bongkah.id – Ketenangan Dusun Sumberagung Desa Balong, Ponorogo, Jawa Timur, terusik ketika kabar penangkapan Dewi Astutik alias Paryatin menyebar dari mulut ke mulut.
Di warung kopi, di tepi jalan tanah, hingga di serambi rumah warga, semua membincang hal yang sama: perempuan desa yang mereka kenal sebagai TKW ternyata diduga menjadi bagian dari jaringan narkoba internasional.
Bagi warga, Dewi selama ini tak lebih dari sosok perantau yang jarang pulang. Ia meninggalkan rumah untuk mencari penghasilan di luar negeri, seperti banyak perempuan desa lainnya.
Tak ada tanda-tanda mencolok, tak ada gestur yang mengisyaratkan bahwa ia memegang peran penting dalam sindikat narkotika yang namanya disebut-sebut hingga kawasan Golden Triangle.
“Ya kaget, tahunya kerja di luar negeri dan nggak pulang. Nggak pernah pamitan ke tetangga juga,” kata Purnomo, Ketua RT yang siang itu duduk di kursi kayu di depan rumahnya.
Nada bicaranya pelan, seolah masih mencoba merangkai ulang sosok Dewi yang ia kenal dengan pemberitaan yang ramai beredar.
Di rumah berdinding bata yang sederhana, Sarno—suami Dewi—tampak berusaha tegar. Tatapannya kosong, seperti masih berusaha menerima kenyataan yang tiba terlalu mendadak.
“Saya pasrah, benar-benar nggak tahu kalau istri saya terlibat begitu. Tahunya kerja jadi PRT di luar negeri,” ujarnya.
Ucapannya menggantung di udara, menyisakan keheningan yang lebih pekat.
Sarno dan Dewi memiliki dua anak kembar berusia 14 tahun. Keduanya duduk di bangku sekolah sambil membantu ayahnya jika ada waktu luang.
Kehidupan keluarga itu berjalan apa adanya. Sarno bekerja serabutan, turun ke sawah saat musim tanam, ikut proyek bangunan ketika ada panggilan, dan mengambil pekerjaan apa pun yang bisa memberi nafkah harian.
Dewi pertama kali berangkat sebagai TKW pada 2013 ke Taiwan. Setelah pulang pada 2023, ia kembali pergi awal 2024 pamit ingin bekerja di Kamboja.
Dari rumah, cerita tentang pekerjaannya hanya datang sesekali lewat pesan singkat. Uang kiriman pun jarang, hanya cukup untuk kebutuhan anak-anak, tanpa ada tanda-tanda kehidupan serba berlebih.
Namun dugaan BNN berkata lain. Di balik sosok perempuan desa yang pendiam, Dewi disebut memiliki peran penting dalam jaringan narkoba lintas negara.
Namanya dikaitkan dengan sindikat Asia Afrika, hingga wilayah Golden Triangle yang sudah lama dikenal sebagai pusat produksi narkotika terbesar di dunia.
Di dusun kecil itu, warga kini memilih banyak diam. Bukan karena tak ingin tahu, tetapi lebih karena tak ingin menambah luka keluarga yang ditinggalkan.
“Warga sini sudah dengar kabarnya, tapi memilih diam saja. Ya menghormati keluarga,” tutur Purnomo.
Dan di tengah sunyi desa, kabar itu menggantung seperti kabut pagi yang belum sempat tersibak matahari. (anto)


























