Bongkah.id – DPRD Kabupaten Mojokerto menyampaikan penjelasan terkait empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif dalam rapat paripurna, Kamis (22/9/2022). Keempat Raperda tersebut yakni tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat, tentang Kemudahan, Perlindungan Dan Pemberdayaan Usaha Mikro, tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik serta tentang Pemerlu Kesejahteraan Sosial.
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Ayni Zuroh digelar di ruang rapat Graha Whicesa Gedung Parlemen, Jalan R.A Basuni, Sooko, Kamis (22/9/2022).
Turut hadir Sekretaris Daerah Teguh Gunarko, para asisten dan staf ahli Bupati Mojokerto, Para anggota Forkopimda, Kepala Perangkat Daerah dan Direktur BUMD dan Camat se-Kabupaten Mojokerto.
Penyampaian penjelasan 4 Raperda Inisiatif disampaikan Juru Bicara (Jubir) Pimpinan DPRD yang diwakili Fraksi PDIP Nurida Lukitasari. Ia memaparkan, latar belakang serta pertimbangan, termasuk pokok-pokok materi muatan yang diatur dalam program pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto Tahun 2022.
Raperda tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat
Dalam hal mewujudkan penyelenggaran ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat merupakan salah satu jaminan yang harus dilaksanakan negara dalam memberikan keadilan, kebermanfaatan dan perlindungan terhadap seluruh unsur negara. Sesuai pembukaan konstitusi negara, alinea ke 4 UUD NRI 1945, aspek tersebut juga harus diwujudkan atas dasar jaminan norma tertinggi di Indonesia.
Ketentraman umum menjadi kebutuhan mutlak bagi masyarakat dalam rangka menjalankan kehidupan sehari-hari. Penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dipenuhi oleh pemerintah selaku unsur negara yang memiliki tanggung jawab penuh dan utama sebagaimana diamanatkan konstitusi negara.
Pemerintah Daerah adalah salah satu sub sistem pemerintahan yang memiliki kewajiban dalam pemenuhan HAM. Asas otonomi yang melekat dan telah dijamin konstitusi menjadikan pemerintah daerah memiliki otoritas dalam mengatur dan melaksanakan segala bentuk urusannya dengan merumuskan secara konstitusional melalui pembentukan peraturan Daerah. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Artinya jika merujuk dalam norma tersebut, pemerintah daerah secara leluasa memiliki kewenangan dalam merumuskan aturan yang berkaitan dengan HAM.
“Maka pemerintah daerah ditunjuk dalam melaksanakan penyelenggaraan dalam aspek ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat,” terang Nurida.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya memandang bahwa urgensi serta tujuan pengaturan tentang penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat di Kabupaten Mojokerto adalah untuk, diantaranya menjamin kepastian hukum kebijakan pemerintah daerah di bidang ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat, menjamin kepastian hukum terhadap akses masyarakat atas pelayanan pendidikan dan wajib belajar di daerah, efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat di daerah.
Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur dan memiliki kewenangan dalam menjalankan pemerintahan yang diberikan konstitusi sebagai pemerintah daerah perlu mewujudkan penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kabupaten Mojokerto selalu berdasar terhadap Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Artinya, untuk merealisasikan penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat, Kabupaten Mojokerto harus mengacu terhadap pengaturan atau delegasi yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam ketentuan UU Pemda, pasal 65 ayat (1) huruf b, 225 ayat (1) huruf c dan 229 ayat (4) huruf d menyatakan bahwa seluruh pimpinan daerah mulai Kepala Daerah, Camat Hingga Lurah memiliki tugas yang sama yaitu bertanggung jawab terhadap ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat.
“Pelaksanaan penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman dan Perlindungan Masyarakat, pemerintah Kabupaten Mojokerto masih mengacu terhadap peraturan lama dan belum memiliki pengaturan baru yang sesuai dengan Peraturan-Perundang-undangan di atasnya, khususnya terhadap UU Pemda dan Permendagri 26 tahun 2020 yang secara khusus mengatur tentang Ketertiban Umum, Ketentraman dan Perlindungan Masyarakat,” jelasnya.
Akibat belum mengacu peraturan terbaru, banyak kendala-kendala dalam melakukan penegakkan hukum terhadap ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat. Pertama, adanya prosedur khusus penegakan dan pelaksanaan dalam mewujudkan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat di Kabupaten Mojokerto sesuai UU Pemda dan Permendagri. Kedua, penegakan hukum masih mengacu terhadap Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2013 tentang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dimana konstruksi hukum dalam peraturan daerah ini didasarkan atas delegasi UU Pemda yang lama dan kadaluarsa.
Di sisi yang lain, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai penegak hukum yang memiliki wewenang berdasarkan pasal 255 UU Pemda dalam menegakkan Perda dan Peraturan Kepala Daerah, sangat perlu mengacu terhadap pengaturan peraturan daerah yang khusus terkait ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan Masyarakat, mengingat begitu pentingnya dalam melaksanakan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat.
