Bongkah.id – Suasana ruang paripurna DPRD Kabupaten Jombang mendadak bergemuruh. Puluhan mahasiswa dari aliansi Cipayung Plus yang terdiri atas GMNI, HMI, PMII, dan IMM, menduduki kursi dewan untuk menyuarakan kritik tajam terkait kebijakan pajak daerah dan tunjangan perumahan anggota legislatif.
Dua isu besar menjadi sorotan: kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai membebani masyarakat, serta kenaikan tunjangan perumahan DPRD yang dianggap tak sejalan dengan kondisi ekonomi rakyat. Tema tersebut disampaikan pada hari Jumat, 12 September 2025.
Dalam audiensi yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji, para mahasiswa menyampaikan dua kelompok tuntutan. Pertama, isu nasional mencakup reformasi partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi Polri, hingga penegasan fungsi TNI.
Kedua, isu lokal yang lebih konkret yakni evaluasi kenaikan tunjangan DPRD, peninjauan ulang PBB-P2 serta desakan agar wakil rakyat bekerja lebih maksimal.
Ketua GMNI Jombang, Daffa Raihananta, menilai kebijakan kenaikan PBB-P2 dilakukan secara terburu-buru tanpa sosialisasi yang memadai. Meski begitu, ia menyambut baik rencana Bupati Jombang, Warsubi, yang berkomitmen menurunkan tarif pajak mulai 2026.
“Kami ingin transparansi dasar hukum pemberian keringanan itu, agar jelas dan benar-benar berpihak kepada rakyat,” tegas Daffa.
Hal senada diungkapkan Ketua PMII Jombang, Asrorudin. Ia menyoroti penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dianggap minim pelibatan masyarakat. Selain itu, ia menilai kenaikan tunjangan DPRD tidak menunjukkan empati terhadap kondisi warga.
“Kami tidak menolak tunjangan, tetapi menuntut evaluasi dan kepekaan sosial dari dewan,” katanya.
Respons Pemkab dan DPRD
Menanggapi kritik tersebut, Kabid Penetapan dan Pendataan Bapenda Jombang, Satria, menjelaskan bahwa penetapan NJOP dilakukan melalui appraisal pihak ketiga sesuai Perda No. 13 Tahun 2023. Ia mengakui kebijakan itu menimbulkan gejolak.
“Sepanjang 2024 ada 12 ribu aduan warga, dan hingga pertengahan 2025 bertambah 4 ribu aduan lagi,” ungkapnya.
Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji, menegaskan dewan telah menindaklanjuti keresahan masyarakat dengan merevisi perda tersebut.
“Revisi ini bukti DPRD mendengarkan keluhan rakyat,” ujarnya.
Revisi Perda 13/2023 resmi disahkan pada 13 Agustus 2025. Dalam aturan baru, tarif PBB-P2 lebih sederhana dan fokus pada sektor pertanian serta peternakan. Kepala Bapenda Jombang, Hartono, merinci bahwa tarif tunggal 0. (ima/kim)
Mahasiswa Duduki Paripurna DPRD Jombang, Desak Transparansi Pajak dan Evaluasi Tunjangan Dewan
18