Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) se-Indonesia mencapai total Rp 194 triliun mengendap di bank.

Bongkah.id – Pengelolaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) di Jawa Timur melahirkan ironi. Uang senilai total Rp 25 triliun yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembangunan dan mensejahterahkan rakyat justru mengendap di bank.

Jumlah anggaran tersebut merupakan yang tertinggi di antara simpanan APBD dari wilayah lain di perbankan. Menyusul berikutnya adalah deposit dari pemda di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

ads

“Beberapa daerah yang punya simpanan tinggi yakni Jawa Timur mencapai Rp 25 triliun. Kemudian, Jawa Tengah Rp 19 triliun dan Jawa barat Rp 18 triliun, ini adalah sesuatu yang masih menjadi PR bagi kita,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (24/5/2021).

Secara total, jumlah simpanan pemerintah daerah di perbankan per April 2021 mencapai Rp 194 triliun. Ironisnya, angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada bulan-bulan berikutnya.

Hal itu berkaca pada kenaikan jumlah APBD di perbankan sejak Januari 2021 berada di angka Rp 13,3 triliun. Kemudian naik menjadi Rp 163 triliun pada Februari dan Rp 182 triliun di Bulan Maret.

Karena fakta tersebut, Kemenkeu menahan penyaluran dana alokasi umum (DAU) ke pemda pada April lalu. Hal itu untuk mencegah penumpukan anggaran yang ‘mangkrak’.

“Kalau kita salurkan, mungkin kembali menjadi menumpuk di sana juga,” ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Menkeu merasa miris melihat tingginya jumlah anggaran di daerah yang diendapkan begitu saja. Dia menilai, hal itu sangat menghambat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dampak pandemi COVID-19.

Padahal, tandas Sri Mulyani, pemerintah pusat sudah habis-habisan menggelontorkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) demi pemulihan ekonomi dampak pandemi.

“Bagaimana APBN kerja luar biasa keras dengan belanja untuk membantu masyarakat. Sementara, di daerah malah belum menjadi motor penggerak yang cukup tinggi,” tandas Menkeu.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa kemungkinan alasan Pemda melakukan penyimpanan dana sebanyak-banyaknya di perbankan. Dia berpendapat, bisa jadi pemda kelabakan membelanjakan besarnya anggaran program PEN pemerintah pusat yang dikucurkan ke daerah untuk penanganan COVID-19.

Pemda, lanjutnya, kesulitan mengeksekusi anggaran tersebut dengan efektif dan efisien. Hal ini bisa disebabkan karena masalah perencanaan atau teknis yang sulit sehingga pengusaha di daerah belum juga mendapatkan bantuan maksimal dari Pemda.

“Ini kenapa belum ada pengadaan barang jasa yang masif, atau kenapa dukungan ke UMKM kurang padahal ada dana PEN dari pemerintah pusat mengalir ke Pemda,” tegasnya.

Kemungkinan lain, kata Bhima, pemda justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk mendapat keuntungan melalui perbankan. Anggaran akan berlipat ganda dari bunga simpanan.

Menurut Bhima, langkah itu dilakukan Pemda karena Penerimaan Asli Daerah (PAD) anjlok selama pandemi COVID-19.

“Ini masalah klasik, perilaku Pemda simpan dana di bank untuk mendapatkan pendapatan bunga,” ujarnya. (bid)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini