Bongkah.id – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara layak dituntut hukuman mati. Ada dua alasan yang melatari keduanya pantas dihukum mati. Apa saja?
Menurut Edward, kedua mantan menteri yang melakukan kejahatan dalam keadaan darurat sudah cukup sebagai alasan untuk memberatkan hukumannya. Ia menyebutkan, Eddy Prabowo dan Juliari layak dituntut mati karena melakukan kejahatan tindak pidana korupsi di saat Pandemi COVID-19.
Hal ini disampaikan Wamenkumham yang akrab disapa Eddy itu dalam Seminar daring berajuk ‘Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi’, Selasa, (16/2/2021).
“Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati,” kata Edward dalam sebuah acara seminar virtual yang disiarkan di Channel YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM.
Alasan berikutnya, lanjut Eddy, karena kedua mantan menteri melakukan kejahatan dalam jabatan. “Jadi dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup, untuk diancam dengan Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku tak memungkiri pendapat Wamenkumham. Ia menjelaskan, secara normatif UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan.
Namun menurut Fikri, untuk menuntut Juliari dan Edhy divonis hukuman mati tidak bisa hanya karena terbuktinya unsur dalam keadaan tertentu. Ia menyebutkan, seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi.
“Yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan undang-undang Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup,” kata Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (17/2/2021).
KPK, kata Ali, dalam perkara kasus korupsi izin ekspor benih lobster dan bansos Corona saat ini masih menerapkan pasal terkait dengan dugaan suap.
“Perlu juga kami sampaikan bahwa seluruh perkara hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK diawali dengan penerapan pasal-pasal terkait dugaan suap,” imbuhnya.
Meski begitu, kata Ali, penyidik antirasuah dapat membuka peluang menerapkan Pasal 2 atau 3 Undang Undang Tipikor bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU.
Ali menyebut perlunya ada pembuktian bahwa penyidik menemukan adanya sejumlah unsur termasuk kerugian negara. Maka itu, KPK dapat dipastikan dapat menerapkan pasal itu dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup.
“Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud,” ucap Ali.
Edhy Prabowo dicokok KPK saat mendarat di di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pada Rabu (25/11/2020) dini hari usai melakukan kunjungan dari Hawai. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan suap erizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.
Baca: KPK Sita Rp 16 Miliar Duit Suap Menteri Edhy Prabowo dari Tujuh Lokasi
Baca: Edhy Prabowo Jadi Tersangka Suap Ekspor Benih Lobster 100 Ribu USD
Dalam perkara ini, Edhy diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Sedangkan Juliari Batubara ditangkap Tim Satgas KPK pada Sabtu (5/12/2020). Ia dijerat dalam kasus korupsi penyaluran bantuan sosial penanganan COVID-19 paket Sembako Se-Jabodetabek di Kementerian Sosial Tahun 2020.
Baca: OTT KPK, PPK Program Bantuan COVID-19 Kemensos Dicokok
Baca: Ini Bantahan Gibran dan PT Sritex Soal Aliran Dana Bansos COVID-19
Politisi PDI Perjuangan itu diduga mendapatkan jatah atau fee sebesar Rp 10 ribu per paket bansos. Dari program bansos COVID-19, Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial mendapatkan Rp 17 miliar. (bid)