bongkah.id – Aspal hitam yang membentang di Jalan Sidokerto, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, sekilas tampak baru. Namun jika diperhatikan lebih dekat, permukaannya terlihat tidak rata, sementara saluran beton di sisi jalan justru berkelok dan naik-turun.
Proyek peningkatan jalan yang seharusnya menghadirkan akses aman dan nyaman bagi warga ini kini justru memunculkan tanda tanya besar bagi warga Sidoarjo.
Proyek peningkatan jalan itu dibiayai dari APBD Kabupaten Sidoarjo dengan nilai anggaran Rp782.994.000. Jalan sepanjang 298 meter dan lebar 4 meter tersebut dikerjakan oleh CV Ardhi Bila.
Berdasarkan dokumen perencanaan, pekerjaan semestinya rampung pertengahan Desember 2025. Namun fakta di lapangan menunjukkan aktivitas pengaspalan baru dilakukan hingga 23 Desember 2025.
Keterlambatan ini menjadi sorotan serius. Reynaldi, warga Sidoarjo yang berprofesi sebagai kontraktor, menyebut proyek tersebut molor sekitar enam hari dari jadwal kontrak.
“Seharusnya selesai tanggal 15 Desember. Sementara berkas tagihan ke Kasda maksimal masuk tanggal 20 Desember 2025,” kata Reynaldi, Selasa (23/12/2025).
Menurutnya, keterlambatan bukan sekadar persoalan administratif. Dalam mekanisme keuangan daerah, pencairan anggaran hanya dapat dilakukan setelah pekerjaan selesai 100 persen dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).
“Kalau pekerjaan belum selesai tapi anggaran sudah dicairkan, itu patut dicurigai. Artinya ada potensi rekayasa administrasi, termasuk pemalsuan BAST yang melibatkan PPKom dan rekanan. Itu sudah masuk ranah pidana,” tegasnya.
Selain soal waktu, dugaan penyimpangan teknis juga mengemuka. Reynaldi menilai struktur lapisan jalan tidak mengikuti spesifikasi yang tertuang dalam dokumen teknis.
Pada tahap awal, seharusnya dilakukan urugan pilihan sebagai pondasi, dilanjutkan agregat S, lalu dipadatkan sebelum lapisan aspal dihampar.
“Di lapangan tidak ditemukan urugan pilihan. Yang langsung dihampar justru bescost dengan ukuran batu belah kecil. Ini jelas menyimpang dari spesifikasi,” ungkapnya.
Masalah serupa juga ditemukan pada pemasangan saluran U-Ditch di sisi kanan dan kiri jalan. Secara visual, saluran tampak tidak lurus dan bergelombang, mengindikasikan kesalahan sejak tahap galian hingga pemasangan.
“Spesifikasinya jelas. Galian harus kering, kemudian diberi sirtu setebal 15 sentimeter sebagai lantai kerja dan pasir 10 sentimeter untuk levelling. Tujuannya agar U-Ditch lurus dan stabil. Fakta di lapangan, prosedur ini diduga diabaikan,” katanya.
Tahap pengaspalan pun tak luput dari kritik. Reynaldi mengaku tidak melihat adanya pembersihan permukaan bescost sebelum aspal digelar. Pemberian prime coat sebagai lapisan perekat antara pondasi dan aspal dinilai tidak sesuai standar.
“Aturannya 0,5 liter prime coat per meter persegi. Kalau hanya disemprot asal-asalan, daya lekat aspal rendah dan risiko mengelupas sangat tinggi,” ujarnya.
Tak hanya menyangkut mutu konstruksi, proyek ini juga dinilai mengabaikan prinsip transparansi dan keselamatan kerja.
Di lokasi proyek tidak terlihat papan proyek yang memuat informasi dasar seperti volume pekerjaan, nilai anggaran, sumber dana, dan pelaksana kegiatan. Para pekerja juga tampak bekerja tanpa alat pelindung diri (APD) serta tanpa rambu keselamatan.
“Semua itu sudah diatur dan dianggarkan dalam kontrak. Kalau tidak dipasang, patut dipertanyakan ke mana anggaran tersebut dialokasikan,” ucap Reynaldi.
Berbagai temuan tersebut memunculkan dugaan bahwa proyek peningkatan Jalan Sidokerto tidak hanya bermasalah dari sisi keterlambatan, tetapi juga berpotensi melanggar spesifikasi teknis dan administrasi.
Reynaldi pun mendesak Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo bersama Inspektorat untuk segera melakukan audit menyeluruh.
“Kalau dibiarkan, masyarakat yang akan dirugikan. Jalan cepat rusak, uang negara terbuang. Ini harus diperiksa secara serius,” pungkasnya. (anto/wid)



























