Bongkah.id — Air Sungai Brantas mengalir pelan di bawah Bendungan Rolak Songo, seolah menutupi kisah getir yang pernah singgah di tepian beton tua itu. Dalam rentang waktu yang tak begitu jauh, arus tenangnya justru menelan dua cerita putus asa, sama-sama berpangkal pada luka di dada muda yang tak sanggup membendung gelombang patah hati.
23 Desember 2024 menjadi awal jejak duka. Kala itu, Teguh Hendardi (24), warga asal Puri, Mojokerto, berdiri di tepian Rolak Songo dengan beban yang tak sanggup lagi dipanggul. Beberapa pekan sebelumnya, Teguh baru saja putus cinta, sebuah percikan kecil yang berubah jadi kobaran keputusasaan.
Sebelum benar-benar mengakhiri hidupnya, Teguh menitipkan motornya pada seorang pengunjung warung kopi di sekitar bendungan. Isyarat diam-diam itu kini hanya tinggal cerita yang berulang di antara keluarga dan teman-temannya. Tim pencari sudah menembus derasnya Brantas, hingga ke Kali Porong, namun jasad Teguh tak kunjung muncul, seolah rahasia hatinya tenggelam bersama arus sungai yang terus membisikkan namanya.
Waktu bergulir cepat. 2 Juli 2025, Rolak Songo kembali memanggil kisah serupa. Seorang pemuda bernama Sieyusafa Romadhona (20), warga Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo mengambil keputusan yang sama, melompat ke Sungai Brantas dari titik yang sama.
Persoalan asmara kembali disebut-sebut menjadi akar persoalan. Keluarga Sieyusafa pun membenarkan bahwa pemuda ini menyimpan riwayat depresi, sebuah badai dalam kepala yang kerap datang diam-diam, merapuhkan pertahanan hati yang mulai retak. Hingga kini, tim gabungan masih berjibaku menyusuri derasnya arus Brantas, berharap jasad Sieyusafa segera ditemukan, agar setidaknya keluarga punya tempat menabur doa.
Dua tragedi ini seolah meninggalkan guratan luka di wajah Rolak Songo. Bendungan yang sejatinya menopang kehidupan, kini membawa beban sunyi, menjadi saksi bisu patah hati, keputusasaan, dan riuh air yang menelan rahasia anak-anak muda yang menyerah di tepinya.
Rolak Songo tetap berdiri, dinding beton yang diam, menatap arus Brantas mengalir entah ke mana, membawa serta doa-doa yang tertinggal di antara riak air dan kenangan yang tak sempat diucapkan. (Ima/sip)