
Bongkah.id – Kebakaran hebat Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang yang menewaskan 41 narapidana seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pembenahan menyeluruh pada lapas dan rumah tahanan se-Indonesia. Perbaikan total itu sangat diperlukan mengingat betapa buruknya pengelolaan lapas di tanah air.
Mayoritas lapas di Jawa Timur bisa menjadi contoh yang tepat untuk menggambarkan buruknya manajemen penjara. Tecatat, 33 lapas/rutan di provinsi itu menampung napi dan tahanan yang jumlahnya melebihi kapasitas maksimum (over capacity).
“Hanya enam UPT dari 39 Lapas/rutan di jajaran Kanwil Kemenkumham Jatim yang tidak mengalami over kapasitas,” kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jatim Krismono, Kamis (9/9/2021).
Dari angka itu bisa disipulkan rata-rata angka over kapasitas Lapas dan rutan di Jatim mencapai 110%. Bahkan kelebihan jumlah penghuni di beberapa penjara sangat tinggi hingga mencapai angka yang mengkhawatirkan.
“Seperti di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi. Kelimanya memiliki angka over kapasitas di atas 200 persen,” ucapnya.
Menurut Krismono, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengurangi tingkat over kapasitas ini. Sebab Lapas/rutan selama ini dalam sistem peradilan pidana menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan yang dihasilkan oleh proses penegakan hukum.
“Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari over kapasitas yang ada,” ujar Krismono.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lapas Klas 1 Tangerang terbakar, Rabu (8/9/2021). Dugaan sementara, sebanyak 41 narapidana yang tewas terpanggang dalam kebakaran hebat itu disebabkan kondisi penjara over kapasitas dan beberapa sel terkunci.
Baca: Lapas Tangerang Over Kapasitas, 41 Napi Tewas Terpanggang
Untuk mengatasi masalah over kapasitas lapas/rutan di Jatim, Kemenkumham Jatim mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Dengan cara ini, beban kapasitas penjara akan lebih merata karena terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama segera dipindah ke Lapas.
“Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Nusa Kambangan,” jelas Krismono.
Sementara untuk mengurai benang kusut di beberapa rutan, Kemenkuham Jatim telah mengajukan usulan kepada Ditjenpas terkait perluasan bangunan rutan. Seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis. Bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng Sidoarjo itu diusulkan diperluas. Dari semula 1,5 hektare menjadi 2,2 hektare.
“Ini karena tingkat over kapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200 persen selama lima tahun terakhir,” tuturnya.
Banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan ini membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Namun, Krismono menegaskan bahwa perluasan bangunan Lapas/rutan bukanlah solusi jangka panjang.
Menurut dia, dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana. Yaitu dengan menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana.
“Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan,” pungkasnya. (bid)