Bongkah.id – Komisi Pemberantasan Korupsi meminta para calon kepala daerah di Pilkada serentak 2020 berani jujur membuka data dan donatur sumbangan dana kampanyenya. Hal ini untuk meminimalkan potensi korupsi di pemerintah daerah yang lahir dari transaksi antara cakada dan sponsor kampanye.
Berdasar survei KPK pada 2018, para donatur menyumbang dana kampanye dengan motif mendapat imbalan yang menguntungkan dari calon kepala daerah yang didukungnya ketika sudah menduduki kekuasaan. Pihak swasta yang menspsonsori dana kampanye cakada ini kerap disebut cukong politik atau pilkada.
Beberapa jenis imbalan yang kerap diinginkan para sponsor calon kepala daerah antara lain, terkait kemudahan perizinan, pengaturan tender proyek pemerintah dan keamanan bisnis. Ada pula keuntungan lain seperti kemudahan akses donatur atau kolega menjabat di pemerintahan daerah atau BUMD, kemudahan akses menentukan peraturan daerah, prioritas bantuan langsung, serta prioritas dana bantuan sosial (bansos) atau hibah APBD.
“Korupsi di pemerintah daerah biasanya berhubungan erat dengan kecenderungan kepala daerah terpilih untuk membalas jasa atas dukungan dana dari donatur, sejak proses pencalonan, kampanye, sampai pemungutan suara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marawata.
Alexander Marwata hadir sebagai pembicara dalam kegiatan Pembekalan Cakada dan Penyelenggara Pilkada Serentak 2020 di Wilayah Provinsi Jambi, Jawa Tengah (Jateng), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Maluku, yang berlangsung di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi, Kota Jambi, Selasa (24/11/2020).
“Salah satu indikator integritas cakada adalah kejujuran melaporkan tiap sumbangan kampanye. Hasil survei KPK tahun 2018 menemukan 82,3 persen cakada menyatakan adanya donatur atau penyumbang dalam pendanaan pilkada,” kata Marwata.
Marwata juga mengungkapkan, lima modus korupsi kepala daerah berdasarkan evaluasi KPK. Pertama, kata, intervensi dalam kegiatan belanja daerah, mulai Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah, bantuan sosial (bansos), dan program, pengelolaan aset, hingga penempatan anggaran pemerintah paerah (pemda) di BUMD.
Kedua, intervensi dalam penerimaan daerah, mulai pajak daerah atau retribusi, pendapatan daerah dari pusat, sampai kerja sama dengan pihak lain. Ketiga, perizinan, mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, sampai pemerasan. Kemudian, modus berikutnya benturan kepentingan dalam proses PBJ, mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan perangkapan jabatan.
“Serta, penyalahgunaan wewenang, mulai pengangkatan dan penempatan jabatan orang dekat, hingga pemerasan saat pengurusan rotasi, mutasi, atau promosi ASN,” ungkap Alex.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga mengharapkan komitmen dan integritas cakada dalam keikutsertaannya dalam pilkada. Selain itu, Kastorius juga mengingatkan ASN agar tetap netral atau tidak berpihak pada salah satu cakada di wilayahnya.
“Perlu komitmen dan integritas para paslon (pasangan calon) serta patuh pada kode etik agar tercipta suasana yang kondusif. Lalu, untuk mencegah pelanggaran netralitas ASN agar tidak berpihak pada salah satu paslon, dengan melakukan sosialisasi regulasi dan menegakkan kode etik ASN secara tegas dan konsisten,” tutur Kastorius.
Pelaksana Harian (Plh) Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra meminta seluruh cakada dan pemilih bersama-sama mewujudkan pilkada berintegritas. Masyarakat, katanya, bisa mengakses data dan informasi pilkada melalui aplikasi infopemilu.kpu.go.id.
Ilham mengatakan, tantangan integritas di tengah pandemi bagi KPU adalah bersikap non-diskriminatif dalam memperlakukan peserta pemilihan, menginformasikan hal-hal baru yang perlu diketahui peserta pemilihan, terutama tahapan kampanye serta sanksi bila melanggar, mendorong peserta pemilihan taat pada protokol kesehatan dan memberikan sanksi yang sesuai pada mereka yang melanggar.
“Juga, merespon dengan baik dan tepat terhadap kecemasan dan ketidakpercayaan masyarakat tentang pelaksanaan pemilihan di masa pandemi, mendorong partisipasi masyarakat untuk memilih, dengan tetap mengedepankan pentingnya penerapan protokol kesehatan, dan taat terhadap protokol kesehatan dalam setiap penyelenggaraan tahapan pemilihan, agar dapat menjadi teladan bagi peserta dan pemilih,” kata Ilham. (bes/bid)