UNJUK rasa penolakan UU Cipta Kerja berpotensi kian semarak. Pasalnya kembali terjadi perubahan naskah yang digedok DPR oleh pemerintah. Penghapusan Pasal 46, yang membuat versi 812 halaman yang diserahkan sekjen DPR Indra Iskandar ke pemerintah. Menjadi veri 1.187 halaman.

bongkah.id — Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengakui, terjadinya penghapusan pasal dalam UU Cipta Kerja usai disahkan dalam sidang paripurna di DPR 5 Oktober lalu. Pasal yang dihapus yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah terbaru 1.187 halaman. Dini menyebut, pasal itu dihapus, karena kembali ke aturan yang tercantum dalam UU lama soal migas.

“Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final, karena dalam rapat panja sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” ujarnya dalam pesan singkat yang diterima wartawan, Jumat (23/10).

ads

Penghapusan itu, dikatakan, telah sesuai dengan hasil rapat Panja DPR dan pemerintah. Dalam rapat itu kedua belah pihak sepakat menghapus pasal 46. Mengembalikannya ke UU yang lama. Yakni UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Dini menegaskan, penghapusan pasal itu tak lebih dari perbaikan administratif seperti typo atau salah ketik. Karena itu, perubahan berupa perbaikan dalam UU yang disahkan masih boleh dilakukan.

“Yang tidak boleh diubah itu substansi. Dalam hal ini penghapusan sifatnya administratif, justru membuat substansi sesuai dengan yang sudah disetujui dalam rapat panja baleg DPR,” kataya.

Penghapusan Pasal 46 UU Migas, dinilainya, justru membuat substansi menjadi sejalan dengan yang disepakati dalam rapat di DPR. Selain itu, Kementerian Sekretariat Negara telah menjalankan tugasnya dengan memeriksa kembali seluruh isi UU tersebut, sebelum diserahkan kepada presiden.

Apabila ada yang tidak sesuai, kata dia, maka boleh diperbaiki. Perbaikan itu pun diklaim sudah disampaikan kepada DPR dan disetujui dengan bukti paraf dari DPR.

“Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa ke presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja. Fakta itu sudah dikomunikasikan dengan DPR,” tambahnya.

Hal serupa sebelumnya juga diungkapkan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas. Menurut dia, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memang sudah disepakati untuk dihapus oleh DPR dan pemerintah. Kesepakatan itu sudah ditetapkan sejak pembahasan di Panitia Kerja RUU Cipta Kerja.

Dari kesepakatan Panja tersebut, idealnya, pasal itu sudah harus dihapus oleh DPR sebelum naskah diberikan kepada pemerintah. Namun, kekeliruan itu justru baru ditemukan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, sehingga pasal tersebut baru dihapus.

“Terkait Pasal 46 yang dikoreksi, itu benar. Kebetulan Setneg yang menemukan. Seharusnya pasal tersebut memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (22/10/2020).

Andi menerangkan, Pasal 46 itu terkait dengan tugas BPH Migas. Awalnya, kata dia, pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, DPR tidak menyetujui usulan tersebut dalam pembahasan di Panja RUU Cipta Kerja.

“Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar, seharusnya tidak ada. Pasal itu seharusnya dihapus, karena kembali ke UU existing. Jadi tidak ada di UU Cipta Kerja itu,” ujar politikus Partai Gerindra itu.

Demikian pula yang diungkapkan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya. Dia tak memungkiri adanya perubahan dalam naskah usai dipegang oleh pemerintah. Perubahan dilakukan demi menyesuaikan penulisan dengan format lembaran negara sebelum diundangkan.

“Yang berubah disesuaikan dengan lembar negara yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara. Mengalami perubahan redaksional dari istilah yang lazim digunakan DPR peraturan perundangan menjadi peraturan perundang undangan,” ujar Willy saat dikonfirmasi melalui telepon.

Adapun Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang hilang dari naskah UU Cipta Kerja yang diantar Sekjen DPR Indra Iskandar ke Kemensetneg itu berisi 4 ayat. Hilangnya pasal itu tidak jelas. Tidak ada keterangan bahwa pasal yang bersangkutan dihapus, sebelum hilangnya pasal tersebut menjadi polemik media. Berikut bunyi Pasal 46 yang hilang itu.

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah Pusat dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;

c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;

d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;

e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan

f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Selain itu, juga ditemukan perbedaan penempatan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi. Dalam naskah versi 812 halaman, ketentuan itu diatur dalam Bab VIA. Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII. Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, Bab VIA berubah menjadi Bab VIIA. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.

Untuk diketahui, naskah UU Cipta Kerja telah mengalami enam kali perubahan jumlah halaman. Mulanya ada versi 1.208 halaman yang diunggah di situs resmi DPR. Kemudian ada versi 905 halaman saat dibacakan di Sidang Paripurna DPR 5 Oktober. Lalu muncul kembali versi baru, yakni 1.052 halaman dan 1.035 halaman. Saat DPR menyerahkan naskah final ke pemerintah pada 14 Oktober, UU Cipta Kerja memiliki 812 halaman. Kala itu, DPR menyatakan naskah sudah final. Akan tetapi, kini naskah berubah lagi dan bertambah menjadi 1.187 halaman. (rim/ EnD)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini