by Prima Sp Vardhana
Bongkah.id – Tim investigasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, berhasil membongkar sumber masalah tingginya harga gula di pasaran Indonesia. Harga jual pada konsumen sejak awal 2020 melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kilogram.
Temuan di lapangan, tim tersebut mendapat pengumpulan bahan bukti (Pulbakti) adanya skema perdagangan gula bersistem mafia atau kartel, yang didalangi distributor gula PT PAP.
Pelanggaran hukum itu selanjutnya ditindaklanjuti dengan penggrebekan pada gudang milik PT. PAP, yang memanfaatkan gudang produsen PT. Kebon Agung di Jalan Kebon Agung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (20/05/2020).
Perilaku kriminal PT PAP selama beberapa bulan ini membuat harga gula di tingkat konsumen melambung tinggi hingga Rp 18.000 per kilogram. Mencapai puncaknya Rp 22.000 per kilogram di Manokwari dan di Malang mencapai Rp 16.000 per kilogram. Harga jual diatas HET yang ditetapkan pemerintah, sehingga merugikan rakyat dan merusak citra pemerintah dalam penegakan aturan.
Dalam penggerebekan di gudang PT. PAP itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Dirjen PKTN) Veri Anggrijono menemukan bukti tumpukan gula konsumsi sebanyak 300 ton.
Tumpukan gula milik distributor pertama ini langsung disita oleh negara. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari jumlah yang bisa diselamatkan. Diduga distributor gula telah menjual ribuan ton gula ke distributor lainnya hingga 3-4 lapis dengan harga Rp 13.000 per kilogram. Jauh di atas harga acuan konsumen, bahkan ada yang dijual lintas provinsi di wilayah Indonesia seperti ke Maluku dan Kalimantan.
“Kemendag akan menyelidiki lebih lanjut temuan ini sebelum dijatuhkan sanksi pencabutan izin usaha. Selain itu, PT PAP bersama kelompoknya yang terlibat akan diproses secara hukum untuk diberi sanksi. Saya akan usahakan proses hukum pada mereka dilakukan secara transparansi, karena mereka secara hukum sengaja merusak citra pemerintah dalam mengatur sistem perdagangan di Indonesia,” ujar Mendag Agus dalam konferensi pers.
Modus kejahatan para pelaku, menurut politisi PKB ini, menyebabkan rantai distribusi gula terlalu panjang, sebelum gula sampai ke pengecer. Atmosfer ini membuat berbagai upaya pemerintah menambah pasokan gula dalam menekan tingginya harga menjadi kurang efektif.
Selama ini, Kemendag sudah melakukan berbagai terobosan kebijakan untuk mengatasi tingginya harga dan kelangkaan stok gula di pasaran, menghadapi kebutuhan puasa Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Tujuannya untuk menjaga ketersediaan gula dan stabilitas harga di seluruh penjuru Tanah Air.
“Periode Oktober 2019-Mei 2020, Kemendag telah menerbitkan izin impor raw sugar untuk diolah menjadi gula konsumsi, menerbitkan izin impor gula konsumsi dan penugasan relokasi raw sugar gula industri menjadi gula konsumsi, untuk menjamin pasokan dan stabilisasi harga gula nasional,” ujar mantan Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI) ini.
Ironisnya semua terobosan itu dirasakan Agus selalu gagal menekan harga di pasaran. Karena itu, diam-diam dia membentuk sebuah tim investigasi. Tim ini hanya diketahuinya dan Dirjen PKTN Veri Anggrijono. Sistem senyap itu mengindarkan kebocoran pada pelanggar hukum tersebut. Dan, strategi ini sukses menemukan sumber masalah pengacau harga gula di pasaran oleh PT. PAP.
Tim investigasi ini tetap ditugaskan untuk meburu distributor gula lainnya, karena diyakini mafia gula masih banyak. Mereka pasti tertangkap dengan bukti pelanggaran atau tidak, tapi proses hukum tetap akan diterapkan pada mereka walau punya beking sepanjang rel kereta api.
RANTAI MAFIA
Sementara PT Kebon Agung merupakan produsen gula tebu rakyat. Di saat tidak panen tebu mendapatkan penugasan pemerintah. Mengimpor 21 ribu ton gula raw sugar pada Februari 2020 untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Hasil olahan PT Kebon Agung dijual ke PT PAP sebagai distributor seharga Rp 11.200 per kilogram. Seharusnya PT PAP langsung menyuntingkan gula konsumsi yang dibelinya pada pasar, dengan dibawah HET Rp12.500 per kilogram.
Namun, yang dilakukan PT PAP menyalahi prosedur. Memperjualbelikan ke distributor lain dengan harga Rp13.000 perkilogram. Selanjutnya proses perdagangan antar distributor berlangsung secara berantai sampai lima distributor, dengan harga yang kian di atas harga acuan konsumen.
Kondisi ini membuat para distributor penyuntik pasar, menjual harga gula lebih tinggi lagi. Konsumen menjadi korban yang dilengkapi penilaian negatif atas kualitas kerja pemerintah.
Beberapa distributor juga memanfaatkan kondisi pandemi ini dengan menahan stok. Strategi itu untuk memperpanjang rantai pasokan, sehingga harga gula makin tidak terkendali.
“Temuan-temuan seperti ini tidak hanya terjadi di Malang, Jawa Timur juga terjadi di tempat-tempat lain. Jika tak bisa ditertibkan, ya kita tindak tegas,” kata Agus Suparmanto dengan otot leher yang menonjol.
Hasil penggerebekan mafia gula di Malang, menurut alumni Universitas Nasional Jakarta ini, juga terjadi di sejumlah tempat. Modusnya sama, yaitu menjual DO (delivery order) hingga ke beberapa distributor secara berjenjang. Akhirnya di banyak daerah harga gula sempat menembus Rp 18.000 per kilogram hingga Rp 22.000 per kilogram, seperti yang terjadi di Manokwari beberapa waktu lalu.
Sementara saat ini harga rata-rata nasional juga masih bertengger di atas HET, yakni Rp16.500. Jauh di atas HET Rp12.500 per kilogram. Di Malang dan Jawa Timur harga sudah turun sekitar Rp15.000 per kilogram. Sebuah terobosan sudah disiapkan Kemendag untuk melakukan normalisasi harga di seluruh Indonesia.
Selain itu, terobosan Kemendag itu akan didampingi oleh sebuah sanksi berat buat para distributor yang melakukan pelanggaran. Contoh sanksi hukum berat itu akan diterapkan pada PT PAP dan beberapa distributor lain, yang saat ini sudah tertangkap.
Sedangkan di wilayah Kabupaten Lamogan, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Amar Syaifudin berhasil membongkar keberadaan gudang penimbunan gula konsumsi. Ditengarai gudang yang berlokasi di jalan Simpang Kusuma Bangsa Lamongan itu menjadi salah satu sumber penyebab harga jual gula di masyarakat Jatim menjadi tinggi.
“Di salah satu Gudang itu terdapat 40 ton gula konsumsi yang dibeli dari PT Kebun Tebu Mas di Lamongan dan 100 ton dari PT Rejoso Manis Indo di Blitar,” kata mantan Wakil Bupati (Wabup) Lamongan ini saat dikonfirmasi via ponselnya, Rabu (20/05/2020).
Gula-gula tersebut datang secara bertahap dengan tanggal berbeda. Tanggal 7 Mei datang gula dari PT Rejoso Manis Indo sebanyak 100 ton. Sebelumnya pada 26 April 2020 datang kiriman dari PT Kebun Tebu Mas sebanyak 40 ton. Modus penimbun tersebut menjual gula kristal putih miliknya dengan harga di atas HET yang berlaku saat ini.
“Mereka menjual kepasaran harga kisaran Rp 14.500 hingga Rp 15.700. Sedangkan HET yang ada saat ini seharga Rp 12.500. Ini jelas ada ada permainan harga gula ditingkat distributor gula sehingga mengakibatkan harga gula naik di Jatim bahkan di Indonesia,” ujarnya.
Temuan gudang penimbun gula konsumsi itu, menurut politisi PAN itu, sebenarnya sudah tiga minggu dilaporkan ke pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim. Demikian pula pada Satgas Pangan Jatim. Namun tidak ada respon dari kedua instansi tersebut.
Karena itu, dia meragukan kinerja Disperindag Jatim. Terkesan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim tersebut membiarkan adanya aksi penimbunan gula kristal putih, yang terletak di kabupaten Lamongan. (***)