“Dengan demikian, mengacu terhadap ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Perda bahwa ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan masyarakat merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, tentu menjadi norma utama dan prioritas dalam pelaksanaannya, dan ditambah Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 26 tahun 2020, maka Kabupaten Mojokerto perlu menyusun Raperda tentang penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman dan perlindungan,” tandasnya.
Raperda tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro
Nurida Lukitasari menjelaskan, usulan Raperda yang kedua ini, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat khususnya di daerah, pemerintah daerah perlu mengembangkan potensi-potensi ekonomi masyarakat, khususnya usaha mikro. Mengingat, usaha mikro merupakan integral dari perekonomian nasional yang mempunyai peran strategis, dalam menopang laju pertumbuhan ekonomi daerah dalam mewujudkan penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi secara luas dan penurunan angka kemiskinan.
Untuk itu perlu adanya suatu political will dari pemerintahan daerah guna memberikan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro. Sehingga, perlu dilakukan pengkajian mengenai pemberian kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro di Kabupaten Mojokerto.
Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, pemerintah daerah berwenang untuk memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi usaha mikro,” bebernya.
Maksud dan tujuan Perda ini sebagai pedoman dalam pelaksanaan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi usaha mikro di daerah. Sedangkan tujuan ditetapkannya Perda ini untuk menjamin kepastian hukum pelaksanaan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi usaha mikro di daerah dan meningkatkan kemampuan, peran, dan kelembagaan usaha mikro dalam menghadapi persaingan usaha.
Nurida menyampaikan, ruang lingkup Raperda tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro. Diantaranya prinsip dan tujuan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan, kriteria pemberdayaan usaha mikro, kemudahan usaha mikro, perlindungan usaha mikro, pemberdayaan usaha mikro, penyelenggaraan inkubasi, koordinasi dan pengendalian pembinaan dan pengawasan dan sanksi administratif, serta ketentuan penutup.
Raperda tentang pengelolaan air limbah domestik
Nurida mengatakan, dengan meningkatnya urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi, kawasan perkotaan, khususnya di wilayah-wilayah industri semakin rentan terpapar oleh berbagai resiko yang terkait dengan air minum/bersih dan sanitasi. Pencemaran terhadap sumber/badan air dapat menjadi ancaman bagi kesehatan publik yang pada gilirannya menghambat produktivitas.
Ia menerangkan, air limbah mandi, cuci dan dapur baik yang berasal dari rumah tangga atau fasilitas seperti hotel dan restoran pada praktiknya seringkali dibuang secara langsung di badan air tanpa melalui proses atau tahapan pengelolaan air terlebih dahulu. Kondisi ini menyebabkan kontaminasi perairan.
“Selain itu, Pemerintah Daerah belum memiliki sistem pengelolaan sanitasi/air limbah, atau telah memiliki tetapi belum optimal, sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit yang terkait dengan kebersihan seperti diare dan lain sebagainya,” ujar legislator PDIP ini.
Lanjut Nurida, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengembangkan sistem pengelolaan air limbah domestik di tingkat Kabupaten/Kota. Kewenangan ini merupakan urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. Kewenangan ini dimaksudkan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh air limbah domestik terhadap lingkungan hidup di tingkat lokal.
Kewenangan ini harus dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan daerah sebagai dasar hukum lebih lanjut bagi sistem pengelolaan air limbah domestik dan berbagai aspek lain yang terkait dan menunjang pelaksanaan kewenangan yang dimaksud.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional, pemerintahan terpilih dari pemilihan umum wajib menyusun dokumen rancangan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
“Dokumen ini mencakup taktis pembangunan selama lima tahun dan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Terkait pengelolaan air limbah domestik, Pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 telah menargetkan agar akses dan jangkauan layanan sanitasi terhadap masyarakat dapat meningkat hingga kisaran maksimum 100 % pada tahun 2024,” kata Nurida.
Menurut hitungan Pemerintah Pusat, saat ini performa layanan sanitasi di tingkat perkotaan sendiri masih berada pada kisaran 69,36%. Di samping itu, Pemerintah Pusat saat ini juga telah mengamanatkan pembentukan dasar hukum di tingkat regional melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik yang harus ditindaklanjuti oleh suatu Rancangan Peraturan Daerah. Terhadap hal ini, Kabupaten Mojokerto sendiri hingga saat ini belum memiliki peraturan daerah yang secara khusus mengatur permasalahan pengelolaan air limbah domestik.
“Oleh karena itu, pembentukan peraturan daerah baru yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan perkembangan kontemporer diperlukan untuk mengatasi permasalahan limbah domestik di Kabupaten Mojokerto,” tambahnya.
Adapun tujuan Raperda Kabupaten Mojokerto tentang pengelolaan air limbah domestik, adalah membangun sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Mojokerto yang sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menemukan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan rancangan peraturan daerah Kabupaten Mojokerto tentang pengelolaan air limbah domestik, menjelaskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan rancangan peraturan daerah Kabupaten Mojokerto tentang pengelolaan air limbah domestik.
“Secara umum Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan air limbah domestik, memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis, sistem pengelolaan air limbah domestik, penyelenggaraan SPALD, tugas dan wewenang pemerintah daerah, hak dan kewajiban masyarakat, peran serta masyarakat, kerjasama, pembiayaan, perizinan berusaha, pembinaan dan pengawasan teknis, insentif, kelembagaan, sistem informasi dan penyuluhan, larangan, penyidikan, ketentuan Pidana, ketentuan peralihan,” terangnya.
Raperda Pemerlu Kesejahteraan Sosial
Nurida menjelaskan, undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengamanatkan perlunya pemenuhan taraf kesejahteraan spiritual, material dan sosial bagi seluruh warga negara di Indonesia, termasuk di Kabupaten Mojokerto. Sesuai dengan Pasal 24 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyelenggara kesejahteraan sosial dibagi dalam dua domain utama, yaitu Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Peran Pemerintah Daerah dilengkapi dengan tanggung jawab dan wewenang yang melekat guna mewujudkan kesejahteraan sosial di wilayahnya. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kebijakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial dimulai. Serangkaian metode, cara dan upaya tindak lanjut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Sesuai dengan amanat dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, terdapat 4 (empat) upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial, meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.
“4 (empat) bentuk upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut dimaksudkan untuk mengatasi keadaan perubahan sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, bencana (alam dan non alam) serta faktor lain yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat,” terangnya.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang merupakan ketentuan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka Pemerintah Kabupaten Mojokerto perlu untuk membuat regulasi yang mengatur tentang Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Ini disebabkan kekosongan hukum yang terjadi bisa berakibat pada tidak terpenuhinya kesejahteraan sosial masyarakat di Kabupaten Mojokerto.
Selain itu, Menteri Sosial sendiri juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial yang mengharuskan kepala daerah, dalam hal ini Bupati Mojokerto, untuk membentuk kebijakan dan strategi penyelenggaraan kesejahteraan sosial serta menjalankan fungsi monitoring dan evaluasi.
“Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, negara mengupayakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan,” bebernya.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan agar dapat mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara. Pada kenyataannya, penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal, hal ini ditandai dengan masih banyaknya permasalahan kesejahteraan sosial.
“Perkembangan situasi dunia saat ini yang cepat berubah yang disebabkan antara lain oleh industrialisasi dan teknologi informasi yang menyebar keseluruh dunia menyebabkan perubahan pada institusi sosial, komunitas relasi manusia dan nilai sosial. Perubahan tersebut menimbulkan masalah kesejahteraan sosial yang makin serius. Masalah kemiskinan, ketidakadilan, kekerasan, perdagangan orang (human trafficking), konflik sosial, HIV/AIDS, NAPZA, dan berbagai masalah kesejahteraan sosial makin serius terjadi,” jelasnya.
Berdasarkan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) kelompok sasaran tahun 2011, terdapat 18.210.434 PMKS di seluruh Indonesia khususnya di Kabupaten Mojokerto masih menuai problematika terhadap aspek kesejahteraan sosial. Dengan data yang terhimpun selama 2018 s/d 2021 dalam laporan BPS Kabupaten Mojokerto dapat dikatakan bahwa Kabupaten Mojokerto masih memiliki permasalahan kesejahteraan sosial.
“Misalnya, jumlah terlantarnya anak, adanya perilaku diskriminatif terhadap anak. Tentu hal ini perlu ada penyelesaian konkrit, dan negara memiliki peran utama dalam menyelesaikan problematika ini,” ucapnya.
Tujuan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dan/atau Raperda dalam hal ini adalah Raperda tentang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial yang diharapkan dapat memberi arah, jangkauan dan menetapkan ruang lingkup pengaturannya. Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penyusunan Raperda tentang Pemerlu Pelayanan kesejahteraan sosial.
Yaitu merumuskan permasalahan yang dihadapi Kabupaten Mojokerto dalam pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial dan cara-cara mengatasi permasalahan tersebut. Kemudian merumuskan pentingnya (urgensi) Rancangan Perda tentang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, merumuskan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Perda tentang pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
Secara umum Raperda tentang Pemerlu Kesejahteraan Sosial ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis meliputi ketentuan umum, asas dan tujuan, sasaran, tanggung jawab dan wewenang, penyelenggaraan kesejahteraan sosial, penanganan PPKS, sumber daya, peran serta masyarakat, pendaftaran dan perizinan lembaga kesejahteraan sosial, standar pelayanan minimal, kerjasama dan jemitraan, sistem informasi, pembinaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi , ketentuan peralihan, ketentuan penutup.
“Kami berharap, dalam pembahasan terhadap 4 (empat) Rancangan Perauran Daerah dimaksud ini dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan pemberian masukan dalam rangka Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Mojokerto untuk masa yang akan datang. Adapun materi selengkapnya telah kami sampaikan secara terpisah dalam bentuk buku tersendiri,” pungkas Nurida Lukitasari. (bid)