KABARESKRIM Komjen Pol. Agus Andrianto menginstruksikan pada semua penyidik polri diseluruh Indonesia untuk mematuhi Surat Edaran Kapolri Nomor Nomor SE/2/II/2021, yang diteken Kapolri Jenderal Pl. Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 19 Februari 2021. Buat penyidik yang patuh akan mendapat reward (hadiah), sementara penyidik yang melanggar SE Kapolri akan diganjar punishment (hukuman) tegas.

bongkah.id – Semua penyidik Polri di seluruh Indonesia wajib mematuhi Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021, tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021. Penyidik yang melanggar, dipastikan Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto akan mendapat hukuman tegas. Tidak ada toleransi bentuk apa pun.

“SE Kapolri Nomor SE/2/II/2021 itu terbit, karena ditengarai adanya pasal-pasal karet dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Karena itu, penyidik yang melanggar SE Kapolri sebagai pedoman penanganan perkara UU ITE, saya pastikan akan mendapat hukuman tegas yang tidak ada toleransi. Sebab pelanggaran yang dilakukan adalah bentuk perlawanan terhadap hirarki komando tertinggi,” kata Agus usai dilantik di Gedung Rupatama Bareskrim Awaloedin Jamil, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021) siang.

ads

Menurut dia, kewajiban mematuhi SE Kapolri itu sebagai salah satu cara mencegah bias dan subyektivitas penyidik, dalam menerima atau melanjutkan perkara-perkara ITE di masyarakat. Sebab hukum harus menegakkan kebenaran dan keadilan. Hukum tidak boleh direkayasa menjadi pembenar atas semua kebijakan salah penegak hukum.

Karena itu, penanganan kasus-kasus ITE bakal dipelototi Wasidik (Pengawas Penyidikan) dan pihak pengawas internal lain, seperti Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri. Selain itu, penyidik yang dapat melakukan penegakan hukum dengan baik akan diberikan hadiah.

“Penyidik yang melaksanakan SE Kapolri dengan benar akan mendapatkan apresiasi dari masyarakat juga akan diberikan reward. Sebaliknya penyisik yang melanggar SE Kapolri akan diberikan hukuman atau punishment,” tegasnya.

Dikatakan, penyidik kepolisian perlu membuka ruang mediasi seluas-luasnya terhadap kasus UU ITE. Menggunakan SE Kapolri sebagai pedoman penyidik dalam menangani kasus-kasus SE Kapolri. Ini karena penerapan UU ITE sudah sedemikian dibuka peluang untuk mediasi seluas-luasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam SE Kapolri Nomor SE/2/II/2021 itu, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memberikan sejumlah pedoman dalam penanganan kasus-kasus terkait UU ITE. Targetnya untuk menerapkan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Beberapa langkah yang dijabarkan pria yang karib dipanggil Sigit dalam edaran itu, hendaknya penyidik dapat mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam menangani semua perkara UUU ITE. Kebijakan itu untuk menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan.

Pertama, Sigit meminta agar kepolisian terus memantau perkembangan pemanfaatan ruang digital dengan setiap dinamika permasalahan yang ada. Kemudian, penyidik perlu memahami budaya beretika di ruang digital. Karena itu, personil polisi perlu menginventarisasi pelbagai permasalahan dan dampak di masyarakat akibat kasus-kasus UU ITE tersebut.

“Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber,” kata pria kelahiran Ambon itu dalam surat edarannya.

Dalam menerima laporan dari masyarakat, Sigit juga mengatakan, penyidik perlu dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana. Selain itu, penyidik perlu membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang bersengketa, terutama korban agar membuka ruang mediasi. Hal tersebut, beberapa kali didorong oleh Sigit dalam surat edaran tersebut.

Selanjutnya, Sigit meminta, semua gelar perkara yang dilakukan oleh kepolisian di daerah-daerah dapat melibatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Kebijakan ini untuk menjaga pelaksanaan SE Kapolri dengan benar.

“Melakukan kajian dan gelar perkara secara komperhensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,” ujar Sigit.

Penyidik, menurut Kapolri, harus berprinsip hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum. Dalam prosesnya harus mengedepankan restorative justice. Adapun Restorative justice merupakan suatu pendekatan, yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.

Kendati demikian, Kapolri menekankan, bahwa restorative justice itu harus dikecualikan terhadap perkara yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia, perkara SARA, perkara Radikalisme, dan perkara Separatisme.

“Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan. Sebaliknya tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka tersangka tidak dilakukan penahanan. Sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,” kata Sigit pada poin I surat edaran yang dikeluarkan.

Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 ini menekankan, hendaknya penyidik dapat berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pelaksanaannya, termasuk dalam memberikan saran mediasi apabila kasus naik ke tingkat penuntutan.

Suami dari Juliati Sapta Dewi Magdalena itu meminta, pada semua perkara terkait UU ITE dilakukan pengawasan berjenjang terhadap setiap langkah penyidik. Keputusan ini untuk mempermudah dan mempercepat diberikannya ganjaran reward atau punishment terkait penerapan SE Kapolri.

“Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri,” kata Sigit menutup surat edara yang ditandatangani dirinya.

Sebagaimana diketahui, kasus-kasus mengenai UU ITE belakangan ini menjadi sorotan pengamat hukum dan masyarakat. Karena itu dikritisi Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan (Rapim) TNI-Polri, Senin (15/2/2021) lalu. Presiden bahkan mengatakan siap merevisi pasal-pasal karet di payung hukum itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun membentuk dua tim kajian UU ITE, untuk mengidentifikasi pasal karet dalam aturan itu. Tim kajian ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam RI Nomor 22 tahun 2021 Tentang Tim Kajian UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diteken Mahfud hari ini (22/2).

Tim pertama bertugas menyusun interpretasi teknis dan kriteria implementasi pasal-pasal yang dianggap karet dalam UU ITE. Sementara tim kedua mengkaji kemungkinan revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tersebut. (rim)

5

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini