bongkah.id – Di atas kertas, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sudah pasti lolos fit and proper test yang akan digelar Komisi III DPR RI. Kabareskrim Mabes Polri tersebut sudah pasti akan dilantik Presiden Joko Widodo. Menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Menggantikan Jenderal Pol. Idham Azis yang memasuki masa purnabhakti.
Rangkaian prediksi menyenangkan itu berseliweran di dunia maya. Maupun media maisntream. Prediksi itu tidak bisa dibantah, jika melacak riwayat kedekatan alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 ini dengan Presiden Joko Widodo. Mereka mulai akrab pada tahun 2011. Saat itu, Listyo menjabat Kapolres Surakarta. Sementara Jokowi menjabat Wali Kota Solo.
Setahun kemudian, tahun 2012, Listyo dimutasi ke Jakarta. Mengisi posisi Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Pada saat yang sama, Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012.
Selanjutnya pada 2013, dia ditugaskan menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara. Tak lama, Listyo kembali ditarik ke Ibu Kota, bersamaan dengan terpilihnya Jokowi sebagai presiden pada 2014. Listyo pun dipercaya menjadi ajudan Presiden RI sekitar dua tahun. Lepas dari penugasan sebagai ajudan Jokowi, Listyo diangkat menjadi Kapolda Banten pada 2016.
Dua tahun kemudian, Polri menariknya ke markas besar. Listyo ditugaskan menjadi Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Selang satu tahun kemudian, Listyo diangkat menjadi Kabareskrim per Desember 2019.
Selama menjabat Kabareskrim Polri, Listyo tercatat mengungkap kasus penipuan Grab Toko. Menuntaskan kasus pembakaran gedung Kejaksaan Agung. Dia juga berhasil mengungkap dan menangkap dua tersangka penyiram air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Kedua tersangka itu merupakan oknum kepolisian, meski banyak pihak meragukan validitasnya.
Selain itu, dia menangani kasus penembakan terhadap enam anggota Laskar FPI. Juga, terlibat penangkapan dan penjemputan buron kasus korupsi Bank Bali Djoko Tjandra Soegiarto. Nama Listyo sempat disebut-sebut dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Namun, hal itu dibantah saksi di pengadilan.
Terakhir, kontroversinya terkait kritik dari pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menginginkan calon Kapolri yang bisa diterima semua pihak. Listyo disorot karena nonmuslim.
“Sangat diharapkan dan dituntut kearifannya untuk bisa memilih sosok seorang Kapolri yang bisa diterima oleh masyarakat secara luas, agar kita sebagai bangsa bisa berkonsentrasi penuh mengatasi masalah yang sangat berat yang kita hadapi saat ini,” kata Wakil Ketua MUI Anwar Abbas.
Namun, beberapa fraksi di Komisi III DPR sendiri tak mempermasalahkan persoalan agama dari calon Kapolri ini karena tak jadi syarat khusus di perundangan.
Saat menjabat sebagai Kepala Pusat Komando Pengendalian Operasi (Kapuskodalops) di Polres Tangerang, dirinya pernah menangani kasus penyanderaan. Saat itu sekitar tahun 1998, Listyo Sigit berpangkat sebagai Kapten atau setara dengan Ajun Komisaris Polisi (AKP), dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 4 September 1998.
Yakni kasus penyanderaan dua Direktur PT Bina Sarana Mekar (BSM), pengembang kawasan perumahan Palem Semi, Tangerang. Seperti diketahui penyanderaan tersebut dilakukan oleh warga Desa Bencongan Curug yang menuntut agar PT BSM membayar ganti rugi tanah mereka.
LIMA CALON
Sebelumnya, ia bukan satu-satunya nama yang diprediksi calon kuat Kapolri yang beredar. Setidaknya empat nama jenderal bintang tiga lainnya menjadi pesaing Listyo. Yakni, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar, Kabaharkam Komjen Agus Andrianto, serta Kalemdikpol Komjen Arief Sulistyanto.
Pada akhirnya, pria kelahiran Ambon, Maluku, itulah yang masuk dalam Surat Presiden tentang pencalonan Kapolri ke DPR.
Keistimewaan Listyo yang dipilih Jokowi, pria usia 51 tahun itu sudah menempati berbagai posisi penting sebelum nyaris berada di puncak Korps Bhayangkara. Pada 2009, ia mulai menduduki kepala satuan wilayah dengan menjabat sebagai Kapolres Pati. Satu tahun kemudian, dimutasi sebagai Kapolres Sukaharjo.
Selanjutnya, pria yang mengaku hobi berolahraga dan musik ini diangkat menjadi Wakapolrestabes Semarang.
Periode penting jabatannya, saat menjabat Kapolres Surakarta pada 2011. Saat Listyo bertugas di Solo, Jokowi menjabat Wali Kota. Di wilayah ini, Listyo pernah menangani kasus bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Solo, Jawa Tengah, 2011.
Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai penunjukan Komjen Listyo Sigit sebagai calon tunggal Kapolri merupakan gaya Jokowi, yang senang memilih kader muda di korps Bhayangkara sebagai pemimpin.
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menganggap, Jokowi lebih mempercayai orang terdekatnya untuk memimpin pucuk pimpinan Polri. Mengingat, Listyo juga merupakan mantan ajudan Jokowi saat masih berpangkat Kombes pada 2014 lalu.
“Sepertinya Jokowi lebih mempercayai pengamanannya kepada orang kepercayaannya, yang pernah menjadi ajudannya saat pertama kali menjadi Presiden,” kata Neta saat dihubungi.
Selain itu, Sigit masih memiliki waktu panjang sebelum pensiun. Sehingga dapat mengamankan institusi sampai akhir jabatan Jokowi.
Neta menuturkan, jika karier Sigit tak bermasalah ke depannya, maka dia akan pensiun pada 2027 mendatang. Saat dirinya berumur 58 tahun.
“Terlihat bahwa Jokowi menginginkan di sepanjang kekuasaannya menjadi presiden, ia ingin dikawal oleh Sigit sebagai Kapolri,” ucapnya.
Menurutnya, pemilihan Listyo sebagai calon Kapolri tak menjadi masalah. Sebab penunjukan Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden. Karena itu, publik hanya dapat memberikan catatan-catatan terkait sosok yang bakal memimpin Korps Bhayangkara kedepannya.
Catatan Neta, Jokowi lebih senang memilih kader muda sejak awal kepemimpinannya sebagai Presiden Indonesia. Saat itu Tito Karnavian adalah kader muda Polri. Masa pensiunnya masih panjang. Sekitar enam tahun lagi. Sama halnya dengan Sigit yang baru pensiun di tahun 2027.
Dengan kondisi demikian, Listyo perlu menyusun penempatan personel Polri dengan penuh pertimbangan. Pasalnya, penunjukan Listyo akan membuat banyak senior di kepolisian yang terlewati. Sebanyak 4 angkatan. Yakni Akpol 1987, 1988, 1989, dan 1990.
“IPW berharap dengan mengkonsolidasikan organisasi Polri yang berisikan kader senior dan junior, Polri akan lebih promoter lagi dalam menjaga keamanan,” tambahnya. (rim)