PAGELARAN seni meramaikan peresmian Plasa Alun-Alun Suroboyo di Kompleks Balai pemuda, Surabaya, yang diresmikan Wali Kota Tri Rismaharini pada 17 Agustus lalu, ternyata diselenggarakan tanpa protokol kesehatan. DPRD Surabaya Komisi D dalam waktu dekat akan memanggil Pemkot Surabaya untuk mempertanggungjawabkan dan mengklarifikasi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan tersebut.

bongkah.id – Anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menyesalkan dan mempertanyakan tidak diterapkannya Protokol Kesehatan, saat pagelaran seni pada rangkaian peresmian Alun-Alun Surabaya di Komplek Balai Pemuda, 19-25 Agustus 2020.

“Pemanfaatan alun-alun sebagai pusat hiburan dan kesenian untuk warga Surabaya pantas diapresiasi. Namun menjadi tidak elok, ketika pemerintah kota memfasilitasi dan menciptakan kerumunan untuk warga pada masa pandemi ini,” kata Herlina Harsono Njoto di gedung DPRD Kota Surabaya, Jumat (21/8/2020).

ads

Kota Surabaya selama dua pekan sempat berada di zona oranye. Menurut dia, fakta itu membuktikan kebijakan pemkot dalam mencegah dan menangani Covid-19 sebenarnya sudah pada arah yang lebih baik. Namun, kebijakan memfasilitasi terjadinya kerumunan untuk warga pada masa pandemi ini, secara teknik merupakan kebijakan yang berpotensi merusak kebijakan tentang Covid-19.

Ironisnya, kata dia, berdasarkan peta risiko pada situs resmi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional yang diperbarui per 16 Agustus, zonasi Surabaya menampilkan warna merah kembali. Sebuah fakta jika kondisi pandemi Covid-19 di Surabaya masih belum terkendalikan.

“Bisa jadi penanganan yang dilakukan pemkot longgar. Atau warga yang menjadi lengah. Penerapan prinsip hidup sehat bersih. Pun jaga jarak harus terus dilakukan masif dan tanpa henti,” katanya.

Lunturnya penerapan disiplin protokol kesehatan saat penyelenggaraan pertunjukan seni di plasa Alun-Alun, Komplek Balai Pemuda itu, ditegaskan politikus Partai Demokrat itu, merupakan sumber masalah penyebab meningkatnya angka pasien positif Covid-19 di Kota Surabaya. Pemkot seharusnya berani bersikap tegas. Tidak peduli siapa pun yang melanggarnya. Rakyat biasa, seniman, atau politikus harus disanksi sesuai Perda Corona yang ada.

“Di saat pemerintah melarang kerumunan, di satu sisi malah menciptakan kerumunan. Pemkot seharunya menghindarkan kebijakan yang bertolak belakang. Rakyat jadi bingung. Mana yang harus dipatuhi,” ujarnya.

Karena itu, dikatakan, Komisi D dalam waktu dekat berencana mengundang pemkot. Meminta paparan dan tanggungjawabnya terkait pengelolaan plasa Alun-Alun Surabaya dan penerapan protokol kesehatan.

DIHENTIKAN SEMENTARA

Menanggapi teguran DPRD Kota Surabaya itu, Pemkot Surabaya mengevaluasi pertunjukan seni di Alun-Alun Kota Surabaya, Jawa Timur, yang dinilai tidak mengindahkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Kebijakan yang dilakukan, dengan menghentikan sementara.

“Karena ini akan dievaluasi dulu, maka seluruh pagelaran seni kami berhentikan sementara, mulai hari ini tidak ada pagelaran seni di sana. Kami juga mohon maaf kepada warga yang sudah terlanjur datang,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat (BPB Linmas) Kota Surabaya Irvan Widyanto di Surabaya, Jumat.

Irvan memastikan, Pemkot Surabaya sebenarnya sudah berupaya untuk menerapkan protokol kesehatan dalam setiap pagelaran seni tersebut. Buktinya, pada hari pertama, Rabu (19/8), disiagakan sejumlah petugas. Memastikan penonton bermasker dan tetap jaga jarak. Tidak menimbulkan kerumunan. Namun, karena antusiasme warga sangat tinggi, akhirnya kurang maksimal.

Kemudian, pada hari kedua, Kamis (20/8), pihaknya menambah petugas untuk menjamin protokol kesehatan itu. Bahkan, saat itu diberlakukan pembatasan penonton. Menghindarkan tidak terjadi kerumunan di area Alun-alun Surabaya. Faktanya warga malah berjubel di pedesterian. Kondisi itu tidak diperbolehkan.

