
bongkah.id – Mantan Direktur Utama Jamsostek, Joko Sungkono, melontarkan kritik tajam atas situasi yang tengah berkembang terkait pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Direksi dan Dewan Pengawas BPJS pada tahun 2025.
Ia menilai, di balik hiruk-pikuk seleksi jabatan strategis itu, terselip ancaman serius terhadap masa depan lembaga jaminan sosial nasional.
“Dalam waktu yang tidak terlalu lama, bisa jadi BP Jamsostek hancur sebelum mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, jika tangan-tangan kotor mulai menjarah,” ujarnya.
Menurut Joko, perebutan posisi dalam tubuh BPJS Ketenagakerjaan (BPJS Tk) seolah didorong bukan oleh niat memperbaiki sistem, melainkan oleh besarnya dana yang dikelola lembaga tersebut.
Saat ini, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan diperkirakan mencapai Rp 800 triliun, namun 80 persen di antaranya merupakan liabilitas atau kewajiban yang harus dikembalikan kepada peserta di masa mendatang.
Padahal, imbuhnya, dana sebesar itu tergolong kecil bila dibandingkan dengan lembaga serupa di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang telah mengelola dana lebih dari Rp 4.000 triliun.
Namun di Indonesia dana yang relatif kecil ini menjadi rebutan banyak pihak.
Joko mengingatkan, para peminat jabatan di BPJS seharusnya memahami filosofi dan tanggung jawab besar di balik lembaga jaminan sosial nasional, bukan sekadar memandangnya sebagai ladang kekuasaan dan uang.
Ia juga menyinggung prediksi almarhum Dr. Hattari, salah satu aktuaris pendiri program jaminan sosial, bahwa dalam 30 tahun sejak peresmian, dana yang terhimpun bisa menyamai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Kini, 48 tahun setelah program itu berdiri, capaian tersebut belum mendekati harapan bahkan cenderung melenceng dari semangat awalnya.
Karena itu, Joko menilai Presiden harus turun tangan langsung. “Tidak perlu ada Pansel. Presiden cukup menunjuk direksi profesional dan membentuk dewan pengawas dari para menteri terkait,” tegasnya.
Menurutnya, reformasi total struktur BPJS mutlak dilakukan agar lembaga ini kembali pada roh pendiriannya. Yakni mewujudkan kesejahteraan sosial rakyat sebagai amanat konstitusi dan Deklarasi Hak Asasi Manusia Internasional.
“Program Jaminan Sosial Nasional adalah program negara. Maka, negara — dalam hal ini Presiden — harus menjadi penanggung jawab utama,” pungkasnya penuh harap. (kim)
            























