Bongkah.id – Penambahan kasus positif Covid-19 baru di Jawa Timur, Sabtu (30/5/2020) kembali tercatat yang tertinggi yakni sebanyak 199 pasien. Dengan tambahan tersebut, total kasus positif di Jatim kini 4.613.
Tambahan kasus positif terbanyak kedua adalah DKI Jakarta sebanyak 101 pasien dan totalnya menjadi 7.229 kasus. Secara keseluruhan, hari ini, Sabtu (30/5/2020), total ada penambahan 557 kasus baru.
“Angka kasus positif di Jawa Timur hari ini cenderung naik dibandingkan data kemarin. Sedangkan DKI dibandingkan data kemarin cenderung turun,” tutur Juru bicara percepatan penanganan Covid-19, Achmad Yuniarto.
Namun, menurut Yurianto, khusus kasus yang DKI ini tidak seluruhnya berasal dari wilayah administrasi ibukota negara. Karena sebagian merupakan warga yang baru tiba dari luar negeri mendarat di Bandara Soekarno Hatta juga dimasukkan dalam data kasus baru DKI.
“Mereka yang terkonfirmasi positif setelah dites di bandara dimasukkan data kasua baru di Provinsi DKI,” ujar Yurianto.
Setelah DKI, dua provinsi lain yang tercatat menyumbang kasus positif baru terbanyak adalah Sulawesi Selatan dengan 42. Kemudian diikuti Kalimantan Tengah 31 penambahan kasus baru.
Sehari sebelumnya, Jumat (29/5/2020), Jatim juga mencatatkan angka kematian tertinggi akibat virus corona yakni sebanyak 24 orang.
“Selama perjalanan layanan COVID-19 di Jatim, angka meninggal dunia pada hari ini adalah yang tertinggi. Ini harus menjadi catatan bersama,” tutur Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Berdasarkan data, 24 orang yang meninggal itu, 17 orang di antaranya asal Surabaya, tiga orang Sidoarjo, dua orang Gresik. Kemudian, masing-masing satu orang asal Kabupaten Malang serta Situbondo.
Dengan tambahan kasus tersebut, total pasien meninggal dunia di Jatim sebanyak 372 (8,44 persen), sedangkan pasien sembuh mencapai 589 orang (13,36 persen).
Melihat tingginya tambahan kasus positif baru di Jatim mengindikasikan bahwa penularan dari hulu di provinsi ini masih cukup besar. Karena itu, pakar kesehatan mengusulkan agar pemerintah tidak terburu-buru melonggarkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), khususnya di Surabaya Raya.
“Terutama Jatim, PSBB di Surabaya Raya dan Malang Raya jangan melonggarkan dulu. Yang ketat dua minggu ini kalau bisa yang ketat. Jangan seperti ini rame di jalanan,” saran Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo di Surabaya, Sabtu (30/5/2020).
Jika aturan PSBB dilonggarkan, Windhu khawatir rumah sakit di Surabaya kewalahan. Terlebih, dia menyebut Surabaya hingga Jatim sudah menjadi episentrum penularan COVID-19.
“Sudah jadi episentrum sekarang. Sudah jadi. Yang penting sekarang itu kan sumber (penularannya) di masyarakat. Penularan jangan sampai berjalan terus. Rumah sakit itu hilir, hanya menerima dari hulu,” tuturnya.
Windhu menambahkan ada baiknya jika polisi melakukan sweeping hingga menempatkan titik check point di jalanan kota juga, bukan hanya di perbatasan kota. Karena menurut Windhu, jalanan Kota Surabaya juga terpantau cukup ramai meski sedang menerapkan PSBB.
Jika pencegatan kerap dilakukan, Windhu menyebut bisa membuat psikologi masyarakat menjadi malas berkeliaran ke luar rumah.
“Sweeping dilakukan di kota bukan di batas kota saja. Mungkin orang bakal enggan keluar rumah karena dicegati. Kan nggak enak orang keluar rumah dicegat disweeping, secara psikologis itu akan menahan diri buat ndak keluar-keluar,” ujar Windhu. (bid)