kegiatan sedekah desa di Dusun Jaten, Jatipelem, Diwek, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/
kegiatan sedekah desa di Dusun Jaten, Jatipelem, Diwek, Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/

Bongkah.id – Setiap datangnya bulan Suro dalam penanggalan Jawa, warga Dusun Jaten, Desa Jatipelem, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, memiliki cara tersendiri untuk merawat rasa syukur dan menjaga warisan leluhur. Tradisi sedekah desa, atau biasa juga disebut sedekah bumi, rutin digelar turun-temurun setiap tahunnya pada hari Jumat Pahing.

Pusat kegiatan selalu bertempat di punden, sebuah lokasi yang dipercaya sebagai tempat keramat di dusun tersebut. Di sinilah warga berkumpul, bergotong royong mempersiapkan tumpeng, aneka sajian, dan doa bersama yang berpuncak pada kenduri sebagai simbol ungkapan syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan desa.

ads

Ratusan warga tampak berbaur tanpa sekat. Anak-anak berlarian, para orang tua khusyuk mengikuti pembacaan tahlil, sementara pemuda sibuk membantu menyiapkan panggung pertunjukan. Sebab, sedekah desa di Dusun Jaten tak hanya berisi doa bersama, tetapi juga diramaikan gebyakan wayang kulit yang digelar di punden pada pagi hari.

Lakon wayang yang dipentaskan pun tak sembarangan – selalu bertema membangun desa atau kelestarian alam, seolah mengingatkan warga akan pentingnya merawat bumi dan harmoni sosial.

Kepala Dusun Jaten, Sariyanti, menegaskan bahwa tradisi ini adalah wujud nyata rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta.

“Dengan adanya sedekah desa atau sedekah bumi, kita menunjukkan rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah, atas lestarinya desa, lestarinya hasil bumi,” tutur Sariyanti, Jumat (4/7/2025).

Tak berhenti di siang hari, suasana syukuran berlanjut hingga malam dengan hiburan rakyat. Panggung karawitan, campursari, hingga pagelaran wayang kulit semalam suntuk menambah meriah suasana. Warga dari desa tetangga pun turut datang, menciptakan suasana guyub penuh keakraban.

Bagi Sariyanti, sedekah desa bukan sekadar ritual seremonial, tetapi ikhtiar menjaga nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kearifan lokal yang diwariskan para leluhur.

“Selain doa-doa dan kenduri, hiburan ini juga bentuk penghormatan budaya kita. Wayang kulit, karawitan, semua itu untuk warga agar bisa senang dan tetap melestarikan kesenian tradisional,” tegasnya.

Dalam hiruk pikuk modernisasi, sedekah desa Dusun Jaten seolah menjadi pengingat bahwa hidup harus diimbangi dengan rasa syukur dan kepedulian menjaga warisan nenek moyang. Tradisi ini bukan hanya merawat hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga menguatkan ikatan antarsesama. (Ima/sip)

46

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini