Sikap tegas Baleg itu datang dari fraksi Demokrat, NasDem, PKS, dan PAN. Sikap itu disampaikan, setelah masing-masing perwakilan fraksi usai mendengarkan penjelasan pemerintah sebagai pengusul rancangan regulasi tentang klaster ketenagakerjaan dalam rapat, Jumat (25/9/2020) malam.
Politisi Demokrat, Benny K. Harman mengatakan, dasar permintaan dikeluarkannya klaster ketenagakerjaan itu, karena pihaknya tidak menangkap penjelasan pemerintah tentang tujuan membuat klaster ketenakerjaan dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Ciptaker.
“Fraksi kami ambil posisi untuk tidak menyetujui klaster ini dibahas lebih lanjut. Mohon untuk di-drop,” kata Benny.
Politisi NasDem Taufik Basari mengatakan, fraksinya meminta klaster tersebut dikeluarkan. Selanjutnya menyarankan pemerintah mengajukan revisi UU Ketenagakerjaan ke DPR, dimasukkan dalam draf Prolegnas Prioritas 2021. Untuk dibahas secara khusus.
“Jadi kami berharap kita tidak perlu memasukkan klaster ketenagakerjaan ini. Setidaknya tidak ada perubahan,” kata sosok yang akrab disapa Tobas itu.
Sementara politisi PKS Ledia Hanifa meminta klaster ketenagakerjaan dicabut dari draf RUU Omnibus Law Ciptaker. Pihaknya tidak melihat klaster ketenagakerjaan penting untuk masuk ke dalam RUU Omnibus Law Ciptaker.
“Kami berpikir bahwa UU Ketenagakerjaan ini menjadi hal yang penting untuk dimasukkan di RUU Omnibus Law Ciptaker. Kami mengusulkan mengembalikan atau mencabut dari RUU ini,” ucap Ledia.
Sedangkan politisi PAN Ali Taher mengatakan, belum ada alasan rasional yang objektif untuk mengubah masalah ketenagakerjaan lewat RUU Omnibus Law Ciptaker. Dia menegaskan, UU Ketenegakerjaan masih dibutuhkan saat ini.
“Kami kembali ke existing, inilah sikap fraksi yang sudah kami komunikasikan,” katanya.
Sementara itu, fraksi Golkar dan PKB meminta pembahasan klaster ketenagakerjaan di RUU Omnibus Law Ciptaker dilanjutkan.
Menurut politisi Golkar Firman Soebagyo, tidak ada alasan untuk mencabut atau mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari draf RUU Omnibus Law Ciptaker.
Ia meyakini terdapat persoalan dalam masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
“Saya rasa tidak ada alasan lain untuk di-drop, yang ada adalah mari kita duduk sama-sama menyelesaikan persoalan ini. Saya yakin ada persoalan di ketenagakerjaan. Tidak hanya persoalan buruh, tapi persoalan pengusaha,” ujarnya.
“Fraksi Golkar menyatakan mohon dilanjutkan pembahasan ini,” tambahnya.
Politisi PKB Abdul Wahid menyatakan, pembahasan klaster ketenagkerjaan perlu dilanjutkan. Ia mengajak pihak-pihak terkait untuk membahas masalah ketenagakerjaan secara bersama-sama.
“Pandangan kami perlu kita bahas undang-undang ini, supaya ada titik temu. Dimana masalah-masalahnya mari kita diskusikan bersama,” ujarnya.
Sedangkan fraksi Gerindra, PDIP, dan PPP memberikan sikap berbeda dari enam fraksi sebelumnya.
Menurut politisi Gerindra Obon Tabroni, klaster ketenagakerjaan perlu didiskusikan lebih intens. Setelah itu dilakukan kesepakatan untuk didrop atau tidak.
Dikatakan, langkah ini perlu dilakukan mengingat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sudah memiliki 10 amar putusan judicial review. Namun UU itu belum direvisi hingga saat ini.
“Sehingga, saya berharap kita kembali ke UU Nomor 13 itu untuk direvisi, tapi khusus untuk kalster ketenagakerjaan kita diskusikan lebih intens apakah didrop atau terserah,” katanya.
Sebaliknya politisi PDI Perjuangan Irmadi Lubis meminta, pemerintah tidak memberikan penjelasan yang tidak umum. Penjelasan pemerintah soal keberadaan klaster ketenagakerjaan harus, seperti penjelasan yang disampaikan di pembahasan bab-bab sebelumnya di RUU Omnibus Law Ciptaker.
Anggota Panja RUU Omnibus Law Ciptaker di Baleg DPR dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan, fraksinya tidak keberatan dengan klaster ketenagakerjaan selama berdasarkan semangat perlindungan tenaga kerja. Namun, klaster ketenagakerjaan lebih baik tidak dibahas bila hanya merusak sistem dan isinya lebih buruk dibandingkan UU Ketenagakerjaan.
“Kalau turun jangan terlalu jomplang, kalau ternyata RUU ini hanya merusak sistem yang ada, lebih buruk dari existinh lebih baik tidak dibahas, lebih baik dikeluarkan seperti kata teman-teman,” kata pria yang karib disapa Awiek itu
Sebelumnya Presiden Joko Widodo pada akhir April 2020 silam, meminta penundaan pada mbahasan klaster Ketenagakerjaan yang ada di RUU Omnibus Law Ciptaker.
Hal tersebut dilakukan untuk merespons tuntutan buruh, yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.
Menurut mantan Wali Kota Solo itu, pemerintah telah menyampaikan kepada DPR untuk menunda pembahasan tersebut.
“Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR. Saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat, bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah,” ujar Jokowi di Istana Merdeka pada 24 April 2020.
Sedangkan pada Agustus 2020 silam, Wakil Ketua Baleg DPR Willy mengklaim, DPR dan perwakilan konfederasi serikat pekerja yang tergabung dalam Tim Perumus Klaster Ketenagakerjaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah menyepakati poin-poin muatan klaster ketenagakerjaan.
Fraksi-fraksi kemudian akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh ke dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Fraksi. (rim)