Bongkah.id – Setiap 1 Juli, puluhan ribu anggota kepolisian di seluruh Indonesia berdiri dalam barisan upacara. Seragam mereka disetrika rapi, lencana disematkan di dada, dan bendera Merah Putih berkibar gagah. Namun di balik ritual peringatan Hari Bhayangkara, ada sejarah panjang penuh pergulatan, pengorbanan, dan transformasi yang jarang diulas secara mendalam.
Sejarah Singkat Hari Bhayangkara
Seusai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia tidak hanya menghadapi agresi militer Belanda yang ingin kembali menjajah. Di dalam negeri sendiri, ketertiban umum rentan bergolak. Senjata bertebaran di tangan rakyat, laskar, kelompok bersenjata tak terkontrol. Keamanan menjadi tantangan krusial bagi republik muda.
Awalnya, fungsi kepolisian masih terpecah-pecah di berbagai daerah dengan nama dan struktur yang berbeda. Baru pada 19 Agustus 1945, Kabinet Pertama Indonesia membentuk Departemen Keamanan Rakyat yang membawahi kepolisian. Namun penataan organisasi belum juga tuntas.
Situasi genting itu mendorong pemerintah mengambil langkah tegas. Pada 1 Juli 1946, terbit Penetapan Pemerintah No. 11/SD/1946 yang menjadi payung hukum berdirinya Kepolisian Negara Republik Indonesia di bawah kontrol langsung Perdana Menteri. Hari inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Bhayangkara tanggal resmi kelahiran institusi kepolisian Indonesia yang bersifat nasional dan mandiri.
Dari Bhayangkara Majapahit ke Bhayangkara Republik
Penamaan “Bhayangkara” bukan sembarang pilihan. Dalam catatan sejarah, pasukan Bhayangkara adalah pengawal elit Raja Majapahit pada abad ke-13 yang dipimpin Mahapatih Gajah Mada. Mereka dikenal setia, berdisiplin, tak gentar menghadapi ancaman terhadap raja dan rakyat.
Kepolisian Republik Indonesia mengadopsi semangat itu—pengabdian tanpa pamrih, keberanian, serta dedikasi penuh menjaga keamanan negara. Itulah mengapa lambang Polri menggunakan simbol perisai dan obor menyala, perlambang pelindung sekaligus penerang bagi masyarakat.
Era Transformasi Polri
Tumbuh di tengah pusaran konflik, Polri mengalami perjalanan panjang. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia tahun 1949, polisi menghadapi tugas memberantas kejahatan terorganisasi, separatisme, hingga terorisme.
Pada dekade Orde Baru, Polri berada di bawah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Setelah reformasi 1998, Polri resmi dipisahkan dari militer melalui TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000. Sejak saat itu, Polri berdiri sebagai lembaga sipil mandiri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Transformasi kelembagaan ini menjadi titik balik. Dari masa ke masa, polisi dituntut semakin profesional, transparan, dan humanis. Citra Polri kini tak lagi sekadar aparat penegak hukum, tetapi juga pelayan dan pengayom masyarakat.
Peringatan yang Bukan Sekadar Seremoni
Bagi sebagian orang, Hari Bhayangkara identik dengan upacara, parade kendaraan taktis, hingga pertunjukan ketangkasan polisi. Namun di balik itu, setiap tanggal 1 Juli seharusnya menjadi ruang refleksi, sejauh mana Polri telah memenuhi ekspektasi rakyat sebagai penjaga ketertiban dan keadilan?
Meneruskan Warisan Bhayangkara
Dunia terus berubah. Tantangan keamanan kian kompleks, mulai dari kejahatan siber, narkotika internasional, hingga intoleransi berbasis digital. Namun satu hal tetap sama: Bhayangkara adalah simbol keberanian dan pengabdian.
Hari Bhayangkara bukan sekadar menandai usia Polri. Ia adalah pengingat bahwa keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum tidak akan pernah berhenti menjadi panggilan sejarah. Sebab negara yang merdeka pun tak akan pernah luput dari kebutuhan akan penjaga yang berkomitmen. (sip)