Bongkah.id – Utang senilai total Rp 694,79 triliun yang sedang dipikul PT PLN (Persero) menjadi sorotan anggota dewan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020). Wakil rakyat mempertanyakan bagaimana strategi perusahaan plat merah menyelesaikan beban keuangan tersebut tanpa harus menaikkan tarif listrik.
Pertanyaan kritis ini diajukan Anggota Komisi VII DPR Mulan Jameela. Legislator Fraksi Partai Gerindra itu Mulan menyebutkan, utang jumbo PLN yang digunakan untuk membiayai program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Mega Watt (MW) itu tentu saja tidak sehat bagi keuangan.
“Dengan kondisi keuangan seperti ini tentu saja cukup mengagetkan dan tidak sehat
Apa langkah yang dilakukan PLN untuk mengatasi dan membayar utang tersebut,” kata Mulan Jameela dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI yang digelar Selasa (25/8/2020).
Selanjuntya, ia ingin memastikan PLN dapat menyelesaikan persoalan utang tanpa membebani rakyat.
“Bisakah PLN menjamin ketersediaan listrik nasional tanpa harus menaikkan tarif,” tandasnya.
Beban utang PLN berdasar laporan keuangan kuartal I-2020 PLN sebesar Rp 694,79 triliun. Jumlah itu meliputi utang jangka panjang Rp 537 triliun dan utang jangka pendek Rp 157,79 triliun.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini meyakinkan bahwa perusahaannya bakal mampu membayar hutang tersebut tanpa membuka opsi menaikkan tarif listrik pelanggan. Sebab, ia mengklaim keuangan PLN dalam kondisi aman hingga akhir tahun 2020.
“Kami sangat paham dan memang situasi seperti ini komitmen kami adalah menjaga keberlangsungan keuangan PLN terjaga dengan baik,” tegasnya menanggapi pertanyaan Mulan Jameela.
Penjualan Merosot Rp 3 Triliun Per Bulan
Pukulan terhadap PT PLN sesungguhnya bukan hanya akibat utang jumbo. Tekanan keuangan juga disebabkan merosotnya penjualan listrik dampak pandemi Covid-19. Penurunan ini mengakibatkan lenyapnya potensi pendapatan PLN Rp 3 triliun per bulan.
Zulkifli Zaini menjelaskan, revenue atau penerimaan dari penjualan listrik PLN bisa menurun hingga Rp 3 triliun dalam sebulan. Ia mencontohkan, pada tahun 2019 lalu revenue listrik PLN bisa mencapai Rp 25 triliun per bulan.
Namun, penerimaan PLN anjlok menjadi Rp 22 triliun pada masa puncak Covid-19. Hal itu terjadi lantaran permintaan listrik anjlok lebih dari 10 persen dibanding kondisi normal pada tahun lalu.
“Terjadi penurunan penerimaan listrik per bulan Rp 3 triliun akibat Covid-19,” kata Zulkifli.
Kendati begitu, Zulkifli meyakinkan bahwa kondisi itu telah membaik. Hal tersebut ditandai dengan demand listrik yang mulai meningkat, sehingga penurunan beban tenaga listrik menjadi semakin kecil.
Ia menuturkan perbandingan beban kelistrikan dari sebelum covid hingga saat ini. Menurutnya, beban listrik dari Januari ke Maret masih tumbuh 1,26%.
Namun, lanjut Zulkifli, mulai anjlok di bulan April dengan minus 6,9%. Kondisi semakin parah pada bulan Mei yang minus 17%.
Penurunan beban semakin membaik dalam dua bulan terakhir, yakni pada Juli dengan minus 6 persen dan Agustus sebesar minus 3%. Secara provinsi, Bali mencatatkan penurunan paling signifikan dengan anjlok sekitar 20%.
“Puncaknya di Mei kita turun, minus 17%. Dan Agustus turunnya tinggal minus 3%,” jelas Zulkifli. (bid)