Bongkah.id – Di sebuah ruangan bernuansa hangat di Ballroom Hotel Fatma, sejumlah ustadz, ustadzah, santri, hingga petugas keamanan pondok pesantren berkumpul dalam suasana yang lebih dari sekadar diskusi biasa.
Mereka tidak sedang membahas kurikulum atau metode ceramah, tetapi mengupas satu hal yang selama ini sering terbungkus sunyi, bullying di dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pondok pesantren.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai Gerindra, Farid Kurniawan Aditama yang menginisiasi sarasehan pendidikan ini. Baginya, bullying bukan hanya soal perilaku kasar antar pelajar, tapi soal masa depan generasi muda yang bisa rusak secara diam-diam.
“Kita sadar betul penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat untuk anak-anak kita baik fisik ataupun mentalnya. Dengan sosialisasi ini, saya berharap anak-anak kita terhindar dari kekerasan fisik dan mental serta praktik-praktik bullying yang selama ini menjadikan keresahan orang tua dan juga lembaga pendidikan yang ada di Indonesia,” ungkap Farid di depan para peserta, Minggu (1/6/2025)
Sarasehan ini sengaja menyasar pesantren karena Jombang dikenal sebagai kota santri dengan puluhan pesantren berbasis boarding school. Model pendidikan asrama ini punya dinamika tersendiri dari interaksi intens, hierarki senioritas, dan budaya disiplin tinggi yang bisa menjadi ruang subur bagi praktik bullying jika tidak diawasi dengan baik.
“Di Kabupaten Jombang ini banyak pondok pesantren yang bentuknya boarding school sehingga dibutuhkan pemahaman dari elemen-elemen tersebut untuk mencegah terjadinya praktik-praktik bullying,” tambahnya.
Lebih jauh, Farid menyoroti bahaya bullying bukan hanya pada luka fisik, tetapi juga luka batin yang tak terlihat.
“Bullying ini menyerang tidak hanya fisik tapi juga psikis. Karena anak-anak dengan pertumbuhan psikis yang tidak sehat atau tumbuh di bawah tekanan ini akan menjadi generasi yang tumbuh dengan kecacatan,” ujarnya tegas.
Ia mengingatkan, jika generasi ini ingin menyongsong Indonesia Emas, maka masa pertumbuhan mereka harus berada dalam lingkungan yang mendukung – bukan menekan.
“Kita tidak ingin dalam menyongsong Indonesia emas, anak-anak kita berada dalam kondisi tertekan dan tidak berada dalam lingkungan yang sehat dalam menempuh pendidikan,” lanjutnya.
Di barisan peserta, AKBP Ardi Kurniawan, Kapolres Jombang, memberikan gambaran nyata tentang upaya kepolisian dalam menangani bullying.
“Kami serius menangani kasus perundungan di sekolah. Salah satunya lewat program ‘Police Goes to School’, untuk mencegah sekaligus menangani kasus-kasus yang muncul,” jelasnya.
Selama tahun 2024, tercatat 5 kasus bullying masuk ke Polres Jombang. Dalam setiap penanganannya, pendekatan yang diambil bukan semata penegakan hukum, tapi juga restorative justice, penyelesaian masalah melalui dialog dan pemulihan hubungan.
“Proses ini melibatkan korban, pelaku, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari solusi yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak,” imbuh AKBP Ardi.
Selain sosialisasi, Polres Jombang juga menjalin kerja sama dengan pesantren melalui program “Polri Sahabat Santri”. Tujuannya membangun kedekatan emosional antara aparat dan para santri, serta membentuk lingkungan yang aman dan bersahabat di pesantren.
Hal ini diamini oleh KH. Muhammad Imdad (Gus Imdad), Pengasuh Pondok Pesantren Assaidiyyah 1 Bahrul Ulum Jombang.
“Dengan melibatkan divisi-divisi dari kepolisian, rencana akan melakukan roadshow ke pesantren-pesantren untuk sosialisasi dan pendekatan. Karena kalau kami sebagai pengasuh ini kan hanya fasilitator,” ungkapnya.
Gus Imdad menyampaikan bahwa kerja sama ini tak hanya berhenti pada sosialisasi, tetapi juga mencakup pengawasan, pembinaan siswa, dan pembentukan komisi khusus anti-bullying di lingkungan pesantren.
Sarasehan itu berakhir, tapi gaungnya tidak. Apa yang dimulai dari sebuah ruangan hotel hari itu, membawa harapan bahwa pendidikan bukan hanya soal kecerdasan, tapi juga soal keamanan dan kasih sayang. Jika pesantren bisa menjadi tempat yang aman secara spiritual, maka ia juga harus aman secara psikologis, bebas dari tekanan, bebas dari perundungan. (ima/sip)