Batik pewarna alam di rumah produksi Berkah Mojo, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/
Batik pewarna alam di rumah produksi Berkah Mojo, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/

Bongkah.id – Aroma khas rebusan tumbuh-tumbuhan memenuhi ruang sederhana di Desa Mojotrisno, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Dari kuali besar di atas tungku, air perlahan berubah warna, pekat seiring waktu. Bukan sekadar rebusan biasa, inilah awal lahirnya selembar batik pewarna alam khas Mojotrisno, karya tangan-tangan terampil perajin di rumah produksi Berkah Mojo Batik.

“Teknik pewarna alam itu sebenarnya sudah ada sejak zaman kerajaan dulu,” tutur Nusa Amin, pemilik rumah produksi. Jumat (22/8/2025).

ads

Amin menjelaskan, bahan-bahan alami yang di gunakan adalah tumbuhan sekitar desa seperti kulit kayu mahoni, kulit buah jolawe, hingga kayu secang yang dapat menghasilkan warna kuat dan tahan lama, bahkan meski terkena deterjen.

“Prosesnya sederhana, kulit kayu cukup direbus sampai keluar warna. Kalau mau muda dicelup sekali, kalau mau tua diulang beberapa kali,” katanya.

Dari proses itulah lahir kain batik cap pewarna alam dengan harga Rp150 ribu per potong (2 meter x 115 cm), hingga batik tulis pewarna alam yang mencapai Rp750 ribu.

Batik pewarna alam di rumah produksi Berkah Mojo, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/
Batik pewarna alam di rumah produksi Berkah Mojo, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/

Perjalanan Nusa Amin di dunia batik bukanlah jalan yang mulus. Ia mulai membatik sejak 1995 di Bali. Tahun 2005, ia bahkan sempat mengirim satu kontainer batik ke Brasil, namun tidak dibayar sepeser pun. “Saya akhirnya pulang, lalu pada 2012 mulai menekuni warna alam hingga sekarang,” ujarnya.

Kini, batik karyanya tak hanya beredar di sekitar Jombang. Pesanan datang dari berbagai negara, mulai Singapura, Hongkong, Sri Lanka, hingga Amerika. Pengiriman dilakukan lewat jasa pos jika jaraknya jauh, sementara yang dekat diantar langsung.

Ada tiga motif khas yang menjadi identitas Berkah Mojo Batik, Mojo Wijoyo, Garudea Arimbi, dan Naga Air yang terinspirasi dari situs bersejarah di Japanan.

Saat ini, Nusa dibantu sembilan pembatik dan 12 penenun yang setiap hari menjaga denyut kehidupan batik di Mojotrisno.

“Ciri khas kami memang memakai pewarna alam, baik itu untuk batik, ecoprint, maupun tenun,” ujarnya.

Dari Mojotrisno, batik pewarna alam bukan hanya menjaga warisan leluhur, tapi juga menembus pasar dunia. Selembar kain menjadi saksi bagaimana kearifan lokal bisa bertahan, berkembang, bahkan memberi harapan baru bagi desa kecil di Jombang. (Ima/sip)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini