bongkah.id – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengultimatum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia memberi waktu satu bulan pada lembaga antirasuah itu untuk mengusut “King Maker” dalam pusaran kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko S Tjandra.
“Jika dalam satu bulan tidak ditindaklanjuti KPK, maka saya akan mengajukan gugatan praperadilan. Sebab dalam laporan yang saya sampaikan, sudah ada dua alat bukti yang bisa digunakan untuk mengungkap King Maker tersebut,” kata Boyamin di kompleks Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23/2/2021).
Menurut pria berlatar belakang pengacara ini, kedatangannya ke gedung KPK ini untuk menagih janji terkait penanganan laporan keterlibatan “King Maker” dalam pusaran kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko S Tjandra. Selain itu, menyerahkan profil King Maker lebih rinci.
Diakui, dirinya yang bukan personil penegak hukum saja mengetahui sosok “King Maker” dalam skandal korupsi mantan Jaksa Pinangki. Secara teori sangat tidak mungkin jika para petinggi dan penyidik KPK, tidak mengetahui dalang yang mengatur operasional mantan Jaksa Pinangki tersebut.
Dikatakan, sosok King Maker itu merupakan aparat penegak hukum. Jabatannya tinggi. Oknum penegak hukum itu, saat ini masih aktif dan memiliki kekuasaan mengatur penegakan hukum di Indonesia. Itu berdasarkan versi dari salah satu saksi yang diproses ke pengadilan
Namun, dirinya untuk saat ini tak memiliki hak untuk menyebut secara transparan nama dalang tersebut. Ini karena dirinya hanya LSM saja. Bukan penegak hukum.
“Jika KPK tidak mengusut laporan MAKI sampai batas waktu yang kami berikan, maka kami akan melakukan gugatan Praperadilan. Dalam sidang gugatan itu, saya akan buka sosok King Maker, yang membuat KPK ewu pakewuh untuk mengusutnya,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, keberadaan ‘King Maker’ ini sebelumnya dinilai majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, benar adanya. Dalam pembacaan vonis terhadap Pinangki, majelis hakim pengadilan Tipikor menyatakan, sosok diduga King Maker itu memiliki andil terkait pengurusan fatwa MA. Yang akan digunakan buronan Djoko Tjandra untuk bebas dari hukuman 2 tahun penjara, atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali. Namun, pengadilan tidak mampu mengungkap sosok tersebut.
Kegagalan pengadilan mengungkap sosok “King Maker”, karena mantan Jaksa Pinangki sebagai terdakwa tutup mulut. Istri perwira Polri ini terkesan menutupi keterlibatan pihak lain termasuk sosok ‘King Maker’, dalam kenakalannya dalam mempermainkan hukum di Indonesia terkait kasus Djoko Tjandra. Yang bukan kemuskilan masih banyak kasus lain, yang sudah berhasil dilakukan secara mulus.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan, KPK membuka peluang mengusut dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), yang menjerat mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra. Tekat itu sebagai respons belum terungkapnya sosok ‘King Maker’ selama persidangan.
“Kalau ada dugaan-dugaan tindak pidana korupsi lain yang belum diungkapkan, tentu kami sangat terbuka. Tapi, tentu kami akan menunggu dari hasil putusan dulu sejauh mana kemungkinan itu,” kata Ghufron kepada awak media di kantornya, Jakarta, Selasa (9/2).
Dalam kasus pengurusan fatwa MA tersebut, hanya Djoko Tjandra yang belum dijatuhi vonis. Sementara dua terdakwa lain, yakni Pinangki dan Andi Irfan Jaya sudah divonis bersalah. Dari putusan terhadap kedua terdakwa itu, hakim menilai ‘King Maker’ benar adanya. Namun menurut hakim, sosok tersebut tidak berhasil diungkap selama persidangan. Ini karena keterangan terdakwa yang tidak jujur.
Sementara KPK pernah menerbitkan surat perintah supervisi penanganan perkara Djoko Tjandra, yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri. Kasus yang ditangani Polri adalah dugaan suap perihal penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra, yang menjerat dua jenderal polisi. Yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Bahkan, ketiga lembaga penegak hukum tersebut sempat melakukan gelar perkara di Gedung Dwiwarna KPK, sekitar September 2020.
Namun, Ghufron enggan menyampaikan perkembangan dari supervisi tersebut. Ia hanya memastikan, KPK akan mengusut dugaan tindak pidana yang melibatkan pihak lain dengan catatan didukung dengan alat bukti yang ada. Demikian pula berdasar alat bukti yang diberikan masyarakat. (rim)