bongkah.id – Pemberhentian dr. Faida sebagai Bupati Jember yang diusulkan DPRD Jember dari hasil rapat paripurna hak menyatakan pendapat di ruang sidang utama DPRD Jember, Rabu (22/7/2020), tidak serta merta dapat diterima Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Keputusan atas usulan tujug fraksi DPRD Jember itu menunggu fatwa Mahkamah Agung.
“Kami sudah menerima usulan dari tujuh fraksi DPRD jember terkait pemberhentian Bupati Faida. Namun, keputusan pemerintah terkait usulan tersebut menunggu fatwa MA. Semoga saja fatwanya cepat, sehingga permasalahan dapat segera diselesaikan,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Kamis (23/7/2020).
Selain itu, mantan Menteri Sosial itu juga tak berkomentar banyak terkait kasus tersebut. Dia kembali meminta agar sabar sedikit. Menunggu putusan MA. “Semua ada prosesnya, dari DPRD ke Mahkamah Agung dulu,” ujarnya.
Sementara Kepala Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jawa Timur, Jempin Marbun mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hasil rapat paripurna terkait hak menyatakan pendapat tersebut, tidak otomatis membuat Bupati Jember Faida berhenti.
Sesuai UU, menurutnya, harus disampaikan terlebih dahulu ke MA. Lalu diuji apakah Bupati Jember Faida melanggar atau tidak. “Diuji dulu secara hukum,” katanya.
Selanjutnya, MA memiliki waktu 30 hari untuk melakukan uji materiil. Setelah muncul putusan akan diserahkan kembali ke DPRD Jember.
“Jika putusan MA menyatakan Bupati Jember melanggar UU, selanjutnya DPRD mengajukan permohonan ke Kementerian Dalam Negeri untuk dilakukan pemberhentian,” ujarnya.
Selanjutnya, Kemendagri memiliki waktu 30 hari untuk memproses pengajuan dari DPRD Jember tersebut dan harus sesuai dengan putusan MA. “Jika bersalah, maka harus diberhentikan. Tapi, jika tidak, tetap jadi bupati sampai habis masa jabatan,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, tujuh fraksi DPRD Jember dalam Rapat Paripurna Hak Menyatakan Pendapat yang berlangsung selama empat jam pada hari Rabu (22/7/2020), menghasilkan kesepakatan mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida.
“Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat,” kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi usai rapat paripurna itu.
Menurutnya, hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan DPRD Jember. Yakni hak interpelasi dan hak angket sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, rekomendasi dewan dalam dua hak tersebut diabaikan Bupati Faida.
“Kami menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak memakzulkan bupati,” ujarnya.
Tak dipungkiri politikus PKB itu, bahwa DPRD secara administratif tidak bisa memberhentikan bupati. Yang bisa dilakukan adalah pemakzulan atau pemecatan secara politik.
“Yang bisa memecat bupati adalah Mendagri melalui fatwa MA. Kami akan meminta fatwa kepada MA,” tambahnya.
Sedangkan Bupati Jember Faida yang diundang menghadiri rapat itu, memilih tidak hadir. Sikap sama seperti yang dilakukan saat diundang menghadiri beberapa rapat bersama DPRD Jember, terkait penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah.
Kendati demikian, Faida mengirimkan jawaban secara tertulis sebanyak 21 halaman, pendapatnya perihal usul hak menyatakan pendapat DPRD Jember. Dalam surat jawaban itu, ada tiga poin yang disampaikan Faida. Yakni perihal konsekuensi hasil rapat koordinasi dan asistensi (mediasi) penyelesaian permasalahan pemerintahan di Jember yang melibatkan kepala daerah dan DPRD, pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul hak menyatakan pendapat oleh DPRD Jember, dan pendapat Bupati Jember perihal materi yang menjadi alasan pengajuan hak menyatakan pendapat DPRD Jember.
“Hak menyatakan pendapat bukanlah hak yang sifatnya bebas, melainkan hak yang dalam pelaksanaannya terikat kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur penggunaan hak tersebut,” kata Faida dalam surat jawabannya.
Menurut dia, hak menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD mengamanatkan pengusulan hak menyatakan pendapat disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit, materi dan alasan pengajuan usulan pendapat serta materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan atau hak angket.
“Surat DPRD Jember yang kami terima tak memiliki lampiran dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat, seperti yang diatur dalam aturan tersebut,” ujarnya.
Dalam surat jawaban tersebut, Faida mengaku telah melakukan semua rekomendasi Mendagri, dengan mencabut belasan keputusan bupati. Juga, mengembalikan para pejabat yang dilakukan pengangkatan jabatan pada 3 Januari 2018. (ima)