PASANGAN calon Wali Kota Machfud Arifin dan Wakil Wali Kota Mujiaman Sukirno mendapat hadiah pakaian Adipati Sawunggaling dan sepasang ayam jago dari para relawan pendukung. Hadiah busana Adipati Kadipaten Suroboyo dan ayam jago itu sebagai simbol harapan masyarakat Kota Surabaya. yang ingin mendapatkan pemimpin dengan karakter Sawunggaling yang jujur, pemberani, tangguh, cerdas, dan cerdik. Bukan pemimpin yang gemar tebar pencitraan dengan amarah dan menangis di depan umum, yang membuktikan citra kepala daerah yang ambisius, tidak kapabel, dan jengkel terhadap instruksi partai pengusung.

bongkah.id ‐ Usai mendaftar, para relawan memberikan hadiah Pakaian Sawunggaling. Busana kebesaran para Adipati Suroboyo. Pemimpin Surabaya di masal penjajahan Belanda. Busana yang juga merupakan simbol perlawanan atas kedzoliman para penjajah. Merampok kekayaan kadipaten Suroboyo, kejam terhadap masyarakat Suroboyo, dan berkuasa secara sewenang-wenang dengan kebijakan politik yang hanya menguntungkan dan memperkaya kelompok dan golongannya. Bukan memanfaatkan kekuasaan untuk mensejahterahkan masyarakat Suroboyo. Pakaian Sawunggaling itu diminta relawan untuk dipakai paslon Machfud Arifin – Mujiaman Sukirno.

“Para relawan menghadiakan pakaian Sawunggaling ini sebagai simbol kejujuran, keberanian, dan ketangguhan. Masyarakat Surabaya mengharapkan terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan Kota Surabaya. Menjadi sistem pemerintahan yang pasti, dari  sistem pemerintahan yang dikelola dengan marah-marah. Masyarakat butuh kepastian,” kata Gus Amik dengan tersenyum.

ads

Selain itu, pakaian Adipati Suroboyo itu menegaskan masyarakat Surabaya sudah bosan perilaku pencitraan. Masyarakat butuh pemimpin yang tangguh dan gagah. Bukan pemimpin yang akting menangis di saat gagal menyelesaikan permasalahan. Arek Suroboyo lahir sebagai pribadi tangguh, pantang menyerah, dan pantang menangis kecuali menangisi kepergian orang tua.

“Hadiah pakaian Sawunggaling tersebut mengisyaratkan masyarakat Surabaya  membutuhkan seorang pemimpin berkarakter Sawunggaling. Seorang pemimpin yang mencintai rakyatnya, seorang pemimpin yang berani melawan kedzoliman, dan seorang pemimpin yang berjuang untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya,” ujarnya.

Sedangkan hadiah sepasang ayam jago yang melengkapi pakaian Sawunggaling, dikatakan, merupakan sebuah simbol kecerdasan, kecerdikan, dan jiwa petarung seorang pemimpin. Cukup bermodal seekor ayam jago itu, Sawunggaling dapat menemukan dan diakui sebagai anak oleh Adipati Suroboyo Djajengrono.

Sebagai informasi, sosok Sawunggaling adalah seorang adipati (kini lebih dikenal dengan istilah wali kota) yang jujur, gagah, dan berani. Sawunggaling merupakan putra dari Dewi Sangkrah dan Adipati Jayengrono. Sawunggaling menjadi sosok yang babat alas (membuka lahan) kota Surabaya bagian barat.

Saat menjabat Adipati Suroboyo, pria bernama asli Joko Berek itu bergelar Raden Mas Ngabehi Sawunggaling Kulmosostronagoro. Di bawah kepemimpinannya, Kadipaten Suroboyo mencapai kejayaan. Mensejahterakan rakyat Suroboyo dan adil dalam penegakan hukum. Prinsip Sawunggaling hukum harus tegas. Hukum hanya dijatuhkan bagi pelaku kriminal. Bukan rakyat yang melawan pelaku kriminal.

Sawunggaling merupakan salah satu Adipati di Pulau Jawa yang berani melawan penjajah  Belanda. Perlawanan total itu dilakukan, karena konspirasi jahat Belanda yang ingin membunuhnya berhasil digagalkan. Sejak saat itu, Sawunggaling dibantu pamannya Adipati Cakraningrat dari Kadipaten Sumenep yang menguasai Pulau Madura bagian barat, secara bersama melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Makam Sawunggaling terletak di Desa Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri Surabaya. Sawunggaling menjadi saksi sejarah kebesaran Kadipaten Surabaya. Makam Sawunggaling ditemukan oleh warga pada tahun 1901. Berdasarkan SK Walikota No.188. 45/ 270/436. 1.2/2013, makam Sawunggaling ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Surabaya. Peresmian sebagai cagar budaya dilakukan Wakil Walikota Surabaya Whisnu Sakti Buana pada 15 Juli 2013.

Komplek makam Sawunggaling terlihat bersih dan terawat. Ada lima deret makam yang berhias bunga segar sebagai tanda, komplek makam sering didatangi peziarah. Pada masing-masing makam bertuliskan nama yang terbuat dari kayu jati. Sedangkan pada nisan kelima makam tersebut dibungkus kain warna putih yang bersih.

Lima nama yang tertulis di batu nisan makam adalah Raden Ayu Pandan Sari yang merupakan teman Sawunggaling saat babat alas Surabaya, Sawunggaling, Dewi Sangkrah yang merupakan Ibu Sawunggaling, Mbah Buyut Suruh yang mengasuh Dewi Sangkrah, dan Raden Karyosentono yang merupakan kusir Sawunggaling. Raden Karyosentono ini memiliki garis keturunan dengan Sunan Giri. (rim/TAMAT)

7

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini