bongkah.id – Aliran uang suap Djoko Tjandra pada Brigjen Pol. Prasetijo Utomo yang selama proses penyidikan masih kabur, akhirnya terungkap dalam sidang terdakwa Tommy Sumardi sebagai pemberi suap dari buronan korupsi skandal cassie Bank Bali Djoko Tjandra. Uang suap yang diterima alumni Akpol 1991 itu sebanyak dua kali. Tidak hanya itu, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri itu disebut meminta jatah uang suap. Sebab dia merasakan ikut membantu. Menghilangkan nama DJoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. (…..)
Pada 29 April 2020,terdakwa Djoko Tjandra kembali meminta sekretaris-nya menyerahkan 100 ribu dolar AS kepada terdakwa Tommy. Selanjutnya terdakwa Tommy kembali menemui terdakwa Napoleon di ruang Kadivhubinter gedung TNCC Mabes Polri lantai 11. Uang suap sejumlah 100 ribu dolar AS itu diserahkan kepada terdakwa Napoleon.
Setelah menerima uang tersebut, terdakwa Napoleon memerintahkan anak buahnya Kombes Tommy Aria Dwianto membuat surat ke Imigrasi. Surat itu kemudian ditandatangani atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia oleh Brigjen Pol. Nugroho Slamet Wibowo.
Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan, bahwa Sekretariat NCB Interpol Indonesia pada Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database DPO, yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7. Selanjutnya diinformasikan, data DPO yang diajukan Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.
Pada 4 Mei 2020, Djoko Tjandra kembali meminta sekretarisnya memberikan uang 150 ribu dolar AS kepada terdakwa Tommy. Kemudian terdakwa Tommy menemui terdakwa Prasetijo. Selanjutnya mereka menemui terdakwa Napoleon. Dalam pertemuan itu terdakwa Tommy menyerahkan uang 150 ribu dolar AS titipan terdakwa Djoko Tjandra pada terdakwa Napoleon.
Setelah menerima uang tersebut, terdakwa Napoleon memerintah anak buahnya, Kombes Pol. Tommy Aria Dwianto. Membuat surat yang nantinya ditandatangani Brigjen Pol. Nugroho Slamet Wibowo atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Surat itu untuk Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang berisi penghapusan “Interpol Red Notice”.
Pada 5 Mei 2020, terdakwa Tommy dan terdakwa Prasetijo kembali menemui terdakwa Napoleon di ruang kerjanya. Terdakwa Tommy kembali menyerahkan uang suap sejumlah 20 ribu dolar AS kepada terdakwa Napoleon. Usai menerima uang suap tersebut, terdakwa Napoleon kembali membuat surat perihal penyampaikan penghapusan “Interpol Red Noices” atas nama Djoko Soegiarto Tjandra Control No.: A-1897/7-2009 telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014 (setelah 5 tahun).
Setelah surat itu diterbitkan, terdakwa Prasetijo menghubungi terdakwa Tommy melalui ponsel. Terdakwa Prasetijo mengatakan ‘Ji, sudah beres tuh. Mana nih jatah gua punya’. Permintaan itu dijawab terdakwa Tommy, “sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana”.
Esok harinya, terdakwa Tommy menemui terdakwa Prasetijo di ruang kerjanya tepat pukul 14.00 WIB. Terdakwa Tommy memberikan 50 ribu dolar AS kepada terdakwa Prasetijo. Penyerahan uang suap termin ketiga itu membuat terdakwa Prasetijo menerima uang suap total sebesar 150 ribu dolar AS.
Pada 8 Mei 2020, terdakwa Napoleon meminta anak buahnya Kombes Pol. Tommy Aria Dwianto membuat surat untuk Anna Boentaran. Isinya menerangkan, bahwa setelah dilakukan pemeriksaan pada Police Data Criminal ICPO Interpol, didapatkan hasil Djoko Soegiarto Tjandra tidak lagi terdata sebagai subjek “Red Notice” ICPO Interpol, Lyon, Prancis.
Pada 12 Mei 2020, terdakwa Djoko Tjandra kembali meminta sekretaris-nya menyerahkan uang 100 ribu dolar AS kepad terdakwa Tommy. Pada 22 Mei 2020, terdakwa Djoko Tjandra kembali meminta sekretaris-nya menyerahkan uang 50 ribu dolar AS kepada terdakwa Tommy. Jumlah total uang yang diserahkan terdakwa Djoko Tjandra ke terdakwa Tommy Sumardi sebesar 500 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura.
Akibat permintaan dari Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri itu, maka Ditjen Imigrasi Kemenkumham menghapus status DPO Djoko Soegiarto Tjandra dari sistem ECS pada SIMKIM Ditjen Imigrasi. Penghapusan itu digunakan terdakwa Djoko Tjandra masuk wilayah Indonesia. Selain mengajukan PK pada 8 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia juga mengurus E-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Atas penerimaan uang suap dari buronn Djoko Tjandra itu, maka terdakwa Irjen Pol. Napoleon Bonaparte dan terdakwa Brigjen Pol. Prasetijo Utomo diancam pidana penjara, dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur mengenai bagtentang pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Prasetijo tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sehingga sidang akan dilanjutkan pada 9 November 2020 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (rim/EnD)