Bongkah.id – Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, menyoroti sejumlah hal krusial dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Dian Siswarini. Di hadapan jajaran direksi, Sadarestuwati mempertanyakan selisih signifikan antara pendapatan usaha, laba usaha, dan laba bersih perusahaan pelat merah tersebut di triwulan pertama 2025.
“Yang pertama saya ingin mendapatkan penjelasan berkaitan dengan pendapatan usaha triwulan pertama tahun 2025 itu pendapatan usahanya 36,6, kemudian laba usahanya 18,2. Ini berarti marginnya di 49,8. Namun begitu, di laba bersih ini langsung turun tinggal 15,9,” ujarnya di ruang rapat, Rabu (2/7/2025).
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, selisih margin yang cukup jauh ini patut diperjelas karena Telkom merupakan salah satu BUMN strategis dengan dominasi pasar yang kuat, terutama melalui Telkomsel.
“Kalau melihat Telkom ini kan sebenarnya salah satu perusahaan negara yang boleh dibilang perusahaan monopoli walaupun ada pesaingnya. Tapi kan dominasinya Telkomsel. Dalam hal ini, apa iya laba usaha sendiri bersihnya hanya 15,9? Tolong dijelaskan, hitungannya seperti apa, larinya ke mana,” tegasnya.
Sadarestuwati juga menyoroti praktik hilangnya kuota para pelanggan Telkomsel yang dinilai merugikan masyarakat. Ia bahkan mengibaratkan praktik ini sama ‘kejamnya’ dengan promo aplikator ojek online yang sering dikeluhkan.
“Kalau di Komisi V itu bilang aplikator kejam promo ojol itu bohong, kalau di sini boleh saya katakan Telkomsel karena melenyapkan kuota dari para penggunanya. Ini kalau dihitung tidak sedikit loh,” katanya.
Ia menceritakan pengalamannya sendiri di desa. “Starling tidak bisa mencapai pada tingkatan daerah yang pelosok-pelosok seperti desa saya. Saya sendiri kalau mau telepon saja saya sudah pakai jaringan wi-fi. Tapi kalau mau telepon dan tidak di atas, saya harus lari keluar rumah dulu,” ungkapnya.
Sadarestuwati meminta pihak Telkom untuk membuka data jelas ke mana larinya kuota sisa yang tidak terpakai pelanggan. Menurutnya, sisa kuota itu seharusnya masuk ke dalam hitungan laba Telkom.
“Contoh saya menggunakan kartu halo, tapi saya hampir tidak pernah sama sekali menggunakan untuk secara aktif. Tapi saya tiap bulan mesti membayar kuota saya. Boleh dibilang tidak terpakai lebih dari 50%. Nah inilah yang saya katakan, lari ke mana sisa kuota?” ujarnya menegaskan.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti kontribusi Telkom terhadap negara yang dinilai belum optimal. Berdasarkan catatan, kontribusi Telkom melalui pajak dan dividen selama periode 2020–2024 disebut hanya sekitar Rp 20.041,5 miliar. “Kalau melihat usaha yang berada di Telkom Group ini harusnya bisa jauh lebih besar dari itu. Kalau boleh saya katakan, tidak sekecil ini,” katanya.
Di akhir intervensinya, Sadarestuwati juga mengkritisi persoalan gangguan jaringan yang kerap terjadi pada momen penting, termasuk saat penghitungan suara Pemilu.
“Terakhir saya ingin bertanya terkait jaringan yang selalu trouble pada saat pesta demokrasi seperti halnya yang lalu ketika penghitungan KPU tiba-tiba berhenti. Nah, ketika berhenti muncul lagi itu angkanya sudah berubah. Ini yang bertanggung jawab dari Telkom apa dari KPU? Kenapa bisa tiba-tiba terjadi perubahan angka?” tanyanya.
Sadarestuwati berharap jajaran direksi baru Telkom mampu menjawab persoalan-persoalan ini secara terbuka dan memastikan tata kelola yang lebih transparan agar perusahaan negara ini benar-benar memberikan manfaat maksimal untuk rakyat. (Ima/sip)