Ilustrasi
Logo KONI Kabupaten Mojokerto

Bongkah.id – Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Mojokerto kembali diterpa badai internal. Tiga orang pengurus kunci mendadak mengundurkan diri dari kepengurusan periode 2025–2029, memunculkan tanda tanya besar soal soliditas dan pola komunikasi di tubuh organisasi olahraga ini.

Ketiganya yakni Sekretaris Umum Kasiono, Wakil Ketua II dr. Nunun, dan Ketua Bidang Hukum Mustiko Romadhoni. Meski surat pengunduran diri sudah dilayangkan ke Ketua KONI, Imam Suyono, tidak semua pengunduran diri disertai alasan terbuka. Bahkan, respons sang ketua pun terkesan normatif dan dingin.

ads

“Ya, betul,” balas Imam Suyono singkat saat dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp, Senin (28/7/2025), tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Sikap minim komunikasi inilah yang diduga turut menjadi pemicu retaknya internal KONI Mojokerto.

“Tak Pernah Dianggap Ada”

Dalam surat pengunduran dirinya, Mustiko Romadhoni mengungkap kekecewaan yang cukup dalam. Ia menegaskan bahwa sejak SK kepengurusan diterbitkan, dirinya tidak pernah diajak terlibat dalam aktivitas, forum resmi, maupun koordinasi internal KONI.

“Saya sebagai bagian dari KONI selama ini sama sekali tidak pernah dianggap keberadaan saya,” tulis Mustiko tegas dalam surat yang diterima media. Ia mengaku sempat menyusun rencana kerja untuk bidang hukum, namun tidak pernah diberikan ruang untuk menyampaikannya.

Ironisnya, bahkan dalam momen penting seperti pelantikan pengurus dan persiapan Porprov, keberadaan bidang hukum seperti diabaikan. “Bidang hukum tidak pernah dianggap,” tulisnya lagi. Surat pengunduran diri Mustiko menjadi semacam ‘alarm’ bagi publik bahwa ada persoalan komunikasi dan eksklusivitas dalam manajemen KONI Mojokerto.

Alasan Personal atau Tekanan Organisasi

Pengunduran diri Wakil Ketua II dr. Nunun lebih bersifat personal. Ia menyebut kesibukan kedinasan sebagai alasan utama yang menghalanginya menjalankan tanggung jawab secara maksimal di KONI.

Namun publik mencurigai bahwa beban kerja bukan satu-satunya sebab. Apalagi, pengunduran diri dilakukan secara bersamaan dengan dua pengurus lain. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa bukan hanya faktor individual yang sedang dimainkan, melainkan ada problem struktural atau kultur organisasi yang lebih luas.

Sementara itu, Kasiono, Sekretaris Umum yang juga tokoh sentral dalam organisasi, memilih diam. Surat pengunduran dirinya tidak menyebutkan satu pun alasan. Sikap diam ini justru membuka ruang spekulasi: apakah ada tekanan internal? Ataukah diamnya adalah bentuk protes terselubung terhadap pola kepemimpinan di tubuh KONI?

Minim Transparansi, Risiko Kegagalan Manajerial?

Pengunduran diri tiga pengurus dalam waktu hampir bersamaan bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menjadi cermin disharmoni yang bisa berdampak pada kinerja dan reputasi KONI Kabupaten Mojokerto ke depan.

Minimnya keterbukaan dari Ketua KONI semakin memperkeruh situasi. Alih-alih memberikan klarifikasi atau langkah evaluatif, Imam Suyono justru memilih menutup komunikasi publik. Padahal, dinamika seperti ini membutuhkan kepemimpinan yang responsif dan terbuka. (Ima/sip)

102

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini