelumnya, Prof Budi Santoso, Hadi Utomo, Anas Urbaningrum diserahkan penuh kepada pengurus DPD dan DPC di daerah masing-masing. Namun setelah kepemimpinan tersebut di atas sepenuhnya ditarik ke DPP dan tidak memperhatikan usulan aspirasi daerah kabupaten/kota,” lanjutnya.
Atas keluhan-keluhan tersebut, Yahya mengatakan kader PD ingin agar ada perubahan lebih baik. Dia menyebut anggapan soal Demokrat adalah partai keluarga, harus dihilangkan.
“Kesan negatif bahwa Partai Demokrat sebagai partai eksklusif dan milik keluarga harus dihilangkan,” ucapnya.
Sementara Marzuki Alie ikut angkat bicara soal tudingan melakukan gerakan upaya kudeta AHY yang menyasar kepadanya. Ia balik mengkritik kepemimpinan Partai Demokrat menghadapi intrik politik yang sudah lazim terjadi di internal partai.
“Seandainya partai dikelola secara profesional, dan semua agenda-agenda partai dilaksanakan sesuai konstitusi partai, enggak perlu khawatir adanya gerakan-gerakan yang dilakukan secara inkonstitusional,” jelas Marzuki saat dihubungi, Selasa (2/2/2021).
Mantan Ketua DPR ini menjelaskan, partai modern dibangun dengan sistem yang kuat, kaderisasi terprogram dan berkelanjutan serta gradual. Dipastikan akan menghasilkan partai yang kuat, tahan terpaan darimanapun.
Menurutnya, kepentingan menumbuhkan citra partai tidak boleh melebihi pentingnya konsolidasi membangun kekuatan sampai ke akar rumput. Ia menegaskan, memperkuat internal partai itulah dilakukannya selama menjabat Sekjen PD 2005-2010.
“Menurut saya enggak perlu terlalu dibesar besarkan, apalagi melibatkan presiden untuk urusan internal partai. Pasti tidak akan dilayani oleh presiden. Apa urusan dengan presiden pasti itu jawabnya, dan itu seolah seolah menuduh presiden terlibat,” terang Marzuki. (bid)