Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Ploso, Jombang, Jawa Timur, yang sempat dikepung ratusan polisi karena menyembunyikan anak kiai pengasuh ponpes yang menjadi tersangka kasus pencabulan, Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT).

Bongkah.id – Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah  di Jombang, Jawa Timur, segera dapat kembali beraktivitas setelah sempat dibekukan. Pasalnya, Menteri Agama Ad Interm Muhadjir Effendy memerintahkan Kementerian Agama membatalkan pencabutan izin operasional ponpes pimpinan Kiai Moch Muchtar Mu’thi tersebut.

Muhajdir menegaskan, secara lembaga, Ponpes Shiddiqiyah, Jombang, tidak terlibat dalam kasus pencabulan santriwati itu. Sebab, menurut dia, perkara tersebut adalah masalah pribadi Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.

ads

“Ponpes itu ada ribuan santri yang perlu dijamin kelangsungan belajarnya. Dan oknumnya (Mas Bechi) kan sudah menyerahkan diri. Begitu juga mereka yang telah menghalang-halangi petugas. Jadi Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah dapat beraktivitas kembali seperti sedia kala,” tandas Muhadjir, Senin (11/7/2022).

Muhadjir Effendy ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menag Ad Interim untuk sementara waktu karena Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sedang melaksanakan ibadah haji. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu menegaskan, Kementerian Agama akan segera menindaklanjuti perintahnya dengan mengembalikan izin Ponpes Shiddiqiyah.

“Saya sudah meminta pak Aqil Irham, Plh Sekjen Kemenag, untuk membatalkan rencana pencabutan izin operasionalnya, secepatnya. Saya berharap masyarakat dapat memahami keputusan tersebut,” tandas Muhadjir.

Sebelumnya pondok pesantren menjadi sorotan setelah terjadinya peristiwa pencabulaan santriwati oleh Mochamad Subchi Azal Tsani yang merupakan putra dari pemimpin pesantren, Muhammad Mukhtar Mukthi. Pihak pondok pesantren kemudian dianggap sempat menghalang-halangi polisi untuk menangkap Subchi sehingga izinnya dicabut oleh Kementerian Agama.

Kementerian Agama pun mencabut izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyah pada 7 Juli lalu. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono menegaskan, pencabulan bukan hanya tindak kriminal yang melanggar hukum, melainkan pula perilaku yang dilarang ajaran agama.

“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Waryono, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022).

Baca: Drama Penangkapan Anak Kiai Jombang DPO Kasus Pencabulan, Kasat Reskrim Disiram Kopi Panas

Waryono menambahkan, Kemenag akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, serta pihak-pihak terkait. Hal ini untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur Abdussalam Shohib mengatakan pencabutan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyah sudah semestinya menjadi pelajaran agar semakin serius dan berhati-hati dalam mengelola pesantren.

“Jangan sampai pesantren dianggap sebagai komoditi, serta komitmen untuk taat hukum sebagai konsekuensi warga negara yang baik,” tutur Abdussalam saat dihubungi Minggu (10/7/2022).

Terkait nasib santri dan santriwati di pondok itu, Abdussalam berpendapat yang paling baik diserahkan ke orang tuanya masing-masing. Selain itu, ponpes dapat bermusyawarah dengan wali santri untuk mengetahui keinginan mereka.

Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang, itu berpendapat, dalam situasi seperti ini yang paling penting adalah keamanan, kenyamanan, serta ketenangan santri, wali santri, keluarga pesantren, serta warga sekitar.

“Apa tetap di Shiddiqiyyah, atau mau pindah, sebaiknya tidak ada yang mengintervensi. Karena itu hak mutlak orang tua santri,” ucapnya. (bid)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini