Bongkah.id – Merebaknya wacana pemerintah merilis kebijakan impor 1 juta ton beras membuat petani ketir-ketir. Betapa tidak, meski belum terealiasi, isu impor mengakibatkan harga gabah anjlok.
Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) harga gabah di tingkat petani saat ini dalam tren penurunan meski belum memasuki masa puncak panen raya. Seperti di Kroya, Indramayu, Jawa Barat harga gabah petani berkisar Rp 3.000-Rp 3.500 per kilogram.
Sementara di Ngawi, Jawa Timur dan Demak, Jawa Tengah harga gabah rata-rata di bawah Rp 4.000 per kilogram. Adapun harga-harga tersebut berada di bawah acuan pemerintah yang sebesar Rp 4.200 per kilogram.
“Ini ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor. Ini baru diumumkan saja sekarang dampaknya di lapangan harga di petani sudah drop,” kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3/2021).
Mencuatnya isu impor beras itu pun dinilai sangat kontraproduktif bagi situasi petani padi dan stok padi yang tersimpan di Bulog jelang puncak masa panen raya pertama tahun ini sepanjang Maret-April 202. Padahal Bulog telah menaksir dapat menyerap 500.000 ton beras dari petani lokal, yang mana sebanyak 390.800 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP).
Selain itu, kata Budi Waseso, impor beras juga akan memberikan beban baru bagi Bulog. Sebab, masih ada sisa impor beras tahun 2018 sebantak 275.811 ton di gudang Bulog yang merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Artinya setelah panen raya maka pasokan beras untuk CBP sudah lebih dari 1 juta ton. Angka itu dinilai sudah memenuhi ketentuan CBP per tahun yang berkisar 1-1,5 juta ton.
Jika dilakukan importasi beras tetapi penyaluran tersendat, artinya ruang penyimpanan Bulog pun semakin terbatas. Hal ini mempengaruhi beban operasional Bulog termasuk ruang untuk Bulog menyerap gabah petani lokal.
“Jadi walau kami dapat tugas impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan karena kami prioritas produk dalam negeri yang sekarang sedang panen raya,” tegas Budi Waseso.
Buwas, sapaan karib Dirut Bulog menjelaskan, per 14 Maret 2021 stok beras Bulog mencapai 883.585 ton, terdiri dari beras CBP sebanyak 859.877 ton dan beras komersial sebesar 23.708 ton.
CBP hanya bisa dikeluarkan jika ada arahan dari pemerintah. Sementara penyaluran beras oleh Bulog memang sedang tidak lancar karena saat ini tak lagi menjadi penyalur beras dalam program bansos rastra yang pangsa pasarnya sebesar 2,6 juta ton per tahun.
Alhasil kondisi sebagian beras impor yang sudah disimpan selama 3 tahun tersebut mengalami turun mutu, yakni sebanyak 106.642 ton.
Buwas mengaku sudah menyampaikan kondisi ini kepada pemerintah untuk bisa segera ditangani. Ia bilang dalam kesepakatan dengan pemerintah beras sisa impor tahun 2018 itu rencananya diolah menjadi tepung yang ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
“Tapi sampai saat ini belum bisa dilaksanakan. Ini menjadi beban Bulog,” tandasnya. (bid)