
Bongkah.id – Malam takbir membalut langit dengan gema takbir yang khidmat, ketika Eko Yunianto melangkah keluar dari rumahnya, menggandeng tali seekor sapi limosin yang akan dikurbankan. Jaraknya hanya sekitar 50 meter menuju Masjid Al Baiturrohim di lingkungan Panji, Sumbersari, Jember. Tapi setiap langkah itu mengandung makna — bukan sekadar fisik, melainkan spiritual.
“Ini bagian dari kewajiban kami sebagai Muslim,” ujar Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur itu. “Bagi yang mampu, berkurban bukan pilihan, tapi panggilan iman.”
Tahun ini, Eko dan keluarganya mempersembahkan enam ekor sapi sebagai wujud ibadah Iduladha 1446 H/2025. Lima sapi disembelih di rumah pribadinya, satu lagi ia serahkan langsung ke masjid lingkungan rumah, sebagai bentuk komitmen pribadi dalam menjalankan perintah Allah.
Meneladani Ketundukan Nabi Ibrahim
Kisah kurban adalah warisan ketaatan Nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail, demi memenuhi perintah Tuhan. Dalam semangat yang sama, Eko menyebut kurban sebagai latihan rohani untuk menyerahkan sebagian dari yang dicintai demi kemaslahatan.
“Yang kami korbankan bukan hanya hewan, tapi ego. Ini tentang keikhlasan, tentang belajar melepaskan sesuatu demi orang lain,” katanya.
Setiap tahun, Eko menjaga tradisi ini dengan serius. Sapi-sapi yang dikurbankan bukan dipilih sembarangan — ia pastikan memiliki bobot dan kualitas yang layak, karena baginya, mempersembahkan yang terbaik adalah bagian dari bentuk ibadah yang sejati.
Bukan Sekadar Daging, Tapi Keberkahan
Sebanyak 1000 lebih warga ditargetkan sebagai penerima manfaat kurban. Namun, Eko menekankan bahwa kurban bukan semata soal daging. “Ini soal keberkahan, soal berbagi rezeki dan menebar kasih sayang,” ujarnya.
Ia bahkan turun langsung mengantar daging kurban ke warga, seperti diceritakan Nenek Sutini (65), tetangganya. “Pak Eko tiap tahun selalu antar daging. Kadang malam-malam biar gak banyak orang tahu. Biar ikhlas, katanya,” tutur Sutini.
Pengurus Takmir Masjid Al Baiturrohim, Abdul Muid, menambahkan bahwa sejak 2021 Eko rutin menyerahkan sapi kurban. “Itu wujud nyata kepedulian dan komitmen ibadah. Tidak semua orang bisa konsisten seperti itu,” ujarnya.
Bagi Eko, kurban bukan hanya rutinitas tahunan. Ia adalah pengingat — bahwa harta, jabatan, bahkan waktu, semuanya titipan yang kelak diminta pertanggungjawabannya. “InsyaAllah, tahun depan bisa tambah lagi jumlahnya. Semoga Allah beri kesehatan dan rezeki agar kami bisa berbagi lebih luas, terutama ke warga dapil saya di Jember-Lumajang,” ujarnya penuh harap.
Di tengah zaman yang makin sibuk dan individualistis, apa yang dilakukan Eko Yunianto menjadi pengingat: ibadah bukan hanya soal ritual, tapi juga soal pengabdian kepada Tuhan dan sesama manusia. (ata/sip)