“Karena itu, kami menilai perlu melakukan evaluasi, karena antusiasme warga begitu tinggi. Kami hentikan sementara agar kami bisa melakukan evaluasi, terutama tentang formulasi baru pertunjukan seni tersebut,” katanya.

Salah satu formulasi yang sampai saat ini terus dikaji, adalah pagelaran seni tanpa penonton. Meniru pertandingan sepak bola Liga Champions, Motor GP, Balap Mobil F1, dan beberapa olahraga lainnya yang tetap dilakukan meski tanpa penonton.

Kendati demikian, ia memastikan, pertunjukan seni budaya akan digelar kembali demi mengakomodasi para pekerja seni di masa pandemi COVID-19 ini. Sebab pemkot sudah banyak menerima keluhan dari para pekerja seni yang kesulitan secara ekonomi di masa pandemi ini.

“Tentunya, jika nanti digelar kembali, kami pastikan sudah mematuhi semua protokol kesehatan dan tidak ada lagi kerumunan massa seperti sebelumnya,” ujarnya.

OBSESI RISMA

Sebelumnya, pada Senin (17/8/2020), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meresmikan plasa atas Alun-Alun Surabaya bertepan HUT ke-75 RI di Kompleks Balai Pemuda, Surabaya. Alumni ITS itu mengharapkan para penggiat seni dan budaya bisa memanfaatkan plasa atas Alun-Alun Surabaya di Kompleks Balai Pemuda, Kota Surabaya, Jawa Timur, itu.

“Anak-anak bisa belajar menari di sini, bermain musik di sini dengan aman. Saya berharap ruangan ini bisa digunakan maksimal. Jadi, itu mimpi saya,” katanya saat itu.

Peresmian plasa atas tersebut dihadiri Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Kota Surabaya, pejabat Pemerintah Kota Surabaya, serta Tim Ahli Cagar Budaya. Selain itu, juga hadir maestro seniman asal Kota Pahlawan seperti Cak Kartolo, Ning Kastini, Cak Lupus Arboyo dan Cak Suro.

Risma mengatakan, sebetulnya bangunan Alun-alun Surabaya, baik plasa atas maupun bawah, ditargetkan selesai pada November 2020. Namun, karena terobsesi segera bermanfaat, maka bertepatan di Hari Kemerdekaan ini bangunan plasa atas diresmikan.

“Sekarang anak-anak bisa pentas di situ, ludruk juga bisa pentas di situ, itu kan sangat bagus. Misalkan ada tamu dia ingin lihat ludruk, ingin lihat wayang orang atau srimulat itu bisa terjadwalkan dengan adanya plasa itu. Terus anak-anak juga bisa berkumpul di situ,” tambahnya.

Sejak awal menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, Risma mengaku bercita-cita membuat wadah atau ruang khusus bagi para penggiat seni dan budaya di Kota Pahlawan. Karena itu, ia berinisiatif sendiri merancang konsep bangunan alun-alun tersebut. “Akhirnya saya coba gambar sendiri dan Alhamdulillah bisa ketemu (konsepnya),” ujarnya.

Konsep bangunan Alun-alun Surabaya ini, menurut dia, tak hanya berfungsi untuk wadah pertunjukkan kesenian. Anak-anak Surabaya yang ingin mengembangkan bakat dan minat di bidang kesenian dapat memanfaatkan bangunan tersebut.

Sementara itu, Cak Kartolo mengaku sangat mendukung dan mengapresiasi adanya ruang kesenian baru di Kota Surabaya itu. Ia menilai, masyarakat juga butuh hiburan kesenian rakyat, seperti ludruk, maupun srimulat seperti zaman dahulu kala.

“Saya sangat apresiatif sekali. Sebab sekarang masyarakat ingin hiburan, harus diteruskan seperti di THR (Taman Hiburan Rakyat) zaman dahulu, kalau ada ketoprak, ludruk, wayang, ya senang,” katanya.

Kendati konsep bangunan Plasa Alun-alun Surabaya ini terbuka, Cak Kartolo meyakini, hal tersebut tidak menjadi masalah. Di manapun tempatnya, setiap pelaku seni mampu menjiwai pada setiap penampilannya. “Alun-alun Surabaya terbuka tidak apa-apa. Yang penting pemainnya bisa menjiwai, mewakili cerita itu,” ujarnya. (ima)

2

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini