Bongkah.id – Sosialisasi program hingga pencitraan pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama 2014-2019 bertebaran di media sosial. Selama lima tahun itu, pemerintah disebut telah menggelontor anggaran sedikitnya Rp 90,45 miliar untuk membayar tokoh publik atau selebriti yang berpengaruh (influencer) di jejaring dunia maya.
Tugas para influencer itu hanya menyebar informasi seputar program pemerintahan Jokowi dan menanamkan pengaruh positif kepada publik. Propaganda itu semakin deras membanjiri medsos pada 2017 hingga 2019.
“Anggaran belanja untuk influencer semakin marak sejak 2017 dan meningkat di tahun berikutnya. Lalu bagaimana fungsi kehumasan, tidak berguna,” tandas aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga dalam diskusi virtual, Kamis (20/8/2020).
Dari penelusuran ICW, hampir semuanya menggunakan jasa influencer. Temuan ini ditelusuri dari situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di 34 kementerian dan non-kementerian termasuk dua lembaga hukum.
“Bisa dicek langsung di Layanan Pengadaan Secara Eelektronik (LPSE) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kalau cari kata kunci influencer pasti keluar semua,” tukasnya.
Salah satu lembaga yang menggunakan para influencer adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian ini gencar mensosialisasikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 dengan menggunakan jasa influencer medsos. 3
“Pengadaan sosialisasi PPDB ini ada banyak menggaet artis atau influencer, seperti Ahmad El Jallaludin Rumi dan Ali Shakib dan jumlahnya nggak jauh beda dengan yang sebelumnya,” ujar Egi.
Kementerian Pariwisata juga membuka lelang penggunaan jasa influencer untuk kegiatan publikasi branding melalui international online food. Anggarannya mencapai Rp 5 miliar.
Demikian pula Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, hingga Kepolisian Republik Indonesia. Egi bahkan menyebut alokasi anggaran yang disiapkan Polri untuk jasa sosialisasi program dan pencitraan melalui medsos mencapai Rp 937 miliar.
“KemenPar nilai anggarannya Rp 263 miliar, Kemenkeu anggaran yang dikeluarkan Rp 21 miliar, Kemendikbud yakni Rp1,9 miliar, Kemenhub anggaran untuk influencer Rp 11 miliar,” tutur Egi.
Postingan artis Raffi Ahmad melalui akun instagram raffinagita1717 mensosialisasikan acara konser yang digelar Kemendikbud:
Egi memperkirakan penggunaan influencer oleh pemerintah bakal semakin marak dan dengan anggaran yang jauh lebih besar. Misalnya yang terbaru pada tahun anggaran 2020 ini. Tepatnya pada Februari 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah mengucurkan dana Rp 72 miliar untuk influencer dalam rangka mempromosikan sektor pariwisata saat lesunya kunjungan turis imbas virus corona.
Salah satu nama influencer yang tercantum dalam LPSE untuk tender sosialisasi pariwisata ini adalah Ayushita Widyartoeti Nugraha dan Gritte Agatha. Seleb medsos ini menawarkan besaran anggaran Rp 117 juta untuk meng-endorse program Kemenpar.
Namun di balik penggunaan para influencer tersebut seolah menunjukkan ketidakyakinan pemerintah atas kebijakan dan program yang dikeluarkan. Selain mandulnya fungsi kehumasan.
“Bahwa Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya sehingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer,” cetus Egi.
Namun yang juga tak kalah penting di balik kondisi itu adalah soal transparansi anggaran dalam penggunaan influencer. Egi menilai, akuntabilitas penggunaan anggaran jasa pemengaruh medsos itu sangat lemah.
“Karena tidak ada tolok ukur yang dipakai ketika menentukan atau memilih seorang pemengaruh dalam menyosialisasikan kebijakan. Misalnya Kebijakan yang menggunakan influencer apa saja? Apakah influencer diberi disclaimer bahwa ini aktivitas berbayar atau didukung pemerintah dalam publikasi postingannya,” tandasnya.
“Lalu bagaimana pemerintah menentukan suatu isu butuh influencer? Bagaimana pemerintah menentukan individu yang layak menjadi influencer? Karena ini terkait akuntabilitas.” (bid)