
Bongkah.id – Di tengah aroma sambal yang menyengat dan riuh tepuk tangan penonton, cobek-cobek batu beradu dengan ulekan kayu. Seolah tak sekadar lomba, setiap gerusan bumbu dalam lomba rujak uleg di Lapangan Raden Wijaya, Mojokerto, Minggu (29/6/2025), menjadi simbol keterhubungan yang dalam antara warga, warisan budaya, dan tanah yang mereka cintai.
Itulah salah satu momen paling berkesan yang menutup rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-107 Kota Mojokerto. Selama dua hari penuh, dari Sabtu hingga Minggu, 28–29 Juni 2025, ribuan warga memadati ruang publik terbesar di jantung kota itu. Mereka datang bukan hanya untuk menonton tetapi untuk merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar: perayaan identitas bersama.
Di panggung utama, acara “Dahsyat Spektakuler” menghadirkan musik dari artis-artis ibu kota. Namun gemerlap lampu dan dentuman musik itu tak lantas menenggelamkan semangat lokal yang tetap menyala. Di sekeliling lapangan, puluhan stan kuliner khas Mojokerto berdiri, memamerkan rasa otentik yang hanya bisa ditemukan di kota kecil yang dulu menjadi bagian dari peradaban Majapahit ini.
Di tengah euforia itu, Lomba Rujak Uleg menjadi favorit warga. Tak sekadar hiburan, kegiatan ini menghidupkan kembali kebiasaan memasak bersama, tradisi yang lekat dengan dapur-dapur rumah Mojokerto. Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, menyebut rujak uleg sebagai simbol keakraban dan semangat gotong royong.

“Menu khas Mojokerto itu sambelan, selalu identik dengan cobek dan ulekan. Kami ingin warga tidak melupakan akar kuliner kita, dan merayakannya dengan cara yang menyenangkan,” ujar Ning Ita, sapaan akrab sang Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari.
Lebih dari sekadar ajang tahunan, perayaan HUT Mojokerto kali ini mencerminkan bagaimana kota ini terus bertumbuh tanpa kehilangan arah. Mengusung tema “Spirit of Majapahit”, rangkaian acara selama bulan Juni dirancang untuk meneguhkan kembali karakter Mojokerto sebagai kota dengan sejarah besar dan cita-cita modern.

Dari Mojo Shop Fiesta yang mengangkat UMKM lokal, Kirab Budaya Mojo Bangkit yang menghadirkan kostum tradisional dan arak-arakan sejarah, hingga Majapahit Run dan Mojokerto Bersholawat yang menyatukan unsur olah raga dan spiritualitas semuanya merupakan cara Mojokerto membingkai masa lalu dalam wajah masa depan.
“Yang kami kuatkan adalah SDM-nya. Mojokerto harus jadi kota yang berdaya saing, punya karakter, dan berkelanjutan,” kata Ning Ita.
Ketika matahari mulai tenggelam dan musik terakhir bergema di udara, aroma bawang putih dan cabai masih terasa di ujung hidung. Di antara sisa-sisa ulekan dan lantunan lagu rakyat, HUT Mojokerto ke-107 resmi ditutup. Namun semangat yang ditinggalkannya akan tetap hidup—dalam cobek-cobek dapur, dalam ingatan warga, dan dalam langkah kota menuju masa depan. (sip)