Bongkah.id – Sore itu, langit belum sepenuhnya gelap ketika tim Satresnarkoba Polres Jombang mulai menyusun langkah. Informasi yang mereka kantongi sejak beberapa hari lalu mengarah pada pergerakan mencurigakan di Desa Losari, Kecamatan Ploso. Lokasi yang selama ini tampak biasa pinggir jalan dengan lalu lintas desa yang tenang ternyata menjadi titik temu peredaran narkotika.
Sekitar pukul 18.00 WIB, petugas menghentikan seorang pria muda yang baru saja menjemput sesuatu dari balik semak-semak di pinggir jalan. Benda itu ternyata dua paket sabu seberat 99,22 gram. Pemuda itu bernama Habib Murtadlo (28), karyawan swasta asal Mojokerto.
Habib bukan pemakai biasa. Dari pengakuannya, ia menjadi kurir sabu atas perintah seseorang berinisial A yang kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Modusnya sederhana tapi licik, yakni sistem ranjau. Barang ditaruh di lokasi yang disepakati, lalu dijemput dan dikirim kembali tanpa tatap muka. Dari setiap pengambilan, Habib mendapat Rp1 juta dan sedikit sabu untuk dikonsumsi sendiri.
“Dia mendapatkan upah sebesar Rp1 juta dalam sekali ranjau,” ujar Kasat Resnarkoba AKP Ahmad Yani, Senin (2/6/2025).
Melalui ponsel milik Habib, polisi menelusuri jejak digital transaksi narkotika. Nama lain pun muncul, Farid Syaifudin (28), warga Ploso yang tinggal di kontrakan di Desa Losari. Empat jam setelah penangkapan pertama, tim bergerak ke lokasi kedua, pinggir jalan di Desa Bedahlawak, Kecamatan Tembelang.
Farid tidak bisa mengelak. Di kontrakannya, polisi menemukan 11 paket sabu seberat 111,46 gram, 45 butir pil ekstasi bergambar Doraemon, timbangan digital, isolasi hitam, dan plastik klip kosong. Dunia gelap yang ia sembunyikan di balik keseharian sebagai karyawan swasta akhirnya terbongkar.
Kepada penyidik, Farid mengaku sudah sejak Desember 2024 menjadi pengedar narkotika, memasok sabu dan ekstasi dari seseorang berinisial S (juga DPO). Ia mengemas dan mengirim pesanan sesuai instruksi, lagi-lagi melalui sistem ranjau. Imbalannya, sabu gratis dan uang antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta setiap dua minggu.
“Kedua pelaku ini bekerja dalam jaringan berbeda tapi dengan pola yang sama. Keduanya berperan aktif sebagai pengedar, dan barang yang mereka simpan tergolong besar,” kata Ahmad Yani.
Hidup dengan keuntungan cepat memang menggoda. Tapi jalan pintas itu kini membawa keduanya ke ancaman hukum berat. Mereka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur pidana mati hingga penjara seumur hidup bagi pengedar narkotika dalam jumlah besar. (Ima/sip)