bongkah.id – Di balik deretan rumah-rumah rapi di kawasan Perumahan Mutiara Regency, Mutiara City, dan Mutiara Harum Sidoarjo Jawa Timur, berdiri sebuah tembok pembatas yang lama menjadi perbincangan warga.
Tembok itu memisahkan kawasan perumahan dengan Desa Banjarbendo dan Desa Jati.
Namun kini, tembok itu justru menjadi simbol bagaimana warga dan pemerintah belajar menemukan jalan tengah, secara harfiah maupun maknawi.
Pada Selasa (4/11-2025), ruang Ops Room Kantor Bupati Sidoarjo menjadi saksi pertemuan penting. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memfasilitasi dialog terbuka antara seluruh pihak yang terlibat dalam polemik tersebut.
Suasana rapat yang awalnya tegang perlahan mencair, berganti dengan semangat mencari solusi bersama.
Pertemuan itu dipimpin Asisten II Sekda Sidoarjo M. Mahmud, dihadiri langsung oleh Bupati Sidoarjo Subandi, Kapolresta Kombespol Christian Tobing, Dandim Letkol Shobirin Setiyo Utomo, serta perwakilan dari Kejaksaan Negeri dan Dinas Perhubungan Jawa Timur.
Hadir pula sejumlah pejabat Pemkab, mulai dari Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Bina Marga dan SDA, Perhubungan, PMD, DLHK, hingga Bagian Hukum.
Dari sisi teknis, Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Bachruni Aryawan menjelaskan, jalan di kawasan itu sudah termasuk Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) yang telah diserahkan pengembang kepada pemerintah daerah. “Artinya, pengelolaan dan kewenangan jalan berada di tangan Pemkab,” katanya menegaskan.
Namun, bagi warga, cerita ini tak sesederhana hitam putih. Sutrisno, perwakilan warga Mutiara Regency, menuturkan bahwa tembok pembatas sudah ada sejak mereka membeli rumah.
“Tembok itu bukan bangunan baru. Jadi kami bukan menutup jalan, karena memang sudah ada sejak awal,” ujarnya.
Sementara Alex, Sekretaris RW Mutiara Harum, justru memandang lain. Ia dan warga perumahannya mendukung keterbukaan antarwilayah.
“Kami ingin ikut berkontribusi untuk kemaslahatan bersama. Kalau akses terbuka, tentu banyak manfaat sosial dan ekonomi,” ujarnya penuh semangat.
Dari sisi desa, Kepala Desa Jati, Ilham, juga menyampaikan keprihatinan. Jalan sempit di desanya sering macet, bahkan pernah terjadi kecelakaan yang menimpa murid ngaji. “Kami hanya berharap ada solusi yang membuat warga lebih aman dan tidak waswas,” katanya.
Dandim Letkol Shobirin Setiyo Utomo melihat permasalahan ini dari kacamata yang lebih luas. “Membuka jalan bukan hanya soal fisik, tapi juga membuka akses sosial dan ekonomi. Dengan begitu, pertumbuhan bisa merata,” ujarnya.
Puncak pertemuan terjadi ketika Bupati Sidoarjo Subandi menegaskan bahwa berdasarkan kajian hukum, jalan tersebut memang merupakan aset pemerintah daerah dan seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan publik.
Namun, ia memilih langkah bijak. “Saya tidak ingin keputusan ini menyakiti warga saya sendiri. Karena itu, saya beri waktu satu minggu bagi warga Mutiara Regency untuk bermusyawarah kembali, bahkan bila perlu menghadirkan ahli hukum,” ujarnya dengan tenang.
Ia menegaskan, keputusan yang akan diambil bukanlah keberpihakan pada satu pihak, tetapi wujud dari pelaksanaan undang-undang dan komitmen pemerintah untuk menjaga keadilan. “Saya ingin keputusan ini lahir dari kebersamaan, bukan paksaan,” tegasnya.
Rapat ditutup dengan suasana lebih teduh. Tidak ada lagi perdebatan panas, melainkan semangat baru untuk mencari titik temu. Pekan depan, seluruh pihak dijadwalkan bertemu kembali untuk memutuskan langkah akhir.
Dari polemik tembok yang memisahkan, kini tumbuh harapan akan “jalan terbuka” yang menghubungkan. Bukan hanya antar wilayah, tetapi juga antar hati warga yang ingin hidup berdampingan dengan damai. (anto)


























