Bongkah.id – Lima terdakwa tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1/2023). Tiga perwira polisi didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah suporter yang mengakibatkan 135 orang tewas.
Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarmawan, adalah terdakwa pertama yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah suporter usai laga Arema versus Persebaya 1 Oktober 2022 lalu. Dia disebut menginstruksikan bawahannya menembak ke arah tribun beberapa kali.
Menurut jaksa, tindakan penembakan gas air mata itu adalah kecerobohan yang mengakibatkan suporter panik. Akibatnya, mereka saling berdesak-desakan untuk keluar dari stadion sehingga terjadi penumpukan penonton di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14.
“Sehingga menyebabkan para suporter terhimpit dan terinjak-injak sehingga menimbulkan kematian sebanyak 135 orang,” demikian nota dakwaan jaksa penuntut.
Terdakwa kedua yang didakwa sebagai otak penembakan gas air mata adalah Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Jaksa menyebut Kepala Perencanaan dan Pengendalian Operasi (Karendalops) laga Arema kontra Persebaya itu sengaja membiarkan penembakan air mata.
Jaksa menilai, seharusnya Wahyu bertugas mengendalikan langsung seluruh personel pengamanan dan pelaksanaan pertandingan. “Tapi Wahyu membiarkan Brimob menembakkan gas air mata ke arah para suporter,” ujar jaksa penuntut.
Terdakwa ketiga yakni Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi. Dia juga dianggap turut memerintahkan anak buahnya menembakkan gas air mata ke arah suporter.
Ketiga perwira polisi menengah tadi didakwa melanggar Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Menurut jaksa, penggunaan gas air mata juga bertentangan dengan peraturan PSSI.
Selain tiga anggota Polri, dua terdakwa lain adalah Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno. Kelima terdakwa menjalani sidang secara daring dan bergantian mendengarkan nota dakwaan dari jaksa penuntut.
Persidangan dijaga ketat oleh kepolisian meski tidak dihadiri oleh suporter tim sepak bola Arema, kecuali seorang ibu yang anaknya menjadi korban akibat tragedi itu. Selama proses penyelidikan, keluarga korban dan suporter Arema berulang kali melayangkan protes karena penyelidikan itu tidak mengarah ke pimpinan PSSI dan otoritas kepolisian lainnya.
Tragedi Kanjuruhan menjadi sorotan dunia dan mendapat perhatian serius dari Presien Joko Widodo dengan membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF). Peristiwa yang mengakibatkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya terluka tercatat paling fatal kedua di dunia setelah kejadian di Kota Lima, Peru, tahun 1964 silam dengan menelan korban jiwa 328 orang.
Temuan penyelidikan kepolisian menyimpulkan tragedi itu, antara lain, diakibatkan tindakan brutal aparat keamanan dengan serangan gas air mata. Kelalaian pihak panitia penyelenggara laga Liga Satu antara Arema lawan Persebaya di stadion itu juga dianggap sebagai salah-satu pangkal masalah.
Polri lantas menetapkan enam orang tersangka dari pihak kepolisian dan panitia penyelenggara. Namun, belakangan salah satu tersangka, yaitu eks Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita, bebas dari tahanan Polda Jawa Timur.
Dia dibebaskan karena berkasnya tak kunjung dinyatakan lengkap oleh jaksa. Pada saat bersamaan masa penahanannya di Polda Jatim sudah habis. (bid)